BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Suasana tak biasa tampak di Pos Pemadam Kebakaran (Damkar) Marhaen, Kelurahan Siswodipuran, Boyolali, Sabtu (17/5/2025). Puluhan anak muda dan warga dari berbagai latar belakang berkumpul di sana bukan untuk menangani darurat kebakaran, melainkan larut dalam kegiatan membaca dan mengulas buku bersama dalam rangka memperingati Hari Buku Nasional ke-23.
Kegiatan ini diinisiasi oleh komunitas Boyolali Book Club (BBC) dan menggandeng berbagai komunitas lain, di antaranya Paguyuban Mas Mbak Boyolali, Duta Genre Boyolali, Read Aloud Boyolali, Satu Karsa, dan Maku Boyolali.
Koordinator Boyolali Book Club, Ni’matul Faizah, mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan menumbuhkan budaya membaca di kalangan masyarakat Boyolali. Ia menjelaskan, Hari Buku Nasional diperingati setiap 17 Mei karena bertepatan dengan hari berdirinya Perpustakaan Nasional pada 1980, dan mulai dipopulerkan oleh Menteri Pendidikan Nasional kala itu, Abdul Malik Fadjar, pada 2002.
“Format kegiatan kami sebenarnya sama seperti pekanan rutin BBC, yakni membaca buku selama 30 menit, lalu dilanjutkan dengan diskusi dan ulasan. Bedanya, kali ini kami mengajak berbagai komunitas lain agar gaungnya lebih luas,” ujar perempuan yang akrab disapa Niva itu, seperti dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews, Minggu (18/5/2025).
Ia menambahkan, pemilihan Pos Damkar sebagai lokasi kegiatan membawa pesan bahwa membaca bisa dilakukan di mana saja, tak harus di ruang perpustakaan atau tempat sunyi.
“Selama ada waktu dan niat, tempat apa pun bisa jadi ruang membaca. Kami ingin menghapus anggapan bahwa membaca itu eksklusif atau hanya untuk orang-orang pintar. Semua bisa dan boleh membaca,” tegasnya.
Kegiatan tersebut diikuti oleh peserta lintas usia, mulai dari remaja usia 13 tahun hingga orang dewasa berusia 50-an tahun, dengan dominasi kalangan usia 20-an. Mereka berasal dari latar belakang beragam, seperti pelajar, mahasiswa, guru, ASN, wirausaha, hingga pekerja swasta.
Selain meningkatkan minat baca, menurut Niva, kegiatan ini juga menjadi wadah untuk melatih keterampilan berbicara di depan umum, berdiskusi, serta memperluas wawasan lintas genre buku.
“Kadang kita hanya suka genre tertentu, tapi setelah mendengar ulasan buku dari orang lain, kita jadi tertarik mencoba genre yang sebelumnya tidak diminati. Dalam forum ini, siapa pun bisa menjadi murid dan guru dalam waktu yang sama,” katanya.
Salah satu peserta dari Paguyuban Mas Mbak Boyolali, Sinatriyo Berkahing Gusti, mengaku senang bisa mengikuti kegiatan tersebut. Menurutnya, membaca adalah aktivitas inklusif yang bisa dilakukan siapa saja.
“Saya baru pertama ikut, tapi langsung merasa nyaman. Kegiatan seperti ini penting untuk membangun literasi di masyarakat, khususnya di kalangan muda. Semoga bisa diperluas lagi ke sekolah-sekolah dan masyarakat umum,” ujarnya.
Niva berharap kegiatan semacam ini tidak hanya menjadi ajang seremonial tahunan, tetapi mampu membentuk kebiasaan baru di masyarakat Boyolali — yaitu membaca buku di ruang publik dengan bangga. Suhamdani
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.