SUMUTPOS.CO – DEWAN Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Sumut) menilai tertahannya pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 bagi guru agama selama tiga tahun terakhir, merupakan cermin kegagalan sistem birokrasi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. DPRD Sumut, menegaskan persoalan tersebut berpotensi melanggar hak konstitusional aparatur sipil negara (ASN) dan tidak dapat lagi ditutup dengan alasan teknis administrasi.
Isu ini mengemuka dalam rapat kerja dan dengar pendapat gabungan Komisi A, Komisi C, dan Komisi E DPRD Sumut bersama Dinas Pendidikan (Disdik) Sumatera Utara (Sumut), Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumut, Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Inspektorat, serta perwakilan organisasi guru baru-baru ini.
Dalam forum tersebut terungkap, sejak 2023 hingga 2025 guru agama lintas agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu tidak menerima THR dan gaji ke-13, meski memiliki status kepegawaian, beban kerja, dan kewajiban yang sama dengan guru mata pelajaran umum yang haknya tetap dibayarkan setiap tahun.
Komisi E DPRD Sumut menegaskan, negara tidak boleh gagal hanya karena persoalan koordinasi antarinstansi. Menurutnya, ketidaksinkronan data antara Dinas Pendidikan dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumut menunjukkan lemahnya tata kelola pemerintahan yang berdampak langsung pada kesejahteraan pendidik.
Anggota DPRD Sumut, Dr H Ahmad Darwis, menyebutkan persoalan ini bukan hanya kelalaian administratif, tetapi sudah mengarah pada pelanggaran prinsip kesetaraan dalam birokrasi.
“Guru agama adalah ASN dan PPPK yang sah. Jika hak mereka tertahan bertahun-tahun, ini bukan kesalahan kecil. Negara wajib hadir dan bertanggung jawab,” ucap Ahmad Darwis, Jumat (19/12).
Ahmad Darwis pun mendesak Pemprov Sumut agar segera membenahi sistem administrasi penggajian, menyelaraskan data lintas lembaga, serta menuntaskan pembayaran seluruh THR dan gaji ke-13 yang tertunggak.
“Penyelesaian persoalan ini akan menjadi indikator komitmen pemerintah daerah dalam menegakkan keadilan dan kepastian hukum bagi aparatur negara,” ujarnya.
Ahmad Darwis menegaskan, pembahasan yang dilakukan harus berujung pada keputusan konkret, dan bukan hanya sekadar rekomendasi. Integrasi data guru lintas instansi, perbaikan administrasi penggajian, serta pembayaran THR dan gaji ke-13 yang tertunggak menjadi tuntutan utama yang wajib direalisasikan Pemprov Sumut.
“Kami (DPRD Sumut) memperjuangkan hak guru agama bukan sekadar persoalan anggaran, melainkan ujian kehadiran negara dalam menegakkan keadilan. Kita harus menghormati pengabdian pendidik, serta menjamin tidak ada diskriminasi dalam sistem pendidikan nasional,” pungkasnya. (map/azw)
SUMUTPOS.CO – DEWAN Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Sumut) menilai tertahannya pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 bagi guru agama selama tiga tahun terakhir, merupakan cermin kegagalan sistem birokrasi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. DPRD Sumut, menegaskan persoalan tersebut berpotensi melanggar hak konstitusional aparatur sipil negara (ASN) dan tidak dapat lagi ditutup dengan alasan teknis administrasi.
Isu ini mengemuka dalam rapat kerja dan dengar pendapat gabungan Komisi A, Komisi C, dan Komisi E DPRD Sumut bersama Dinas Pendidikan (Disdik) Sumatera Utara (Sumut), Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumut, Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Inspektorat, serta perwakilan organisasi guru baru-baru ini.
Dalam forum tersebut terungkap, sejak 2023 hingga 2025 guru agama lintas agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu tidak menerima THR dan gaji ke-13, meski memiliki status kepegawaian, beban kerja, dan kewajiban yang sama dengan guru mata pelajaran umum yang haknya tetap dibayarkan setiap tahun.
Komisi E DPRD Sumut menegaskan, negara tidak boleh gagal hanya karena persoalan koordinasi antarinstansi. Menurutnya, ketidaksinkronan data antara Dinas Pendidikan dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumut menunjukkan lemahnya tata kelola pemerintahan yang berdampak langsung pada kesejahteraan pendidik.
Anggota DPRD Sumut, Dr H Ahmad Darwis, menyebutkan persoalan ini bukan hanya kelalaian administratif, tetapi sudah mengarah pada pelanggaran prinsip kesetaraan dalam birokrasi.
“Guru agama adalah ASN dan PPPK yang sah. Jika hak mereka tertahan bertahun-tahun, ini bukan kesalahan kecil. Negara wajib hadir dan bertanggung jawab,” ucap Ahmad Darwis, Jumat (19/12).
Ahmad Darwis pun mendesak Pemprov Sumut agar segera membenahi sistem administrasi penggajian, menyelaraskan data lintas lembaga, serta menuntaskan pembayaran seluruh THR dan gaji ke-13 yang tertunggak.
“Penyelesaian persoalan ini akan menjadi indikator komitmen pemerintah daerah dalam menegakkan keadilan dan kepastian hukum bagi aparatur negara,” ujarnya.
Ahmad Darwis menegaskan, pembahasan yang dilakukan harus berujung pada keputusan konkret, dan bukan hanya sekadar rekomendasi. Integrasi data guru lintas instansi, perbaikan administrasi penggajian, serta pembayaran THR dan gaji ke-13 yang tertunggak menjadi tuntutan utama yang wajib direalisasikan Pemprov Sumut.
“Kami (DPRD Sumut) memperjuangkan hak guru agama bukan sekadar persoalan anggaran, melainkan ujian kehadiran negara dalam menegakkan keadilan. Kita harus menghormati pengabdian pendidik, serta menjamin tidak ada diskriminasi dalam sistem pendidikan nasional,” pungkasnya. (map/azw)

6 hours ago
4

















































