JAYAPURA – Stasiun Geofisika Kelas I Jayapura mencatat sepanjang 2024, terjadi 4.512 kali gempa bumi di wilayah Papua. Jumlah ini terhitung sejak, 1 Januari hingga dengan 31 Desember 2024. Diketahui data tersebut lebih sedikit jika dibandingkan dengan tahun 2023 yang jumlahnya sebanyak 4.674 kali terjadi gempa bumi. Itu dipicu terjadinya gempa diawal Januari dan Februari 2023 lalu.
Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Jayapura Herlambang Hudha menuturkan dari jumlah tersebut, gempa bumi yang dapat dirasakan mencapai 63 kejadian. Hal itu Herlambang mengatakan karena Papua secara keseluruhan merupakan daerah dengan aktifitas gempa yang sangat tinggi, karena adanya zona subduksi sebelah Utara Papua yang membentuk sesar yang memicu tingginya seismisitas di Papua.
“Sebanyak 63 gempa itu mengguncang Sorong, Manokwari, Ransiki, Biak, Serui, Waropen, Fakfak, Nabire, Mamberamo, Sarmi, Kabupaten Jayapura, Keerom dan Kota Jayapura, ” jelas Herlambang dalam press rilis yang di terima Cenderawasih Pos, Kamis (2/1).
Ia menjelaskan, gempa bumi tersebut tercatat dengan distribusi magnitude bervariasi, mulai dari Magnitudo (M) M<=3 sebanyak 2.672 Kejadian, 3 <=M<= 5 sebanyak 1.792 kejadian, dan M>= 5 sebanyak 48 kejadian.
Tercatat, gempa itu dengan distribusi kedalaman D<= 60 Km (kedalaman kurang dari 60 Km) sebanyak 4.225. Kedalaman 60 =< D < 300 sebanyak 284, dan kedalaman lebih dari 300 Km (D>=300) sebanyak 3 Kejadian. Jelasnya, gempa yang signifikan dan berdampak adalah gempa dengan magnitudo besar dengan kedalaman dangkal.
Data dan informasi kegempaan yang disampaikan diharapkan bisa menjadi pertimbangan dalam perencanaan pembangunan di masa-masa yang akan datang. Sehingga bila terjadi gempa bumi, masyarakat dapat terhindar dari dampak yang terjadi.
Upaya mitigasi dengan meningkatkan pemahaman masyarakat terkait data dan informasi gempabumi dan tsunami dari BMKG sangat diperlukan. Hal itu penting untuk mengurangi resiko kerugian yang ditanggung oleh masyarakat. “Tanah Papua merupakan daerah dengan aktivitas gempa yang sangat tinggi. Ini karena adanya zona subduksi sebelah Utara Papua.” beber Herlambang.
Ia berpendapat bahwa upaya mitigasi dengan meningkatkan pemahaman masyarakat terkait data dan informasi gempabumi dan tsunami dari BMKG sangat diperlukan guna mengurangi risika kerugian jika terjadi gempa. “Pemahaman soal potensi gempa ini penting agar masyarakat juga bisa mengantisipasi jika sewaktu-waktu terjadi gempa,” tutup Herlambang. (kar/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos
JAYAPURA – Stasiun Geofisika Kelas I Jayapura mencatat sepanjang 2024, terjadi 4.512 kali gempa bumi di wilayah Papua. Jumlah ini terhitung sejak, 1 Januari hingga dengan 31 Desember 2024. Diketahui data tersebut lebih sedikit jika dibandingkan dengan tahun 2023 yang jumlahnya sebanyak 4.674 kali terjadi gempa bumi. Itu dipicu terjadinya gempa diawal Januari dan Februari 2023 lalu.
Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Jayapura Herlambang Hudha menuturkan dari jumlah tersebut, gempa bumi yang dapat dirasakan mencapai 63 kejadian. Hal itu Herlambang mengatakan karena Papua secara keseluruhan merupakan daerah dengan aktifitas gempa yang sangat tinggi, karena adanya zona subduksi sebelah Utara Papua yang membentuk sesar yang memicu tingginya seismisitas di Papua.
“Sebanyak 63 gempa itu mengguncang Sorong, Manokwari, Ransiki, Biak, Serui, Waropen, Fakfak, Nabire, Mamberamo, Sarmi, Kabupaten Jayapura, Keerom dan Kota Jayapura, ” jelas Herlambang dalam press rilis yang di terima Cenderawasih Pos, Kamis (2/1).
Ia menjelaskan, gempa bumi tersebut tercatat dengan distribusi magnitude bervariasi, mulai dari Magnitudo (M) M<=3 sebanyak 2.672 Kejadian, 3 <=M<= 5 sebanyak 1.792 kejadian, dan M>= 5 sebanyak 48 kejadian.
Tercatat, gempa itu dengan distribusi kedalaman D<= 60 Km (kedalaman kurang dari 60 Km) sebanyak 4.225. Kedalaman 60 =< D < 300 sebanyak 284, dan kedalaman lebih dari 300 Km (D>=300) sebanyak 3 Kejadian. Jelasnya, gempa yang signifikan dan berdampak adalah gempa dengan magnitudo besar dengan kedalaman dangkal.
Data dan informasi kegempaan yang disampaikan diharapkan bisa menjadi pertimbangan dalam perencanaan pembangunan di masa-masa yang akan datang. Sehingga bila terjadi gempa bumi, masyarakat dapat terhindar dari dampak yang terjadi.
Upaya mitigasi dengan meningkatkan pemahaman masyarakat terkait data dan informasi gempabumi dan tsunami dari BMKG sangat diperlukan. Hal itu penting untuk mengurangi resiko kerugian yang ditanggung oleh masyarakat. “Tanah Papua merupakan daerah dengan aktivitas gempa yang sangat tinggi. Ini karena adanya zona subduksi sebelah Utara Papua.” beber Herlambang.
Ia berpendapat bahwa upaya mitigasi dengan meningkatkan pemahaman masyarakat terkait data dan informasi gempabumi dan tsunami dari BMKG sangat diperlukan guna mengurangi risika kerugian jika terjadi gempa. “Pemahaman soal potensi gempa ini penting agar masyarakat juga bisa mengantisipasi jika sewaktu-waktu terjadi gempa,” tutup Herlambang. (kar/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos