MEDAN, SUMUTPOS.CO – Suasana hangat penuh semangat memenuhi Aula Lantai 3 Kantor Distrik HKBP X Medan Aceh, Jalan Uskup Agung Sugiopranoto, Medan, Rabu (9/4/2025).
Sekurangnya, 250 peserta seminar dari perwakilan Persekutuan Bapak di 50-an HKBP ressort di Distrik X Medan Aceh hadir dalam Seminar Adat Batak dan Kekristenan yang diselenggarakan oleh Persekutuan Ama HKBP Distrik (PAD) X Medan Aceh. Seminar dimulai pukul 09.00 WIB dan berlangsung hingga petang harinya.
Seminar ini dibuka dengan ibadah yang dipimpin Pdt Darwin Sihombing STh, dilanjutkan sambutan dari Praeses Distrik X Medan Aceh, Pdt Suwandi Sinambela STh MPsi, serta Ketua PAD X Medan Aceh periode 2024-2026, Prof Dr Efendi Napitupulu MPd.
Dalam sambutannya, ketiganya menekankan pentingnya membangun pemahaman yang harmonis antara adat Batak dan iman Kristen. Sebagai pembicara sesi pertama, Dr Sukanto Limbong, Ketua STT HKBP Pematangsiantar, menyampaikan refleksi mendalam soal peran adat dalam kehidupan gereja.
Menurutnya, gereja dan budaya tidak perlu berlawanan, tapi bisa berjalan bersama dalam harmoni menghadapi masa depan. Ia menyoroti peran seorang bapak dalam keluarga, terinspirasi dari tokoh Ayub di Alkitab.
“Bapak itu punya tanggung jawab untuk memanggil, menguduskan, dan mendoakan anak-anaknya. Dia adalah imam pertama di rumah,” ujarnya.
Ia juga mengangkat lima pendekatan Kekristenan terhadap budaya, mulai dari yang menolak sepenuhnya, hingga yang berusaha mentransformasi budaya melalui nilai-nilai Injil. “Budaya itu bukan musuh, tapi harus dibawa dalam terang Kristus,” tegasnya.
Sesi kedua diisi oleh Manguji Nababan SS MA, pakar budaya Batak dari Universitas HKBP Nommensen. Ia mengingatkan bahwa adat tidak boleh dimaknai sekadar seremoni, tapi harus dilihat dari esensinya. “Adat itu alat pendidikan, bukan beban,” kata Manguji.
Ia memperkenalkan prinsip 3E dalam memahami adat: Esensial, Efektif, dan Efisien. Adat juga, menurutnya, harus diterangi oleh kasih dan tidak boleh mengurangi ke-Mahakuasaan Tuhan. “Lebih baik jadi orang beriman yang beradat, daripada beradat tapi tidak punya iman,” tuturnya disambut anggukan para peserta.
Acara yang dimoderatori Pdt Darwin Sihombing dan St Mangasi Panjaitan ini ditutup dengan penyerahan plakat kepada para pembicara oleh Prof Dr Efendi Napitupulu bersama Sekretaris PAD X Medan Aceh CSt Dr Valdesz Junianto Nainggolan dan Ketua Panitia St Rio Sibarani.
Seluruh peserta pun berfoto bersama, menandai akhir kegiatan yang penuh makna. Seminar ini bukan hanya jadi ruang diskusi, tapi juga jadi ajakan untuk terus menggali kekayaan budaya tanpa kehilangan arah iman.
Karena adat dan kekristenan tak harus saling menjauh, tapi bisa saling menguatkan asalkan dijalani dalam kasih dan terang Firman Tuhan. (rel/adz)
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Suasana hangat penuh semangat memenuhi Aula Lantai 3 Kantor Distrik HKBP X Medan Aceh, Jalan Uskup Agung Sugiopranoto, Medan, Rabu (9/4/2025).
Sekurangnya, 250 peserta seminar dari perwakilan Persekutuan Bapak di 50-an HKBP ressort di Distrik X Medan Aceh hadir dalam Seminar Adat Batak dan Kekristenan yang diselenggarakan oleh Persekutuan Ama HKBP Distrik (PAD) X Medan Aceh. Seminar dimulai pukul 09.00 WIB dan berlangsung hingga petang harinya.
Seminar ini dibuka dengan ibadah yang dipimpin Pdt Darwin Sihombing STh, dilanjutkan sambutan dari Praeses Distrik X Medan Aceh, Pdt Suwandi Sinambela STh MPsi, serta Ketua PAD X Medan Aceh periode 2024-2026, Prof Dr Efendi Napitupulu MPd.
Dalam sambutannya, ketiganya menekankan pentingnya membangun pemahaman yang harmonis antara adat Batak dan iman Kristen. Sebagai pembicara sesi pertama, Dr Sukanto Limbong, Ketua STT HKBP Pematangsiantar, menyampaikan refleksi mendalam soal peran adat dalam kehidupan gereja.
Menurutnya, gereja dan budaya tidak perlu berlawanan, tapi bisa berjalan bersama dalam harmoni menghadapi masa depan. Ia menyoroti peran seorang bapak dalam keluarga, terinspirasi dari tokoh Ayub di Alkitab.
“Bapak itu punya tanggung jawab untuk memanggil, menguduskan, dan mendoakan anak-anaknya. Dia adalah imam pertama di rumah,” ujarnya.
Ia juga mengangkat lima pendekatan Kekristenan terhadap budaya, mulai dari yang menolak sepenuhnya, hingga yang berusaha mentransformasi budaya melalui nilai-nilai Injil. “Budaya itu bukan musuh, tapi harus dibawa dalam terang Kristus,” tegasnya.
Sesi kedua diisi oleh Manguji Nababan SS MA, pakar budaya Batak dari Universitas HKBP Nommensen. Ia mengingatkan bahwa adat tidak boleh dimaknai sekadar seremoni, tapi harus dilihat dari esensinya. “Adat itu alat pendidikan, bukan beban,” kata Manguji.
Ia memperkenalkan prinsip 3E dalam memahami adat: Esensial, Efektif, dan Efisien. Adat juga, menurutnya, harus diterangi oleh kasih dan tidak boleh mengurangi ke-Mahakuasaan Tuhan. “Lebih baik jadi orang beriman yang beradat, daripada beradat tapi tidak punya iman,” tuturnya disambut anggukan para peserta.
Acara yang dimoderatori Pdt Darwin Sihombing dan St Mangasi Panjaitan ini ditutup dengan penyerahan plakat kepada para pembicara oleh Prof Dr Efendi Napitupulu bersama Sekretaris PAD X Medan Aceh CSt Dr Valdesz Junianto Nainggolan dan Ketua Panitia St Rio Sibarani.
Seluruh peserta pun berfoto bersama, menandai akhir kegiatan yang penuh makna. Seminar ini bukan hanya jadi ruang diskusi, tapi juga jadi ajakan untuk terus menggali kekayaan budaya tanpa kehilangan arah iman.
Karena adat dan kekristenan tak harus saling menjauh, tapi bisa saling menguatkan asalkan dijalani dalam kasih dan terang Firman Tuhan. (rel/adz)