BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM — Sejumlah tokoh ulama di Kabupaten Boyolali terus mengingatkan pentingnya penguatan moderasi beragama sekaligus kewaspadaan terhadap potensi masuknya paham radikal, terutama di kalangan pelajar sekolah menengah.
Seruan tersebut tidak hanya disampaikan dalam forum-forum keagamaan, tetapi juga diwujudkan melalui pembinaan langsung di lingkungan pendidikan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama Nahdlatul Ulama (NU) Boyolali tercatat aktif menyambangi sejumlah SMA negeri maupun swasta untuk memberikan pemahaman keagamaan yang moderat, inklusif, dan berwawasan kebangsaan.
Katib Syuriah NU Boyolali, Saiful Anwar, menegaskan bahwa komitmen NU terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah tidak perlu diperdebatkan. Namun demikian, ia menilai langkah pencegahan sejak dini tetap menjadi keharusan, mengingat usia pelajar merupakan fase yang rentan terhadap pengaruh ideologi menyimpang.
“Generasi muda harus dibentengi sejak awal. NU dan MUI sudah beberapa kali turun ke sekolah-sekolah untuk mengajak siswa memahami agama secara damai dan menolak segala bentuk radikalisme,” kata Saiful.
Menurutnya, benih radikalisme kerap muncul melalui sikap tertutup, mudah mengafirkan pihak lain, hingga menolak simbol dan nilai kebangsaan. Jika tidak diantisipasi, pola pikir semacam itu dapat berkembang menjadi ancaman serius bagi kehidupan sosial.
“Kalau sejak SMA anak-anak dibiasakan menghargai perbedaan dan memahami agama sebagai rahmat, ruang tumbuh paham radikal akan semakin sempit,” ujarnya, sebagaimana dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.
Meski demikian, Saiful mengingatkan agar masyarakat tidak mudah menstigma lembaga pendidikan atau pesantren tertentu. Ia menekankan pentingnya tabayyun dan pendekatan dialogis apabila ditemukan indikasi yang mencurigakan.
Dalam konteks penanganan, Saiful menilai pembinaan dan pendekatan persuasif harus menjadi langkah utama. Namun, ia juga menegaskan bahwa negara perlu hadir secara tegas jika paham radikal telah masuk pada tahap yang mengancam keamanan dan keutuhan bangsa.
“Pencegahan itu paling utama. Tetapi jika sudah membahayakan, tindakan tegas yang terukur tentu diperlukan,” tegasnya.
Ia menambahkan, upaya menangkal radikalisme harus dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan Kementerian Agama, pemerintah daerah, aparat keamanan, serta tokoh lintas agama.
Sementara itu, Ketua MUI Boyolali, Asiqin, menyebut ulama memiliki peran strategis dalam menjaga ketenangan ruang publik, termasuk melalui jalur pendidikan formal. Menurutnya, sekolah menjadi ruang penting untuk menanamkan nilai keagamaan yang sejuk dan menjunjung persatuan.
“Kami mengajak para siswa memandang agama sebagai ajaran kasih sayang, saling menghormati, dan memperkuat persaudaraan. Ini bagian dari ikhtiar menjaga masa depan bangsa,” ujarnya.
Selain menyasar pelajar, para ulama juga mengimbau peran aktif orang tua dalam mengawasi pendidikan dan pergaulan anak. Pemilihan lembaga pendidikan yang memiliki kejelasan keilmuan, terbuka, serta menjunjung nilai kebangsaan dinilai sangat penting.
“Orang tua tidak boleh lepas tangan. Pendidikan anak adalah tanggung jawab bersama,” pesan Saiful.
Ia berharap Boyolali yang selama ini dikenal sebagai daerah religius dan rukun tetap terjaga dari pengaruh paham ekstrem.
“Boyolali adalah rumah bagi santri-santri yang santun. Kita punya tanggung jawab bersama menjaga harmoni dalam keberagaman,” pungkasnya. [*]
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

4 hours ago
3

















































