Tak Ikuti Petunjuk Jaksa dalam Kasus Pagar Laut, Pakar Hukum : Citra Polri Bisa Makin Redup, Patut Dipertanyakan

14 hours ago 11
Pakar Hukum UNS, Muhammad Rustamaji (kiri) dan Pengamat Hukum, Badrus Zaman (kanan) saat menjadi narasumber diskusi hukum. Foto: dok panitia

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penolakan penyidik Polri terhadap petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara dugaan tindak pidana pada proyek Pagar Laut terus mendapat sorotan dari sejumlah pihak.
Pengamat Hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Muhammad Rustamaji, SH. MH, menilai tindakan penyidik Polri yang menolak petunjuk JPU itu harus dikoreksi. Karena jika dibiarkan akan merembet kepada kasus-kasus yang lain yang ujungnya merusak prinsip dasar dalam sistem peradilan pidana terpadu yang diiterapkan di Indonesia.

Dikatakannya, dalam sistem hukum Indonesia, hubungan antara penyidik dan penuntut umum tidak dapat dipisahkan dan diatur secara eksplisit dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Penyidik kepolisian seharusnya mau menerima setiap petunjuk jaksa dalam pengusutan kasus. Karena yang bertanggung-jawab dalam pembuktian di persidangan adalah jaksa selaku penuntut umum bukan penyidik polisi,” paparnya dalam diskusi online Jarcomm Nusantara Seri IV bertema “Polisi Tolak Petunjuk Jaksa dalam Kasus Pagar Laut. Ada Apakah?”, pada Jumat (2/5/2025).

Seperti diketahui, dalam kasus Pagar Laut yang ramai tersebut, penyidik Bareskrim bersikukuh memakai Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen. Sementara Kejaksaan Agung (Kejagung) yakin menjerat pelaku dengan UU tindak pidana korupsi (Tipikor). Sehingga memberikan masukan kepada penyidik Polri agar juga memasukkan jeratan tindak pidana korupsi.

Rustamaji menilai, petunjuk dari Kejaksaan yang menilai kasus Pagar Laut masuk tuduhan tindak pidana korupsi itu masuk akal. Terlebih Pagar Laut yang membentang sepanjang 30,6 km, dinilai sistematis. Selain kerugian mencapai mencapai puluhan miliar, ada 20 perusahaan besar bisa-bisanya memiliki 260 SHM di Pagar Laut.

“Kejaksaan tidak akan serampangan dalam memberikan petunjuk. Jadi kalau hanya Pasal 263 yang diputuskan Bareskrim Polri tidak layak untuk kasus sebesar itu. Patut dicurigai dan dipertanyakan,” katanya.
Lebih lanjut Rustamaji menjelaskan, jika kepolisian bersikukuh dengan Pasal 263 dan tidak membuka jalan UU Tipikor seperti petunjuk jaksa, justru ke depan nama Polri jadi taruhan. Mengingat Pagar Laut adalah kasus besar dan ekspektasi masyarakat begitu besar.

Bahkan kasus Pagar Laut yang muncul Januari 2025 lalu, ternyata tidak hanya dilaporkan ke polisi. Tapi ke Kejagung dan KPK. Hanya saja, karena surat keputusan bersama (SKB), maka polisi yang melakukan penyidikan dahulu.”Laporannya dugaan korupsi. Jika masih ngotot dengan Pasal 263 dan menolak petunjuk masukan jaksa, citra kepolisian bisa redup. Ini Pertaruhan penyidik Polri,” jelas dia.

Dia menambahkan, seharusnya ada hal yang bisa ditelisik lebih lanjut melalui masukan jaksa. Yakni berlandaskan Pasal 2 dan 3 UU Tipikior dengan pencabutan kewenangan. Maka, polisi harusnya selain memakai Pasal 263, bisa dilapisi Pasal 55 KUHP yang bisa difungsikan sebagai pemidanaan seseorang.

“Di balik Kades Kohod siapa? Maka harus dibuka. Jika ada masukan jaksa, kewajiban polisi untuk melaksanakannya. Jangan berhenti Pasal 263, lanjut ke Pasal 55,” katanya.

Senada, pengamat sekaligus praktisi hukum Peradi Jawa Tengah, Badrus Zaman mengungkapkan, jika penanganan Pagar Laut tidak lazim. Terlebih penyidik Polri menolak petunjuk dari Kejaksaan. Seharusnya penyidik dengan Jaksa koordinasi aktif, terlebih Pagar Laut kasus besar yang menjadi perhatian publik.

Dia meyakini petunjuk Jaksa agar kasus Pagar Laut memakai UU Tipikor, adalah transparansi dalam hukum. Sehingga tidak hanya menjerat dengan Pasal 263 tentang Pamalsuan Dokumen saja.

“Kita harus menyelamatkan peradilan kita. Harus diperbaiki. Kalau petunjuk kejaksaan itu jelas, polisi juga bisa bertanya dan berdiskusi secara professional. Kedua institusi ini punya relasi profesional,” ungkap dia.

Badrus menambahkan, melalui petunjuk Kejaksaan, harusnya penyidik kepolisian bisa mengembangkan kasus sehingga tidak hanya berhenti di Kades Kohod. Polisi harus berani memeriksa pembuat SHM di Pagar Laut yang jumlahnya ratusan dokumen itu.

“Kalau dikembangkan itu, menurut saya bisa juga kemungkinan ada tersangka-tersangka lain. Kejaksaan sudah memberikan petunjuk, polisi bisa bergerak siapa-siapa yang harus diperiksa lagi,” harap dia. (ali)

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|