Bupati Tapteng Siap Cabut IUP Sawit yang Picu Banjir dan Longsor

10 hours ago 5
Ilustrasi banjir rob | pixabay

TAPTENG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Bencana banjir dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera Utara, termasuk Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), mendorong Bupati Tapteng Masinton Pasaribu untuk melakukan evaluasi terhadap perizinan usaha perkebunan kelapa sawit di daerah tersebut.

Langkah evaluasi itu secara khusus menyasar izin usaha perkebunan (IUP) milik PT Tri Bahtera Srikandi (TBS) atau yang dikenal dengan nama Sago Nauli. Masinton menegaskan, izin-izin tersebut diterbitkan sebelum dirinya resmi menjabat sebagai Bupati Tapanuli Tengah pada 20 Februari 2025.

Masinton menjelaskan, PT TBS pertama kali mengantongi IUP pada tahun 2018, bersamaan dengan izin pendirian pabrik kelapa sawit di Desa Anggoli, Kecamatan Sibabangun. “Izin tersebut diterbitkan pada 25 Mei 2018 semasa bupati lama periode 2017–2022. Yang tandatangan IUP-nya Kepala Dinas Perizinan Erwin Marpaung atas nama bupati,” kata Masinton, Kamis (18/12/2025).

Tak hanya itu, perusahaan tersebut kembali memperoleh IUP seluas 249 hektare pada Juni 2023, saat Tapanuli Tengah dipimpin Penjabat Bupati. Izin lainnya kembali terbit pada 30 Oktober 2024.

Masinton mengungkapkan, ketika mulai menjabat, dirinya hanya mengetahui keberadaan IUP PT TBS di wilayah Kecamatan Sosorgadong. Namun setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, ditemukan aktivitas perkebunan sawit yang dinilai bermasalah karena berada di kawasan perbukitan dan daerah tangkapan air.

Pada Juni 2025, Masinton mengaku telah secara tegas meminta PT TBS menghentikan kegiatan penanaman sawit di Sosorgadong. “Karena berada di wilayah perbukitan, tangkapan air bersih, dan sebagian berada di kawasan hutan,” ujarnya.

Ia menegaskan, evaluasi IUP dilakukan secara menyeluruh tanpa pandang bulu. “Saya akan cabut IUP perusahaan yang terbukti melanggar peraturan meskipun ada IUP yang diterbitkan bupati sebelum saya,” kata Masinton.

Masinton juga mengungkapkan bahwa pada Juli 2025, pemerintah daerah bersama aparat berwenang telah menyegel aktivitas pembukaan lahan sawit PT TBS di kawasan perbukitan Kecamatan Kolang. “Dan saya pastikan itu tidak ada ijinnya dan merusak lingkungan,” tegasnya.

Sementara itu, penanganan dugaan pelanggaran lingkungan tersebut kini telah bergulir ke tingkat nasional. Badan Reserse Kriminal Mabes Polri bersama Kejaksaan Agung menggelar perkara terkait temuan kayu gelondongan yang terbawa banjir di wilayah Sumatera. Material kayu tersebut diduga berkaitan dengan aktivitas ilegal yang memicu bencana ekologis.

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Mohammad Irhamni menyebut peristiwa di Tapanuli sebagai kejahatan serius. Penyidik, kata dia, akan menerapkan pasal tindak pidana lingkungan hidup hingga pencucian uang.

Menurut Irhamni, penyidik masih mendalami pihak-pihak yang harus bertanggung jawab secara pidana. Hingga kini, belum ada tersangka yang ditetapkan. “Penyidik masih mengumpulkan bukti-bukti termasuk memeriksa saksi-saksi,” ujarnya.

Ia menyebutkan, total 19 saksi telah diperiksa, terdiri dari 16 karyawan PT TBS dan tiga saksi ahli dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, Balai Pengelolaan Hutan Lestari, serta ahli pertanahan. Pengumuman tersangka disebut berpeluang dilakukan dalam waktu dekat.

Dari pihak kejaksaan, Direktur D Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Sugeng Riyanta memastikan proses gelar perkara dilakukan bersama kepolisian. “Kami akan bersama-sama memfaktakan ini menjadi fakta yuridis dan nanti akan kita bawa ke pengadilan,” kata Sugeng.

Sugeng menegaskan, koordinasi antara kejaksaan dan kepolisian dilakukan secara intensif agar penanganan perkara berjalan efektif. Ia menyebut bukti-bukti atas dugaan kejahatan lingkungan tersebut sangat jelas. “Bukti-buktinya nyata, peristiwanya nyata, korbannya nyata, tidak bisa dibantah lagi,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur PT TBS Nur Kholis membenarkan bahwa dirinya telah diperiksa oleh Bareskrim Polri bersama jajaran manajemen perusahaan. “Saya dimintai keterangan sebagai saksi,” katanya.

Namun, Nur Kholis membantah tudingan bahwa perusahaannya melakukan pembabatan hutan. Ia menegaskan, lahan yang dikelola PT TBS merupakan hasil pembelian atau ganti rugi dari lahan warga yang sebelumnya berstatus eks hak pengusahaan hutan (HPH) PT Teluk Nauli.

Menurutnya, di atas lahan tersebut tidak terdapat kawasan hutan lindung. “Yang ada hanyalah tanaman warga seperti durian dan tanaman lainnya. Bukan kayu hutan apalagi hutan lindung,” kata Nur Kholis. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|