Waspada Politik Identitas Menjelang PSU Papua 2025

13 hours ago 3

JAYAPURA – Pemungutan Suara Ulang (PSU) pemilihan gubernur dan wakil gubernur Papua Papua sudah di depan mata. Berbagai langkah strategis dan persiapan tengah dilakukan Penyelenggara Pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Hanya saja menurut Pengamat Kebijakan Publik Papua yang juga merupakan Akademisi Methodeus Kosay ada hal yang patut diwaspadai yakni politik identitas yang menyinggung soal agama, ideologi, dan etnis. Pasalnya ini menjadi ”rumput kering yang mudah terbakar” jelang Pemilu. Karena itu masyarakat perlu mewaspadai untuk menghindari kekerasan dan diskusi yang tidak produktif bahkan terkesan hanya debat kusir.

Metho melihat kadang opini masyarakat dimanipulasi menjadi wadah sentimen-sentimen guna merebut simpati. Padahal cara-cara ini justru dikhawatirkan melahirkan stigma antar pemeluk agama. Publik diminta cerdas mensikapi euforia politik para elit yang terkesan kebabalasan dan menabrak rambu.

“Kami mengajak masyarakat Papua yang bermukim di delapan kabupaten/kota di Provinsi Papua dapat menilai dengan hati nuraninya dalam menggunakan hak pilihnya nanti,” kata Methodius dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/7). Disarankan sebelum memilih, masyarakat perlu mengenali latar belakang dan rekam jejak dari pasangan calon.

Ini bisa yang berkaitan dengan organisasi, kepemimpinan, dan kinerja masa lalu. Kemudian mempelajari visi, misi, dan program kerja yang ditawarkan, serta relevansinya dengan permasalahan yang dihadapi daerah. Hal ini ia sampaikan karena biasanya dalam orasi politik para pasangan calon maupun tim suksesnya, kebanyakan hannya saling sindir dengan narasi negatif untuk menjatuhkan paslon yang lain.

Kampanye politik identitas diakui belakangan ini marak digunakan. Identitas kelompok menjadi alat utama untuk meraih dukungan, membangun loyalitas, bahkan membangun kekuatan politik.

“Salah satu isu yang berkembang dalam politik identitas di Papua adalah agama dan suku, yang digunakan untuk menyerang salah satu kandidat. Praktik semacam itu tidak boleh dilakukan untuk menyerang salah satu kandidat sehingga terkesan menimbulkan kebencian,” jelasnya.

JAYAPURA – Pemungutan Suara Ulang (PSU) pemilihan gubernur dan wakil gubernur Papua Papua sudah di depan mata. Berbagai langkah strategis dan persiapan tengah dilakukan Penyelenggara Pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Hanya saja menurut Pengamat Kebijakan Publik Papua yang juga merupakan Akademisi Methodeus Kosay ada hal yang patut diwaspadai yakni politik identitas yang menyinggung soal agama, ideologi, dan etnis. Pasalnya ini menjadi ”rumput kering yang mudah terbakar” jelang Pemilu. Karena itu masyarakat perlu mewaspadai untuk menghindari kekerasan dan diskusi yang tidak produktif bahkan terkesan hanya debat kusir.

Metho melihat kadang opini masyarakat dimanipulasi menjadi wadah sentimen-sentimen guna merebut simpati. Padahal cara-cara ini justru dikhawatirkan melahirkan stigma antar pemeluk agama. Publik diminta cerdas mensikapi euforia politik para elit yang terkesan kebabalasan dan menabrak rambu.

“Kami mengajak masyarakat Papua yang bermukim di delapan kabupaten/kota di Provinsi Papua dapat menilai dengan hati nuraninya dalam menggunakan hak pilihnya nanti,” kata Methodius dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/7). Disarankan sebelum memilih, masyarakat perlu mengenali latar belakang dan rekam jejak dari pasangan calon.

Ini bisa yang berkaitan dengan organisasi, kepemimpinan, dan kinerja masa lalu. Kemudian mempelajari visi, misi, dan program kerja yang ditawarkan, serta relevansinya dengan permasalahan yang dihadapi daerah. Hal ini ia sampaikan karena biasanya dalam orasi politik para pasangan calon maupun tim suksesnya, kebanyakan hannya saling sindir dengan narasi negatif untuk menjatuhkan paslon yang lain.

Kampanye politik identitas diakui belakangan ini marak digunakan. Identitas kelompok menjadi alat utama untuk meraih dukungan, membangun loyalitas, bahkan membangun kekuatan politik.

“Salah satu isu yang berkembang dalam politik identitas di Papua adalah agama dan suku, yang digunakan untuk menyerang salah satu kandidat. Praktik semacam itu tidak boleh dilakukan untuk menyerang salah satu kandidat sehingga terkesan menimbulkan kebencian,” jelasnya.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|