MEDAN, SUMUTPOS.CO-Seminar Hukum untuk pemuka agama dan praktisi spiritual digelar di Vihara Kwan Te Kong, Medan Timur, Kota Medan, kemarin. Mengambil tema
‘Menjaga Toleransi dan Kerukunan,’
acara ini dihadiri sekitar 60-an peserta berasal dari tatung, praktisi spiritual, dan pemuka agama, yang merupakan pemilik dan pengelola vihara serta cetiya di Sumatera Utara (Sumut).
Seminar diinisiasi oleh PTITD SI 67 Matrisia Komda Sumut bekerja sama dengan Law Firm DYA-Darmawan Yusuf & Associates, dan Permabudhi Sumut untuk memperkuat pemahaman hukum bagi para pemuka spiritual.
Hadir sebagai narasumber utama, Dr Darmawan Yusuf SH SE MPd MH, pengacara nasional ternama yang ahli hukum campuran di bidang pidana, perdata, bisnis, dan perpajakan.
Dalam pemaparannya, Dr Darmawan Yusuf membahas Pasal 252 KUHP baru; Undang Undang No 1 Tahun 2023 yang akan mulai berlaku Tahun 2026. Pasal ini melarang seseorang mengklaim memiliki kekuatan gaib yang dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan fisik dan mental.
“Pelanggaran pasal ini diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan/atau denda maksimal Rp200 juta. Jika perbuatan tersebut dilakukan sebagai mata pencaharian atau untuk mencari keuntungan, hukuman dapat ditambah sepertiga dari ancaman pidana pokok,” papar Dr Darmawan Yusuf yang juga pemimpin kantor pengacara di berbagai kota besar Indonesia, serta lulusan Doktor Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) dengan predikat Cumlaude.
Dalam acara ini Dr Darmawan Yusuf juga menyoroti fenomena maraknya praktisi spiritual yang mempromosikan kesaktian mereka melalui media sosial seperti Instagram dan TikTok.
“Tindakan ini, berisiko besar melanggar Pasal 252 KUHP Baru, karena cukup dengan memberi harapan kepada orang lain sudah dapat diproses hukum, mengingat Pasal 252 adalah delik formil yang tidak memerlukan adanya aduan dari korban,” jelas Dr Darmawan Yusuf yang aktif memberikan edukasi hukum gratis melalui media sosialnya di TikTok, Instagram, dan YouTube dengan akun @darmawanyusuf.dya.
Pengacara yang kerap memenangkan perkara besar nasional ini menegaskan bahwa pemuka agama tetap dapat membimbing, mendoakan, dan memberikan motivasi batin, namun harus menghindari klaim-klaim seperti “Saya bisa menyembuhkan.”
Kemudian, “Saya bisa menolak bala,” atau “Saya bisa menghilangkan penyakit lewat kekuatan sendiri.”
“Praktik yang aman adalah berbicara atas nama doa, usaha batin, ketulusan, dan pertolongan dari tuhan atau dewa, bukan kekuatan pribadi,” jelas Penasihat Permabudhi, dan Penasihat Hukum PTITD SI 67 Matrisia ini.
Dalam kesempatan itu, Dr Darmawan Yusuf juga mengimbau bahwa Indonesia adalah negara hukum. Karena itu, para tatung dan pemilik vihara serta cetiya diminta mengurus izin resmi tempat ibadah mereka, yang dapat difasilitasi oleh Ketua PTITD SI 67 Matrisia Sumut, Budi Malem.
Selain itu, beliau juga mendorong agar para praktisi spiritual segera mengurus Kartu Rohaniawan dari Kementerian Agama untuk memperkuat legalitas pelayanan keagamaan mereka.
Dalam penutupannya, Dr Darmawan Yusuf menegaskan bahwa pemuka agama harus menjadi teladan dalam mematuhi hukum, menjaga toleransi, dan membimbing umat dengan cinta kasih serta kebijaksanaan. Seminar ini juga menjadi momentum penting dalam memperkuat kesadaran hukum dan menjaga kerukunan antar umat beragama di Sumut.
Suasana seminar berlangsung penuh antusiasme, dengan diskusi interaktif membahas batasan antara pelayanan spiritual yang sah dan praktik mistik yang berpotensi berujung pada pidana.
Acara turut dihadiri tokoh-tokoh penting, antara lain Pembimbing Masyarakat Buddha Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumatera Utara Drs Sukasdi SE MA, Ketua PTITD SI 67 Matrisia Komda Sumut Budi Malem SMT, mewakili Ketua Permabudhi Sumatera Utara, serta para Wakil Ketua Permabudhi Sumut, Budi Malem SAg.(azw)
MEDAN, SUMUTPOS.CO-Seminar Hukum untuk pemuka agama dan praktisi spiritual digelar di Vihara Kwan Te Kong, Medan Timur, Kota Medan, kemarin. Mengambil tema
‘Menjaga Toleransi dan Kerukunan,’
acara ini dihadiri sekitar 60-an peserta berasal dari tatung, praktisi spiritual, dan pemuka agama, yang merupakan pemilik dan pengelola vihara serta cetiya di Sumatera Utara (Sumut).
Seminar diinisiasi oleh PTITD SI 67 Matrisia Komda Sumut bekerja sama dengan Law Firm DYA-Darmawan Yusuf & Associates, dan Permabudhi Sumut untuk memperkuat pemahaman hukum bagi para pemuka spiritual.
Hadir sebagai narasumber utama, Dr Darmawan Yusuf SH SE MPd MH, pengacara nasional ternama yang ahli hukum campuran di bidang pidana, perdata, bisnis, dan perpajakan.
Dalam pemaparannya, Dr Darmawan Yusuf membahas Pasal 252 KUHP baru; Undang Undang No 1 Tahun 2023 yang akan mulai berlaku Tahun 2026. Pasal ini melarang seseorang mengklaim memiliki kekuatan gaib yang dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan fisik dan mental.
“Pelanggaran pasal ini diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan/atau denda maksimal Rp200 juta. Jika perbuatan tersebut dilakukan sebagai mata pencaharian atau untuk mencari keuntungan, hukuman dapat ditambah sepertiga dari ancaman pidana pokok,” papar Dr Darmawan Yusuf yang juga pemimpin kantor pengacara di berbagai kota besar Indonesia, serta lulusan Doktor Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) dengan predikat Cumlaude.
Dalam acara ini Dr Darmawan Yusuf juga menyoroti fenomena maraknya praktisi spiritual yang mempromosikan kesaktian mereka melalui media sosial seperti Instagram dan TikTok.
“Tindakan ini, berisiko besar melanggar Pasal 252 KUHP Baru, karena cukup dengan memberi harapan kepada orang lain sudah dapat diproses hukum, mengingat Pasal 252 adalah delik formil yang tidak memerlukan adanya aduan dari korban,” jelas Dr Darmawan Yusuf yang aktif memberikan edukasi hukum gratis melalui media sosialnya di TikTok, Instagram, dan YouTube dengan akun @darmawanyusuf.dya.
Pengacara yang kerap memenangkan perkara besar nasional ini menegaskan bahwa pemuka agama tetap dapat membimbing, mendoakan, dan memberikan motivasi batin, namun harus menghindari klaim-klaim seperti “Saya bisa menyembuhkan.”
Kemudian, “Saya bisa menolak bala,” atau “Saya bisa menghilangkan penyakit lewat kekuatan sendiri.”
“Praktik yang aman adalah berbicara atas nama doa, usaha batin, ketulusan, dan pertolongan dari tuhan atau dewa, bukan kekuatan pribadi,” jelas Penasihat Permabudhi, dan Penasihat Hukum PTITD SI 67 Matrisia ini.
Dalam kesempatan itu, Dr Darmawan Yusuf juga mengimbau bahwa Indonesia adalah negara hukum. Karena itu, para tatung dan pemilik vihara serta cetiya diminta mengurus izin resmi tempat ibadah mereka, yang dapat difasilitasi oleh Ketua PTITD SI 67 Matrisia Sumut, Budi Malem.
Selain itu, beliau juga mendorong agar para praktisi spiritual segera mengurus Kartu Rohaniawan dari Kementerian Agama untuk memperkuat legalitas pelayanan keagamaan mereka.
Dalam penutupannya, Dr Darmawan Yusuf menegaskan bahwa pemuka agama harus menjadi teladan dalam mematuhi hukum, menjaga toleransi, dan membimbing umat dengan cinta kasih serta kebijaksanaan. Seminar ini juga menjadi momentum penting dalam memperkuat kesadaran hukum dan menjaga kerukunan antar umat beragama di Sumut.
Suasana seminar berlangsung penuh antusiasme, dengan diskusi interaktif membahas batasan antara pelayanan spiritual yang sah dan praktik mistik yang berpotensi berujung pada pidana.
Acara turut dihadiri tokoh-tokoh penting, antara lain Pembimbing Masyarakat Buddha Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumatera Utara Drs Sukasdi SE MA, Ketua PTITD SI 67 Matrisia Komda Sumut Budi Malem SMT, mewakili Ketua Permabudhi Sumatera Utara, serta para Wakil Ketua Permabudhi Sumut, Budi Malem SAg.(azw)