
JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kendati di luaran geliat pemakzulan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden menguat, namun peluang upaya tersebut di tingkat parlemen tipis.
Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai bahwa wacana pemakzulan tersebut hampir mustahil terealisasi secara politik. Alasannya, mayoritas fraksi di DPR saat ini berada dalam barisan koalisi pendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran.
“Peta politik di parlemen cenderung kondusif. Mayoritas fraksi justru mendukung penuh kebijakan strategis pemerintah. Sampai saat ini, belum ada satu pun fraksi yang secara agresif mendorong atau mengawal usulan pemakzulan ini. Masih senyap,” ujar Adi melalui pesan tertulis, Jumat (5/6/2025).
Dari delapan partai politik yang lolos ke DPR, hanya PDI Perjuangan yang belum menyatakan dukungan resmi kepada pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun, partai berlambang banteng itu juga tidak mengambil posisi oposisi secara terbuka, melainkan menyebut diri sebagai mitra kritis.
Peneliti politik dari BRIN, Wasisto Raharjo Jati, menambahkan bahwa secara konstitusional, pemakzulan tidak bisa dilakukan sembarangan. Prosedurnya panjang dan ketat, dimulai dari persetujuan dua pertiga anggota DPR, dilanjutkan dengan pengujian di Mahkamah Konstitusi (MK), dan baru kemudian ditindaklanjuti di Sidang Istimewa MPR.
“Dengan koalisi pemerintah yang begitu solid, apalagi PDIP pun tidak secara tegas berada di luar pemerintahan, akan sangat sulit bagi usulan ini untuk lolos,” kata Wasisto, Kamis (5/6/2025).
Adapun desakan pemakzulan Gibran bermula dari surat resmi Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang dikirim ke MPR dan DPR pada 2 Juni 2025. Dalam surat bernomor 003/FPPTNI/V/2025 itu, mereka menilai pencalonan Gibran pada Pilpres 2024 sarat konflik kepentingan, lantaran keterlibatan pamannya, Anwar Usman, yang kala itu menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi.
Forum tersebut juga menyoroti dugaan pelanggaran prinsip imparsialitas lembaga peradilan dan menyinggung akun media sosial yang dikaitkan dengan Gibran sebagai bagian dari argumentasi mereka.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid, membenarkan bahwa surat itu sudah berada di meja Ketua MPR. Namun hingga kini, pimpinan MPR belum menjadwalkan rapat pembahasan surat tersebut.
“Belum ada undangan untuk membahasnya. Kita tunggu saja inisiatif dari Ketua MPR,” kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (5/6/2025).
Sementara itu, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDIP, Bambang Wuryanto, mengungkapkan bahwa pimpinan MPR akan mempertimbangkan legalitas dan urgensi surat sebelum memutuskan tindak lanjut. Ia menyebut tidak semua surat dari publik bisa langsung dibahas, kecuali berasal dari lembaga negara atau institusi resmi.
“Kami akan nilai dulu lembaganya. Kalau dari institusi resmi biasanya langsung kami tindak lanjuti. Tapi kalau tidak, ya perlu ditelaah lebih dulu,” ujar Bambang yang akrab disapa Bambang Pacul.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, mengaku belum membaca isi surat tersebut karena masih berada di tangan Sekretaris Jenderal DPR. “Saya belum bisa menanggapi karena belum membaca suratnya,” ujar Dasco, Rabu (3/6/2025).
Di sisi lain, pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona, menilai argumentasi hukum Forum Purnawirawan TNI belum cukup kuat untuk menjadi dasar pemakzulan. Secara politik pun, ia menilai sangat kecil kemungkinan DPR akan menindaklanjuti usulan tersebut.
“Komposisi DPR saat ini masih dikuasai partai-partai yang mencalonkan dan mendukung Gibran. Ini mirip seperti saat isu hak angket Pilpres 2024. Ramai di luar, tapi senyap di dalam,” tutur Yance.
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.