DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Anggota Komisi V DPR RI Musa Rajekshah mendesak Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) segera mengambil langkah nyata untuk menangani kondisi pemukiman warga yang rusak parah akibat rangkaian bencana banjir dan longsor di Sumatera Utara. Desakan ini disampaikan Ijeck, sapaan akrabnya, saat rapat koordinasi di Bandara Kualanamu, Rabu (10/12/2025).
Ijeck menegaskan bahwa ribuan warga kini berada dalam ketidakpastian setelah rumah mereka rusak berat hingga hilang total diterjang longsor. Menurutnya, pemerintah pusat melalui Kementerian PKP harus segera menentukan kebijakan: apakah warga akan direlokasi atau dibangunkan rumah baru.
“Rumah-rumah mereka banyak yang rusak bahkan tidak terlihat lagi karena diterjang longsor. Kita tidak bisa membiarkan masyarakat terlalu lama tinggal di tempat pengungsian. Mereka butuh rumah, butuh kepastian,” ujar mantan Wakil Gubernur Sumut tersebut.
Selain masalah tempat tinggal, Ijeck juga menyoroti kondisi kesehatan para korban. Ia menyebut sejak hari pertama bencana, pihaknya telah mengerahkan tim untuk membantu evakuasi warga terjebak banjir di Medan, termasuk pengiriman tim kesehatan.
“Sudah banyak korban yang mulai terserang ISPA, diare, hingga penyakit kulit. Jadi pemerintah jangan hanya fokus pada satu aspek saja. Penanganan pasca bencana harus menyeluruh,” tegasnya.
Ijeck juga menyinggung parahnya banjir yang melanda Kota Medan. Menurutnya, banjir kali ini merupakan yang terburuk dalam sejarah kota tersebut. “Saya sejak hari pertama bencana melanda di Kota Medan sudah meminta tim untuk turun melakukan evakuasi terhadap warga yang terjebak banjir. Kemudian kita juga menurunkan tim kesehatan, karena korban sudah mulai ada yang terjangkit ISPA, diare bahkan penyakit kulit,” ungkapnya.
Ia menilai banjir semakin buruk akibat menyusutnya ruang terbuka hijau dan lemahnya perencanaan tata kota. Masifnya pembangunan tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan, kata Ijeck, menjadi faktor yang tak bisa diabaikan. “Rumah Dinas Gubernur saja ikut kebanjiran. Ini alarm keras bagi kita,” katanya.
Tak hanya itu, Ijeck juga mendesak Kementerian Pekerjaan Umum untuk memperkuat infrastruktur penahan longsor di jalur-jalur rawan. Data yang ia terima menunjukkan bahwa hampir setiap tahun terjadi longsor yang merusak badan jalan karena kurangnya pembangunan retaining wall.
“Kalau dibiarkan, kerusakan akan terus berulang dan beban negara semakin besar untuk memperbaikinya. Retaining wall harus segera dibangun di titik-titik rawan,” tegasnya.
Ijeck berharap pemerintah pusat dan daerah dapat menyusun program strategis jangka panjang dalam mitigasi bencana dan pemulihan infrastruktur. “Ini bukan hanya soal memperbaiki yang rusak, tapi mencegah kerusakan jauh lebih besar di masa depan,” pungkasnya.
Dana Tak Terduga Bisa Dipakai untuk Pemulihan
Terpisah, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumatera Utara, Zeira Salim Ritonga, menegaskan bahwa Dana Biaya Tak Terduga (BTT) dapat digunakan untuk mendukung pemulihan pascabencana yang saat ini melanda sejumlah daerah di Sumut.
Menurutnya, mekanisme pemanfaatan dana tersebut memang fleksibel, terutama ketika terjadi bencana dengan dampak yang luas.
Zeira menjelaskan bahwa secara prinsip, BTT digunakan saat bencana sedang berlangsung. Namun untuk tahap pemulihan pascabencana, pembiayaan diarahkan melalui dinas-dinas terkait sesuai jenis kerusakan yang harus ditangani.
“Dana tak terduga itu memang anggaran yang dipakai saat bencana terjadi. Tetapi untuk pascabencana, pembiayaannya akan masuk ke pos dinas yang membutuhkan, misalnya Dinas PUPR untuk kerusakan jalan, Dinas Pendidikan untuk sekolah, dan Dinas Kesehatan,” ujarnya kepada Sumut Pos, Rabu (10/12/2025).
Zeira menyampaikan bahwa Banggar DPRD Sumut berharap tahun 2026 tidak kembali dilanda bencana besar seperti yang terjadi saat ini. Namun, jika situasi menuntut penambahan anggaran, pihaknya siap meninjau ulang dan meningkatkan pos penanggulangan bencana.
“Kita berharap tahun 2026 tidak ada bencana seperti sekarang. Tapi kalau situasinya berubah, pos Rp70 miliar itu bisa kita tingkatkan, supaya penanganan bencana tidak terhambat,” tegasnya.
Lebih jauh, Zeira menegaskan bahwa BTT tetap dapat dipakai untuk pemulihan meskipun rencana anggaran yang tertuang dalam APBD 2026 belum sepenuhnya sesuai nomenklatur. Selama proses penganggaran belum final, pemerintah daerah memiliki ruang luas melakukan penyesuaian.
“Misalnya anggaran 2026 sudah disusun, lalu terjadi bencana. Kalau ada kegiatan yang tidak sesuai nomenklatur, itu dapat disesuaikan untuk pemulihan. Kita masih di tahun 2025, APBD juga belum selesai, dan rekomendasi Kemendagri belum turun,” jelasnya.
Dengan kondisi itu, lanjut Zeira, Gubernur Sumut masih memiliki kewenangan untuk melakukan pergeseran belanja demi percepatan perbaikan pascabencana. “Jadi, Rp70 miliar itu bisa digunakan ketika anggaran sudah berjalan dan diperlukan untuk perbaikan pascabencana,” pungkasnya. (zan/san/ila)

1 day ago
6

















































