SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Jajaran kepolisian Polres Sragen berhasil mengungkap jaringan pengedar uang palsu yang meresahkan masyarakat, terutama para pedagang dan pemilik warung kelontong di wilayah Sragen, Jawa Tengah. Para pelaku diketahui menjalankan aksinya di Desa Gabus, Kecamatan Ngrampal.
Uang palsu tersebut dicetak di wilayah Wonosari, Yogyakarta, oleh tersangka Bagus Maudi Sapara dan WS (saat ini masih buron). Mereka dibantu oleh Risqiyan Wahyu Wijaya serta seorang anak di bawah umur yang dikenal dengan nama alias Gareng.
Kapolres Sragen, AKBP Petrus Parningotan Silalahi, menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini bermula dari laporan Suparmi, pemilik Warung Ngasem Made Wetan, pada Rabu (7/5/2025) sekitar pukul 11.00 WIB. Ia curiga dengan uang pecahan Rp100.000 yang digunakan oleh salah satu pelaku untuk membeli rokok.
“Pelapor merasa ada kejanggalan pada uang yang diterimanya, sehingga ia berinisiatif mencari pelaku yang diketahui kabur menggunakan mobil Toyota Avanza berwarna biru metalik. Mobil tersebut kemudian terpantau berhenti di Indomaret Tangen,” jelas AKBP Petrus.
Dari hasil penyelidikan, polisi menemukan bahwa para pelaku mencetak uang palsu dalam berbagai pecahan, yakni Rp100.000, Rp50.000, Rp20.000, Rp5.000, bahkan hingga mata uang asing USD50. Alat yang digunakan antara lain laptop, printer, gunting kertas besar, lem, dan sapu lidi.
Petugas segera mengamankan ketiga pelaku beserta barang bukti, termasuk uang palsu yang ditemukan di dalam tas pinggang Risqiyan dan di bawah setir mobil.
Dalam aksinya, Risqiyan berperan sebagai pengedar dan pembelanja uang palsu, serta menyimpan uang tersebut di dalam tas pinggangnya dari Yogyakarta hingga Sragen. Bagus Maudi Sapara bertugas mencetak dan memilah uang palsu yang rusak, sedangkan Gareng (anak di bawah umur) turut mengedarkan dan membelanjakan uang palsu pecahan Rp100.000 di warung-warung.
Kapolres menambahkan, seluruh pelaku mengetahui bahwa uang tersebut adalah palsu dan tetap secara sadar membelanjakannya. Mereka dijerat dengan Pasal 36 Ayat (3) Jo Pasal 26 Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp50 miliar.
Huri Yanto
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.