Soal Tambang Ormas, Yenny Wahid Sebut Ada Menteri Ngotot dan Beraroma Partisan  

3 hours ago 1
Yenny Wahid | Wikipedia

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Wacana pemberian izin pengelolaan tambang kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan kembali menuai sorotan tajam. Yenny Wahid secara terbuka mengingatkan Nahdlatul Ulama (NU) agar tidak terseret dalam pusaran kepentingan politik yang dibungkus kebijakan ekonomi.

Putri kedua Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menilai, kebijakan tambang untuk ormas berpotensi menempatkan NU hanya sebagai alat legitimasi bagi agenda tertentu. Karena itu, ia meminta NU bersikap hati-hati dan tidak kehilangan jati diri sebagai organisasi keumatan.

Peringatan tersebut disampaikan Yenny dalam sambutannya pada peringatan Haul ke-16 Gus Dur di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Rabu (17/9/2025) malam. Di hadapan para kiai dan jamaah, Yenny mengungkap kegelisahannya terhadap dinamika yang belakangan berkembang di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Dalam kesempatan itu, Yenny juga membeberkan hasil diskusi pribadinya dengan mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Dari perbincangan tersebut, Yenny menyebut Luhut justru menolak kebijakan konsesi tambang untuk ormas sejak awal.

“Beliau (Luhut) menyatakan, ‘Sejak awal saya tidak setuju ormas itu diberi tambang, maka itu saya tidak mau tanda tangan’,” ujar Yenny menirukan pernyataan Luhut.

Menurut Yenny, penolakan tersebut dilandasi pemahaman Luhut tentang kompleksitas dan risiko besar dalam pengelolaan sektor pertambangan. Jika tidak dikelola secara tepat, tambang justru berpotensi memicu konflik dan perpecahan.

“Beliau tahu susahnya mengelola tambang. Kalau tidak dikelola dengan ‘tangan dingin’, tambang justru akan menyebabkan perpecahan,” lanjutnya.

Namun, kegelisahan Yenny kian menguat ketika ia mengetahui adanya seorang menteri yang disebut sangat ngotot mendorong Presiden agar izin tambang bagi ormas segera diteken.

“Yang lebih saya khawatirkan lagi adalah bahwa saya tanya kepada Pak Luhut, siapa yang ngotot untuk memberikan izin tambang? Dikatakan ada seorang menteri yang ngotot memberikan tambang,” kata Yenny.

Ia mencium aroma kepentingan politik di balik dorongan tersebut. Yenny bahkan mengaku mendapat informasi dari kalangan jurnalis bahwa izin tambang itu diberikan kepada ormas-ormas keagamaan yang memiliki afiliasi dengan partai politik tertentu.

“Nah, ternyata sekarang ada beberapa teman-teman wartawan mengatakan, bahwa menteri itu memberikan izin tambang untuk ormas-ormas keagamaan yang berafiliasi dengan partainya,” ujarnya.

Situasi inilah yang membuat Yenny khawatir NU hanya dimanfaatkan untuk kepentingan di luar tujuan perjuangannya.

“Ini berarti NU hanya dipakai sebagai muhalil saja, hanya sebagai alat legitimasi. Jangan sampai NU masuk ke dalam ‘jebakan Batman’ semacam ini. NU itu besar, tugas kita semua untuk menjaganya,” tegas Yenny.

Ia menilai potensi perpecahan akibat persoalan tambang sudah berada di depan mata. Karena itu, Yenny mendukung agar konsesi tambang tersebut dikembalikan kepada negara. Jika pemerintah ingin membantu ormas keagamaan, menurutnya, bantuan seharusnya diberikan dalam bentuk yang lebih aman dan langsung menyentuh kepentingan umat.

“Lebih baik uangnya saja, bisa dipakai untuk membangun sekolah, pondok pesantren, atau rumah sakit. Itu jauh lebih bermanfaat,” ucapnya.

Yenny juga menyampaikan permohonan maaf jika pandangannya menyinggung sebagian pihak. Namun, ia menegaskan sikap tersebut lahir dari tanggung jawab moral untuk menjaga kehormatan NU.

“Jamiah Nahdlatul Ulama ini jauh lebih besar dari urusan remeh-temeh seperti tambang. Mari kita selamatkan organisasi ini agar tetap menjadi payung besar bagi umat Islam di Indonesia dan dunia,” tandasnya.

Di sisi lain, Direktur Jaringan Moderat Islam, Islah Bahrawi, turut menyoroti polemik tambang yang menurutnya menjadi sumber konflik di internal PBNU. Ia menyebut isu tersebut sebagai akar persoalan yang selama ini memicu ketegangan.

“Saya pastikan memang, persoalan konflik di PBNU itu persoalam tambang. Kalau ada gus atau kiai yang menolak bukan karena tambang, ayo debat sama saya,” kata Islah dalam wawancara di kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, Jumat (19/12/2025).

Islah juga mengungkap adanya keterikatan finansial antara PBNU dan perusahaan-perusahaan besar terkait konsesi tersebut. Nilai komitmen yang disebutnya tidak kecil.

“PBNU terikat Rp40 miliar sejak awal dengan perusahaan-perusahaan ini. Jadi kalau memang PBNU pada ujungnya tidak bekerja sama dengan perusahaan ini, yang dirugikan orang-orang komitmen puluhan miliar ini,” jelasnya.

Ia menambahkan, izin usaha pertambangan (IUP) tersebut diterbitkan ketika Presiden Joko Widodo masih menjabat.

“IUP ini kan dikeluarkan di jaman Pak Jokowi, jadi bagaimana yah. Kalau mau dibilang kita berprasangka buruk, atau berpura-pura tak berprasangka buruk, repot juga,” pungkas Islah. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|