Pulau Kecil di Karimun Hancur Akibat Tambang, Jejak Izin Lama Disorot

5 hours ago 4
Kondisi pulau Propos di Karimun, Riau | Google earth

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Isu kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan kembali mencuat dan menyita perhatian publik. Kali ini, sorotan tertuju pada Pulau Propos, sebuah pulau kecil di Desa Ngal, Kecamatan Ungar, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, yang kondisinya kini tampak rusak parah.

Penampakan Pulau Propos ramai diperbincangkan di media sosial setelah citra satelit Google Earth memperlihatkan sebagian besar wilayah pulau itu telah berubah menjadi lahan tandus. Vegetasi nyaris hilang, menyisakan sedikit pepohonan di tepi pulau, sementara bagian tengahnya tampak berupa hamparan tanah terbuka bekas galian tambang dan cekungan yang menyerupai kolam.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Riau melalui Analis Kebijakan, Reza Muzzamil Jufri, membenarkan bahwa Pulau Propos merupakan bekas lokasi tambang bauksit. Ia menjelaskan, izin pertambangan di pulau tersebut diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Karimun pada 2010.

“Saat kewenangan izin tambang dipindahkan ke Provinsi tahun 2016, izin di Pulau Propos sudah berakhir,” kata Reza.

Reza menambahkan, seiring berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, kewenangan pengelolaan usaha pertambangan mineral dan batu bara kini sepenuhnya berada di tangan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM, sejak 11 Desember 2020.

“Saat ini daerah hanya mengelola kegiatan usaha pertambangan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan setelah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022,” ujarnya.

Lebih lanjut, Reza mengungkapkan bahwa aktivitas tambang bauksit di Pulau Propos melibatkan dua perusahaan. Pertama, PT Bukit Merah Indah yang mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) berdasarkan SK Bupati Karimun Nomor 141 tertanggal 4 Agustus 2010 dengan masa berlaku lima tahun dan luas konsesi 88 hektare. Kedua, PT Aneka Alam Anugerah dengan IUP Operasi Produksi melalui SK Bupati Karimun Nomor 145A tertanggal 12 Agustus 2010, berlaku selama tiga tahun dengan luas wilayah tambang 50 hektare.

“Tidak ada catatan di Dinas ESDM Provinsi kapan rentang waktu dilaksanakannya penambangan kedua PT tersebut, mengingat kewenangan pada saat itu masih di pemerintah kabupaten,” kata Reza.

Ia juga menyebutkan, sejak peralihan kewenangan ke pemerintah provinsi pada 2016 hingga beralih ke pemerintah pusat pada akhir 2020, tidak pernah ada laporan reklamasi atau pemulihan lingkungan pascatambang yang disampaikan kedua perusahaan tersebut.

“(Kalau urusan reklamasi pascatambang) saat ini di Minerba pemerintah pusat,” jelasnya.

Kondisi serupa, kata Reza, juga terjadi di Pulau Kas yang berdekatan dengan Pulau Propos. Hampir 90 persen wilayah Pulau Kas dilaporkan telah rusak akibat aktivitas tambang bauksit. Izin tambang di pulau tersebut juga dimiliki PT Bukit Merah Indah, yang diterbitkan Bupati Karimun sejak Juni 2007 selama dua tahun dan diperpanjang pada Agustus 2009 untuk jangka waktu tiga tahun, dengan luas konsesi mencapai 175 hektare.

Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perdagangan, dan ESDM Kabupaten Karimun, Basori, belum memberikan tanggapan terkait izin tambang yang pernah dikeluarkan pemerintah daerah setempat.

Dari sisi masyarakat sipil, Juru Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Alfarhat Kasman, menilai aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil tetap melanggar aturan, meskipun izin dikeluarkan pemerintah daerah.

“Jadi tetap melanggar aturan itu, apalagi tidak ada reklamasi pascatambang. Harusnya perusahaan mengeluarkan jaminan biaya pascatambang. Sekarang bisa dilacak ke mana perginya anggaran itu,” kata Alfarhat.

Ia menegaskan, dampak kerusakan lingkungan akibat tambang tidak berhenti pada satu pulau saja, melainkan dapat memicu bencana di wilayah lain.

“Jadi kerusakan pascatambang itu tidak dirasakan berdasarkan wilayah administrasi, bisa saja deforestasi dilakukan di pulau kecil itu, dampaknya ke darat pulau lain,” ujarnya.

Dari tingkat desa, Kepala Desa Ngal, Kecamatan Ungar, Yusril, mengakui kondisi Pulau Propos kini memprihatinkan. Ia mengatakan sebelum aktivitas tambang, pulau tersebut merupakan lahan perkebunan karet warga.

“Sekarang warga mau berkebun lagi tidak bisa, hanya sebagian kebun tersisa,” kata Yusril kepada Tempo, Rabu (24/12/2025).

Yusril menambahkan, meski tidak ada laporan dampak lingkungan langsung terhadap permukiman, warga mengeluhkan lahan yang tak lagi bisa digarap. Selain itu, muncul persoalan lain terkait sertifikat tanah milik warga.

“Dulu perusahan sewa pakai dengan mengambil sertifikat asli pemilik tanah, katanya sampai sekarang belum dikembalikan surat aslinya, masih sama perusahaan,” ungkapnya.

Akibatnya, sejumlah warga kesulitan mengakses dan mengelola kembali lahan mereka. Hingga kini, pihak perusahaan terkait masih belum memberikan keterangan resmi meski telah dihubungi. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|