JAYAPURA – Rekapitulasi suara pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi Papua hingga kini beum tuntas. Sejumlah temuan membuat proses pleno yang seharusnya sudah bisa diketahui hasilnya pada 9 Desember lalu akhirnya hingga 10 Desember masih juga menunggu.
Ketua KPU Provinsi Papua, Steve Dumbon bahkan meminta izin ke KPU RI untuk menambah dua hari lagi untuk melakukan Pleno. Ini tak lepas karena proses pleno di Jayapura Selatan dianggap cacat.
Ini terjadi disebabkan karena masalah non-teknis, terutama terkait pergerakan angka pada hasil rekapitulasi di tingkat PPD Jayapura Selatan yang disinyalit terjadi penggelembungan. Karena itu, Ketua KPU itu meminta KPU Kota Jayapura untuk meninjau kembali hasil pleno PPD Jayapura Selatan. Menurutnya, pengesahan yang cacat tersebut tidak dapat dibawa dalam rapat pleno tingkat KPU Kota Jayapura.
“Kami juga memonitor bahwa ada angka direkapitulasi gubernur dan walikota yang sangat jauh,” ujar Frits di kantor Komnas HAM Provinsi Papua, Selasa (10/12).
Frits mengatakan pemilu di Kota/Kabupaten Jayapura seharusnya menjadi barometer Pemilukada yang lebih demokratis, langsung, umum bebas dan rahasia (Luber).
“Dua wilayah ini ya, Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura juga Provinsi Papua. Karena provinsi Papua sebagai provinsi induk mempunyai infrastruktur yang cukup lengkap untuk memadai Pemilukada yang demokratis maupun transparan,” tambahnya.
Menurutnya kejadian yang saat ini terjadi di kabupaten/kota dan provinsi tersebut mengulangi lagi kesalahan yang sama di Pileg dan Pilpres pada, 14 Febuari 2024 lalu.
Komnas HAM mencatat itu sebagai pelanggaran hak ikut serta dalam pemerintahan dan partai politik. Karena itu pihaknya meminta jika kesalahan itu dilakukan oleh tingkat bawah maka satu tingkat di atasnya segera mengambil ahli untuk perbaikan. Komnas juga mengkaji terkait dugaan adanya pelanggaran HAM terkait pesta demokrasi khusus di PPD Japsel.
Dirinya juga membandingkan beberapa kabupaten yang ada di Provinsi Papua yang melaksanakan Pemilukada namun tetap berjalan lancar walaupun prasarananya tidak cukup memadai. Ia mengomentari ini mengingat ada hak yang dimiliki tiap person untuk dipertanggungjawabkan. Ada suara yang tidak patut diselewengkan atau dialihkan ke kandidat yang bukan pilihannya.
“Kabupaten Waropen jauh lebih baik, Kabupaten Supiori jauh lebih baik mereka sudah peleno dan sudah diantar tanpa banyak permasalahan,” bandingnya. “Ini Kota dan Kabupaten Jayapura masih saja ada permasalahan. Kalau diputar-putar berarti tandanya ada kejahatan dan itu melanggar HAM dan hukum,” tambahnya.
Karena itu, Kepala Komnas HAM Papua pun mempertanyakan tugas dan tanggung jawab Bawaslu dan Gakkumdu. Dia berharap polisi menjadi organisasi sipil yang netral dalam jalannya Pemilukada dan bukan menjadi bagian dari gerakan politik praktis. “Saya punya keyakinan polisi tetap menjadi polisi yang pegang teguh terhadap Tribararata dan Saptamarga-nya untuk menjadi polisi yang tidak menjadi bagian dari gerakan politik praktis,” tegasnya.
Dirinya memberikan dukungan kepada ketua KPU Papua yang mengatakan bahwa akan melakukan intervensi terhadap PPD Jayapura Selatan dan KPU Kota Jayapura yang cenderung tidak netral. “Kita perlu memberi dukungan kepada KPU Papua untuk semua proses ini bisa segera diselesaikan,” tutupnya. (kar/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos
JAYAPURA – Rekapitulasi suara pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi Papua hingga kini beum tuntas. Sejumlah temuan membuat proses pleno yang seharusnya sudah bisa diketahui hasilnya pada 9 Desember lalu akhirnya hingga 10 Desember masih juga menunggu.
Ketua KPU Provinsi Papua, Steve Dumbon bahkan meminta izin ke KPU RI untuk menambah dua hari lagi untuk melakukan Pleno. Ini tak lepas karena proses pleno di Jayapura Selatan dianggap cacat.
Ini terjadi disebabkan karena masalah non-teknis, terutama terkait pergerakan angka pada hasil rekapitulasi di tingkat PPD Jayapura Selatan yang disinyalit terjadi penggelembungan. Karena itu, Ketua KPU itu meminta KPU Kota Jayapura untuk meninjau kembali hasil pleno PPD Jayapura Selatan. Menurutnya, pengesahan yang cacat tersebut tidak dapat dibawa dalam rapat pleno tingkat KPU Kota Jayapura.
“Kami juga memonitor bahwa ada angka direkapitulasi gubernur dan walikota yang sangat jauh,” ujar Frits di kantor Komnas HAM Provinsi Papua, Selasa (10/12).
Frits mengatakan pemilu di Kota/Kabupaten Jayapura seharusnya menjadi barometer Pemilukada yang lebih demokratis, langsung, umum bebas dan rahasia (Luber).
“Dua wilayah ini ya, Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura juga Provinsi Papua. Karena provinsi Papua sebagai provinsi induk mempunyai infrastruktur yang cukup lengkap untuk memadai Pemilukada yang demokratis maupun transparan,” tambahnya.
Menurutnya kejadian yang saat ini terjadi di kabupaten/kota dan provinsi tersebut mengulangi lagi kesalahan yang sama di Pileg dan Pilpres pada, 14 Febuari 2024 lalu.
Komnas HAM mencatat itu sebagai pelanggaran hak ikut serta dalam pemerintahan dan partai politik. Karena itu pihaknya meminta jika kesalahan itu dilakukan oleh tingkat bawah maka satu tingkat di atasnya segera mengambil ahli untuk perbaikan. Komnas juga mengkaji terkait dugaan adanya pelanggaran HAM terkait pesta demokrasi khusus di PPD Japsel.
Dirinya juga membandingkan beberapa kabupaten yang ada di Provinsi Papua yang melaksanakan Pemilukada namun tetap berjalan lancar walaupun prasarananya tidak cukup memadai. Ia mengomentari ini mengingat ada hak yang dimiliki tiap person untuk dipertanggungjawabkan. Ada suara yang tidak patut diselewengkan atau dialihkan ke kandidat yang bukan pilihannya.
“Kabupaten Waropen jauh lebih baik, Kabupaten Supiori jauh lebih baik mereka sudah peleno dan sudah diantar tanpa banyak permasalahan,” bandingnya. “Ini Kota dan Kabupaten Jayapura masih saja ada permasalahan. Kalau diputar-putar berarti tandanya ada kejahatan dan itu melanggar HAM dan hukum,” tambahnya.
Karena itu, Kepala Komnas HAM Papua pun mempertanyakan tugas dan tanggung jawab Bawaslu dan Gakkumdu. Dia berharap polisi menjadi organisasi sipil yang netral dalam jalannya Pemilukada dan bukan menjadi bagian dari gerakan politik praktis. “Saya punya keyakinan polisi tetap menjadi polisi yang pegang teguh terhadap Tribararata dan Saptamarga-nya untuk menjadi polisi yang tidak menjadi bagian dari gerakan politik praktis,” tegasnya.
Dirinya memberikan dukungan kepada ketua KPU Papua yang mengatakan bahwa akan melakukan intervensi terhadap PPD Jayapura Selatan dan KPU Kota Jayapura yang cenderung tidak netral. “Kita perlu memberi dukungan kepada KPU Papua untuk semua proses ini bisa segera diselesaikan,” tutupnya. (kar/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos