Di Tengah Keterbatasan Fiskal Pemerintah Dituntut Berkolaborasi

7 hours ago 2

JAYAPURA – Pemerintahan di Papua hari ini dihadapkan pada ujian serius di tengah ruang fiskal yang semakin sempit. Sementara publik menuntut pemerintah harus ada percepatan layanan dasar bagi masyarakat. Layanan dasar tersebut diantaranya; pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. sementara di satu sisi kapasitas anggaran daerah kian tertekan.

Menanggapi kondisi ini, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Cenderawasih (Uncen) Lily Bauw menyebut tantangan ini tidak bisa disikapi dengan rutinitas birokrasi, tetapi dengan keberanian untuk berinovasi dan menata ulang kebutuhan yang prioritas.

Menurutnya, kebutuhan publik di Papua sangat mendasar. Masih banyak anak di wilayah pedalaman belum bersekolah, angka kematian ibu dan bayi masih tinggi, dan banyak kampung yang terisolasi karena infrastruktur yang belum terbangun.

“Situasi ini menuntut kepemimpinan yang berani mengambil keputusan strategis dan memastikan setiap rupiah anggaran digunakan langsung untuk rakyat,” kata Lily dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/10).

Namun, ruang fiskal daerah kini semakin terbatas. Pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2026 memangkas Dana Transfer ke Daerah (TKD) sebagai konsekuensi kebijakan penguatan program nasional.

Dampaknya nyata, kata dosen tata negara itu, kemampuan daerah untuk membiayai layanan publik ikut menyempit. Di sinilah pentingnya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), bukan sekadar untuk menambal kekurangan, tetapi untuk menjaga kemandirian fiskal dan keberlanjutan pelayanan dasar.

Di tengah keterbatasan tersebut, sinergi pembiayaan menjadi kunci pemerintah daerah harus membangun kolaborasi dengan mitra pembangunan seperti; pemerintah pusat, lembaga donor, dan sektor swasta.

Hal ini dilakukan agar beban fiskal tidak ditanggung sendiri. Pendekatan ini bukan hanya soal tambahan dana, tetapi memperkuat tata kelola, akuntabilitas, dan kapasitas implementasi di lapangan.

JAYAPURA – Pemerintahan di Papua hari ini dihadapkan pada ujian serius di tengah ruang fiskal yang semakin sempit. Sementara publik menuntut pemerintah harus ada percepatan layanan dasar bagi masyarakat. Layanan dasar tersebut diantaranya; pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. sementara di satu sisi kapasitas anggaran daerah kian tertekan.

Menanggapi kondisi ini, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Cenderawasih (Uncen) Lily Bauw menyebut tantangan ini tidak bisa disikapi dengan rutinitas birokrasi, tetapi dengan keberanian untuk berinovasi dan menata ulang kebutuhan yang prioritas.

Menurutnya, kebutuhan publik di Papua sangat mendasar. Masih banyak anak di wilayah pedalaman belum bersekolah, angka kematian ibu dan bayi masih tinggi, dan banyak kampung yang terisolasi karena infrastruktur yang belum terbangun.

“Situasi ini menuntut kepemimpinan yang berani mengambil keputusan strategis dan memastikan setiap rupiah anggaran digunakan langsung untuk rakyat,” kata Lily dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/10).

Namun, ruang fiskal daerah kini semakin terbatas. Pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2026 memangkas Dana Transfer ke Daerah (TKD) sebagai konsekuensi kebijakan penguatan program nasional.

Dampaknya nyata, kata dosen tata negara itu, kemampuan daerah untuk membiayai layanan publik ikut menyempit. Di sinilah pentingnya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), bukan sekadar untuk menambal kekurangan, tetapi untuk menjaga kemandirian fiskal dan keberlanjutan pelayanan dasar.

Di tengah keterbatasan tersebut, sinergi pembiayaan menjadi kunci pemerintah daerah harus membangun kolaborasi dengan mitra pembangunan seperti; pemerintah pusat, lembaga donor, dan sektor swasta.

Hal ini dilakukan agar beban fiskal tidak ditanggung sendiri. Pendekatan ini bukan hanya soal tambahan dana, tetapi memperkuat tata kelola, akuntabilitas, dan kapasitas implementasi di lapangan.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|