Sudah Islah, Dualisme PPP Mencuat Lagi! Zainul Arifin Gugat Mardiono dan Minta Agus Suparmanto Jadi Ketum yang Sah

14 hours ago 6
Logo PPP | Wikipedia

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Polemik internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali menghangat. Meski kedua kubu sempat menyatakan islah, seorang pengurus partai tetap melayangkan gugatan hukum terhadap Ketua Umum PPP, Muhammad Mardiono, ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Gugatan tersebut diajukan oleh Muhamad Zainul Arifin, advokat sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) PPP Malaysia. Ia menilai, kepemimpinan Mardiono hasil Muktamar X tidak sah dan menyimpang dari mekanisme organisasi.

Perkara dengan nomor registrasi 678/Pdt.Sus-Parpol/2025/PN Jkt.Pst itu kini resmi disidangkan, dengan Mardiono sebagai Tergugat, sementara Agus Suparmanto (Wakil Ketua Umum PPP) dan Mahkamah Partai PPP masing-masing berstatus sebagai Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II.

Menurut Zainul, sengketa bermula dari pelaksanaan Muktamar X PPP yang digelar pada 27 September 2025 di Ancol. Dalam forum tersebut, Agus Suparmanto disebut telah terpilih sebagai Ketua Umum melalui mekanisme yang sah. Namun, tak lama setelah itu, muncul klaim dari kubu Mardiono yang menyatakan dirinya juga terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum.

“Dalam muktamar itu, Agus dipilih melalui prosedur resmi. Tapi kemudian muncul klaim sepihak bahwa Mardiono juga terpilih secara aklamasi, padahal sidang belum selesai. Dari sinilah muncul dualisme hasil muktamar,” ungkap Zainul usai sidang perdana, Rabu (22/10/2025).

Zainul menambahkan, Mahkamah Partai PPP sebenarnya telah menerbitkan surat keputusan pada 30 September 2025 yang menetapkan Agus Suparmanto sebagai Ketua Umum sah hasil Muktamar X. Namun, sehari kemudian, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) justru mengeluarkan keputusan yang menetapkan Mardiono sebagai Ketua Umum, sementara Agus turun menjadi Wakil Ketua Umum.

“Lalu pada 6 Oktober keluar lagi surat dari Kemenkumham yang memperkuat posisi Mardiono sebagai Ketum. Ini jelas di luar keputusan muktamar dan bertentangan dengan konstitusi partai,” tegasnya.

Ia menilai langkah tersebut tidak hanya melanggar mekanisme internal partai, tetapi juga menimbulkan ketidakpastian hukum di tubuh PPP. “Sebagai peserta muktamar, kami punya hak menentukan arah kepemimpinan partai. Tapi kami tidak dilibatkan dalam kesepakatan yang disebut islah itu. Jadi tidak bisa disebut sah,” lanjutnya.

Zainul juga menyebut, rekonsiliasi antara kubu Mardiono dan Agus Suparmanto dilakukan tanpa melalui forum muktamar, melainkan kesepakatan politik di luar jalur organisasi. Karena itu, menurutnya, “perdamaian” yang diklaim dua kubu tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Dalam petitumnya, Zainul meminta majelis hakim untuk menyatakan surat keputusan Mahkamah Partai tertanggal 30 September 2025 sah dan mengikat secara hukum, serta menetapkan Agus Suparmanto sebagai Ketua Umum PPP hasil Muktamar X.

Pada sidang perdana, Mardiono tidak hadir secara langsung dan diwakili oleh kuasa hukumnya, Erfandi. Sementara itu, pihak Agus Suparmanto dan Mahkamah Partai PPP belum tampak hadir.

Zainul menegaskan, langkah hukum yang ia tempuh bukan untuk memperkeruh suasana, melainkan untuk menegakkan aturan organisasi dan menjaga marwah partai. “Kalau keputusan muktamar saja bisa diabaikan begitu saja, bagaimana kita bisa bicara soal keadilan dan konstitusi partai?” ujarnya.

Ia berharap majelis hakim dapat memutus perkara ini secara objektif agar PPP dapat kembali pada landasan hukum yang benar. “Kami ingin PPP kembali tertib secara konstitusional, bukan berdasarkan kesepakatan politik yang tidak jelas dasar hukumnya,” tandas Zainul. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|