SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Maraknya praktik judi online di tengah masyarakat, mendorong Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) melalui Direktorat Kemitraan Komunikasi, Ditjen Komunikasi Publik dan Media, menggelar forum diskusi publik bertajuk “Stop Judi Online: Ancaman Digital di Balik Layar”.
Kegiatan tersebut digelar di Aula Hatta, Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Tengah, Kamis (15/5/2025), dan diikuti mahasiswa, komunitas masyarakat, serta berbagai unsur pemangku kepentingan.
Diskusi itu menjadi wadah untuk memperkuat komitmen bersama dalam memerangi judi online yang kian menjamur di ruang digital dan menyasar berbagai kalangan, khususnya masyarakat rentan.
Koordinator dari Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Shandy Handika, yang mewakili Kepala Kejati Jateng, memaparkan data mencengangkan: Jawa Tengah termasuk lima besar provinsi dengan jumlah pengguna judi online terbanyak di Indonesia.
“Berdasarkan data dari PPATK, hingga pertengahan 2024, tercatat lebih dari 3,2 juta warga Indonesia aktif dalam aktivitas judi online. Mayoritas pelaku justru berasal dari kelompok masyarakat menengah ke bawah—pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, hingga pekerja berpenghasilan rendah. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi sudah menjadi masalah sosial yang sangat serius,” ujarnya, sebagaimana dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.
Perputaran uang dalam transaksi judi online pun melonjak tajam, dari Rp 81 triliun pada 2022 menjadi sekitar Rp 600 triliun pada 2024. Shandy menekankan, lonjakan itu menandakan bahwa judi online bukan lagi isu kecil, melainkan krisis nasional yang membutuhkan penanganan menyeluruh.
“Aplikasi-aplikasi judi online dirancang dengan algoritma yang membuat pemain kecanduan dan terus kalah. Dampaknya bisa sangat luas, tidak hanya merusak individu tapi juga keluarga dan masyarakat. Seperti halnya narkoba, judi memicu adiksi. Seseorang bisa mencuri, menipu, bahkan menjual aset demi terus berjudi. Ada efek domino dari tindakan ini,” kata Shandy.
Ia menambahkan, banyak kasus di mana uang pendidikan anak habis untuk taruhan, rumah tangga berantakan, dan pelaku terjerumus dalam kejahatan lain akibat terhimpit kebutuhan.
“Masalah ini tak bisa ditangani hanya dengan pendekatan hukum. Harus ada gerakan dari masyarakat untuk memberikan edukasi. Ini bukan hanya perkara pidana, tapi juga persoalan mental dan sosial,” tegasnya.
Secara hukum, pelaku judi online dapat dijerat Pasal 303 KUHP, Pasal 27 ayat 2 UU ITE, serta UU No. 1 Tahun 2024, dengan ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara. Namun, penegakan hukum di lapangan masih menghadapi tantangan besar karena banyak bandar dan operator judi beroperasi dari luar negeri.
Di Jawa Tengah sendiri, selama periode Februari 2024 hingga Februari 2025, tercatat sebanyak 686 orang menjadi terdakwa kasus judi online. Ironisnya, 91 di antaranya adalah pelajar dan mahasiswa. Bahkan sebagian dari mereka sudah berperan sebagai admin atau bandar.
Dalam forum tersebut, influencer dan pengelola media sosial, Irin Riany juga turut berbagi perspektif. Ia mengungkapkan bahwa konten judi online kini menyusup secara halus melalui berbagai platform digital.
“Banyak konten yang menyamarkan link judi online dalam bentuk undangan berhadiah, iklan mencurigakan, tautan palsu, atau promosi terselubung. Ini sangat berbahaya, karena menyasar pengguna awam yang tidak menyadari jebakan digital tersebut,” jelas Irin.
Forum ini menjadi pengingat bahwa pemberantasan judi online memerlukan sinergi berbagai pihak: penegak hukum, pemerintah, dunia pendidikan, komunitas digital, dan masyarakat luas. Karena yang dipertaruhkan bukan hanya data statistik, tapi masa depan generasi bangsa.
“Konten judi itu pintar, karena mereka akan mengunakan kata-kata yang menyamar jadi hiburan giftaway, games. Dan sayangnya ada influencer yang ikut terjerat dalam judi online. Bagaimana konten-konten tersebut mengarah ke judol yaitu dengan tanda-tanda kata-kata “click bait”, mengarahkan ke aplikasi yang tidak ada di app store atau play store, narasi cuan tanpa kerja. Jangan suka menyebarkan info atau link yang mencurigakan baik di wa maupun di media sosial,” ujar Irin.
Sebagai pengguna media sosial, Irin Riany juga mengajak para content creator untuk menolak kerja sama iklan atau endorse yang tidak jelas asal- usulnya. Menurutnya, Platform media sosial bisa dikelola sesuai keinginan kita. Apakah inginmenjadikan platform tersebut jadi yang menyesatkan atau justru yang mneyelamatkan bagi diri sendiri dan orang lain
Sementara itu, Marolli Jeni Indarto, S.Sos., M.Si., selaku Direktur Kemitraan Komunikasi Lembaga dan Kehumasan Kemenkomdigi, hadir secara daring dan menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai langkah seperti patroli siber secara intensif untuk memberantas judi online di media sosial.
“Ada tiga acara ada melalui patroli cyber, laporan dari instansi atau aduan dari masyarakat. Teman-teman bisa melaporkan itu kedalam aduankonten.id, cukup memberikan screenshot foto dan linknya. Memang sekarang judi online sudah mulai masuk, kalau dulu melalui body text, kalo sekarang melalui konten, bahkan sudah banyak melakukan melalui komen. Dan komdigi sudah melakukan take down lebih dari 6,3 juta konten dari facebook, tiktok, dan sebagainya. Yang kedua, kita juga secara teknologi sudah berbasis AI dalam emndeteksi konten-konten yang berbasis judi online, itu kewenangan kita dari sana. Terus kita juga terus melakukan edukasi sejak pertengahan tahun lalu, sekitar bulan juli 2024 kita sudah mulai gencar melakukan kampanye untuk melawan judi online. Tapi memang harus kita akui, inti dari ini apapun kondisi teman-teman terkait judi online, mulai hari ini ayo keluar. Kita juga memiliki aduan untuk chat wa. Teman-teman bisa wa bagaimana mencegah, bagaimana cara melapor, dan sebagainya,” jelasnya.
Dirinya menyebut bahwa kolaborasi dilakukan dengan aparat penegak hukum, masyarakat, content creator, PPATK dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menjadi pilar penting dalam memberantas maraknya judi online di media sosial ini.
Sandy Handika memberikan pesan kepada masyarakat agar jangan mencoba melakukan judi online, karena tidak hanya merugikan diri sendiri tapi juga masa depan. Judi online sama halnya dengan narkotika yang memiliki efek adiksi dan berbahaya.
“Karena ada efek adiksi disana. Karena walaupun kita bisa mengontrol, siapa yang tau pada saat kita diberi menang, itu pasti akan ketagihan. Artinya jangan ambil resiko sekecil apapun, kalo memang sudah tau ini berbahaya kenapa harus diambil. Resikonya lebih besar dibanding keuntungan yang didapat. Jangan pernah meneguhkan diri kita hanya kepada keberuntungan. Percayalah keberuntungan itu harusnya kita raih sendiri bukan kita menunggu, hanya takdir tanpa ikhtiar. Mulailah dari diri sendiri. Dan karena kami penegak hukum tidak akan mungkin bekerja sendiri” ungkapnya
Dengan adanya forum diskusi publik mengenai judi online ini dapat memberikan edukasi kepada masyarakat untuk berhenti bermain judi online yang tidak hanya merugikan diri sendiri dan keluarga tapi juga masyarakat dan masa depan.
Di penghujung acara, Irin Riany selalu pengelola sosial media berharap agar ruang digital ini tidak menjadi kuburan masa depan bagi kita. Tetapi menjadi wadah edukasi, kreativitas, dan kolaborasi yang sehat. Suhamdani
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.