Lika-liku Pilkada Papua yang Akhirnya Menetapkan BTM-YB Jadi Paslon Terpilih
Drama rekapitulasi suara Panitia Pemilihan Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura tidak mampu untuk meruntuhkan kemenangan mayoritas suara rakyat di Papua untuk pasangan BTM-YM yang hanya diusung partai Banteng Moncong Putih. Hal ini, nampaknya tepat untuk disematkan pada Pilkada Papua tahun 2024.
Laporan: Karolus Daot-Jayapura.
Sejak awal konteslasi politik Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Papua, sudah menjadi perbincangan hangat di khalayak luas. Itu berawal adanya isu lawan kotak kosong di Pilkada Papua, yang dimainkan oleh koalisi besar atau disebut koalisi KIM Plus. Dengan kekuatan logistik yang memadai, pasangan Mathius D. Fakhiri-Aryoko-Ruma Ropen (MARI-YO) mampu memborong hampir semua partai politik.
Hanya saja PDI Perjuangan sebagai partai oposisi pada pemerintahan presiden Prabowo Gibran tetap pada pendiriannya untuk menjadi perahu bagi kader-kadernya yang ada di daerah. Meskipun awalnya pendirian itu sempat diragukan karena kekuatan logistik dari masing masing kader tidak mampu mengalahkan lawan politik, untuk membayar mahar partai politik.
Khususnya di Papua, meski sejak lama DPD PDIP Papua mendorong kadernya untuk bertarung menjadi Pemimpin di wilayah adat Tabi-Saireri, namun kembali lagi bahwa semangat mereka terpatahkan dengan kekuatan logistik. Bisa dikatakan bahwa mereka tidak mampu membayar mahar partai politik yang tarifnya memuncak langit.
Kondisi ini seakan menghempas semangat untuk bertarung. Namun tepat pada Selasa 20 Agustus 2024 Mahkamah Konsitusi menetapkan syarat minimal dukungan pasangan calon kepala daerah Pilkada 2024.
MK memutuskan perubahan ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Presiden Partai Buruh Said Iqbal dan Ketua Umum Partai Gelora Muhammad Anis Matta. Putusan itu seakan sebuah ombak menghantam tembok besar meruntuhkan semangat koalisi KIM Plus.
Mereka yang awalnya berharap akan memenangkan Pilkada di sebagian besar provinsi maupun kabupaten kota, namun dengan putusan MK itu muncul rasanya perjuangan untuk mempermalukan Partai Banteng di Pilkada 2024 menjadi sia-sia. Sebab pencalonan kepala daerah bukan lagi ditentukan berdasarkan jumlah kursi pada hasil Pileg 2024, namun bergantung pada jumlah suara.
Putusan inipun memacu semangat kader PDIP Papua untuk bertarung meskipun tanpa koalisi dengan partai politik apapun. Akan tetapi hasil pemilu Papua suara mereka di kursi lagisltatif tingkat provinsi memenuhi syarat pencalonan kepala daerah. Mulai dari situlah pertarungan hebat dimulai. PDIP mendorong Mantan Wali Kota Jayapura Benhur Tomi Mano dengan pasangannya Yermias Bisai (BTM-YB) melawan MARI-YO.
Banyak orang beranggapan bahwa perjuangan BTM-YB ini hanya akan sia sia, sebab MARIYO pasangan yang didukung oleh partai pemenang Pilpres, selain itu MARI-YO memiliki kekuatan logistik yang memadai. Sementara BTM-YB benar benar hanya bermodalkan nekat sehingga tidak akan mungkin kedua putra Tabi-Saieri ini menang.
Lika-liku Pilkada Papua yang Akhirnya Menetapkan BTM-YB Jadi Paslon Terpilih
Drama rekapitulasi suara Panitia Pemilihan Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura tidak mampu untuk meruntuhkan kemenangan mayoritas suara rakyat di Papua untuk pasangan BTM-YM yang hanya diusung partai Banteng Moncong Putih. Hal ini, nampaknya tepat untuk disematkan pada Pilkada Papua tahun 2024.
Laporan: Karolus Daot-Jayapura.
Sejak awal konteslasi politik Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Papua, sudah menjadi perbincangan hangat di khalayak luas. Itu berawal adanya isu lawan kotak kosong di Pilkada Papua, yang dimainkan oleh koalisi besar atau disebut koalisi KIM Plus. Dengan kekuatan logistik yang memadai, pasangan Mathius D. Fakhiri-Aryoko-Ruma Ropen (MARI-YO) mampu memborong hampir semua partai politik.
Hanya saja PDI Perjuangan sebagai partai oposisi pada pemerintahan presiden Prabowo Gibran tetap pada pendiriannya untuk menjadi perahu bagi kader-kadernya yang ada di daerah. Meskipun awalnya pendirian itu sempat diragukan karena kekuatan logistik dari masing masing kader tidak mampu mengalahkan lawan politik, untuk membayar mahar partai politik.
Khususnya di Papua, meski sejak lama DPD PDIP Papua mendorong kadernya untuk bertarung menjadi Pemimpin di wilayah adat Tabi-Saireri, namun kembali lagi bahwa semangat mereka terpatahkan dengan kekuatan logistik. Bisa dikatakan bahwa mereka tidak mampu membayar mahar partai politik yang tarifnya memuncak langit.
Kondisi ini seakan menghempas semangat untuk bertarung. Namun tepat pada Selasa 20 Agustus 2024 Mahkamah Konsitusi menetapkan syarat minimal dukungan pasangan calon kepala daerah Pilkada 2024.
MK memutuskan perubahan ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Presiden Partai Buruh Said Iqbal dan Ketua Umum Partai Gelora Muhammad Anis Matta. Putusan itu seakan sebuah ombak menghantam tembok besar meruntuhkan semangat koalisi KIM Plus.
Mereka yang awalnya berharap akan memenangkan Pilkada di sebagian besar provinsi maupun kabupaten kota, namun dengan putusan MK itu muncul rasanya perjuangan untuk mempermalukan Partai Banteng di Pilkada 2024 menjadi sia-sia. Sebab pencalonan kepala daerah bukan lagi ditentukan berdasarkan jumlah kursi pada hasil Pileg 2024, namun bergantung pada jumlah suara.
Putusan inipun memacu semangat kader PDIP Papua untuk bertarung meskipun tanpa koalisi dengan partai politik apapun. Akan tetapi hasil pemilu Papua suara mereka di kursi lagisltatif tingkat provinsi memenuhi syarat pencalonan kepala daerah. Mulai dari situlah pertarungan hebat dimulai. PDIP mendorong Mantan Wali Kota Jayapura Benhur Tomi Mano dengan pasangannya Yermias Bisai (BTM-YB) melawan MARI-YO.
Banyak orang beranggapan bahwa perjuangan BTM-YB ini hanya akan sia sia, sebab MARIYO pasangan yang didukung oleh partai pemenang Pilpres, selain itu MARI-YO memiliki kekuatan logistik yang memadai. Sementara BTM-YB benar benar hanya bermodalkan nekat sehingga tidak akan mungkin kedua putra Tabi-Saieri ini menang.