JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al-Haythar, mengungkapkan alasan di balik langkahnya menjalin komunikasi dengan para duta besar asing di Indonesia terkait penanganan bencana alam yang melanda Aceh.
Pernyataan itu disampaikan Malik saat menyerahkan bantuan kemanusiaan kepada warga terdampak banjir dan longsor di Kabupaten Aceh Tamiang, Ahad (21/12/2025). Ia menegaskan bahwa Lembaga Wali Nanggroe tidak tinggal diam sejak bencana terjadi pada akhir November lalu.
“Kami juga tidak berdiam diri dari awal, kami menghubungi duta-duta asing,” ujar Malik, Selasa (23/12/2025).
Malik menjelaskan, upaya menjalin komunikasi dengan perwakilan negara sahabat dilakukan sebagai bagian dari ikhtiar membantu masyarakat Aceh yang terdampak bencana. Meski demikian, ia tidak merinci negara mana saja yang dihubungi.
Ia mengungkapkan bahwa sejumlah duta besar justru menunjukkan respons positif dengan menawarkan bantuan kemanusiaan. Namun, tawaran tersebut belum dapat direalisasikan karena adanya aturan pemerintah pusat terkait masuknya bantuan asing.
“Malahan mereka menawarkan bantuan, tapi tidak bisa kita terima kalau belum dibuka oleh pintu pusat kita,” kata mantan Perdana Menteri Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu.
Kendati akses bantuan internasional dibatasi, Malik menyebut sebagian dukungan dari luar negeri tetap mengalir melalui jalur organisasi nonpemerintah. Salah satunya berupa bantuan logistik seberat 15 ton yang disalurkan ke Aceh Tamiang. Bantuan tersebut dihimpun oleh Sekretariat Lembaga Wali Nanggroe bersama sejumlah lembaga lain.
Ke depan, Malik menegaskan komitmennya bersama Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, untuk terus berada di garda depan penanganan dampak bencana ekologi yang melanda wilayah paling barat Indonesia tersebut. Ia juga mengajak masyarakat Aceh untuk tetap solid dan bersabar menunggu realisasi janji bantuan dari pemerintah pusat.
“Kita harus sabar dan kita juga menunggu pemerintah yang sudah berjanji akan membantu,” tutur Malik.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat dampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tergolong sangat besar. Hingga 23 Desember 2025, jumlah korban meninggal dunia di tiga provinsi tersebut mencapai 1.106 jiwa, dengan 175 orang masih dinyatakan hilang.
Aceh menjadi wilayah dengan korban jiwa terbanyak, yakni 477 orang dari 18 kabupaten/kota terdampak. Disusul Sumatera Utara dengan 369 korban meninggal di 18 kabupaten/kota, serta Sumatera Barat dengan 260 korban meninggal di 16 kabupaten/kota. Jumlah korban luka dilaporkan mencapai sekitar 7.000 orang.
Kerusakan infrastruktur juga terbilang masif. Total rumah rusak di tiga provinsi mencapai 158.088 unit, dengan Aceh mencatat kerusakan terbanyak, yakni 115.678 rumah. Selain itu, tercatat sekitar 1.600 fasilitas umum mengalami kerusakan, meliputi fasilitas kesehatan, pendidikan, rumah ibadah, perkantoran, hingga jembatan. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

1 day ago
7

















































