FSP Kerah Biru Sumut Desak Penundaan KRIS JKN: Permenkes Belum Terbit, Pekerja Tak Dilibatkan

7 hours ago 3

MEDAN, SUMUTPOS.CO — Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru – SPSI Provinsi Sumatera Utara menyuarakan penolakan terhadap rencana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 59 Tahun 2024.

Mereka menilai kebijakan tersebut terburu-buru, belum transparan, dan rawan memicu kebingungan di tingkat pelayanan kesehatan maupun peserta JKN, khususnya para pekerja.

Ketua FSP Kerah Biru Sumut, Salahuddin Lubis, menyatakan bahwa hingga saat ini, regulasi teknis berupa Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang menjadi dasar pelaksanaan KRIS belum diterbitkan.

Padahal, Permenkes tersebut sangat krusial untuk menjelaskan bentuk, kriteria, dan mekanisme pelaksanaan KRIS di lapangan.

“Bagaimana mungkin kita bisa melaksanakan kebijakan perubahan besar yang menyangkut nasib jutaan rakyat, jika aturan mainnya saja belum tersedia?” tegas Salahuddin.

Ia menyoroti bahwa belum ada kejelasan mengenai jenis layanan, bentuk fasilitas rawat inap, dan bagaimana sistem KRIS akan dijalankan. Bahkan, tidak ada informasi yang transparan mengenai apakah kebijakan ini akan memengaruhi tarif layanan, besaran iuran BPJS Kesehatan, atau beban keuangan bagi pekerja dan pemberi kerja.

Lebih lanjut, FSP Kerah Biru mempertanyakan apakah hasil monitoring dan evaluasi yang dimandatkan Perpres telah dilakukan dan digunakan sebagai dasar kebijakan. Ketidakterbukaan ini dinilai merugikan peserta JKN yang selama ini patuh membayar iuran namun tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.

“Pemerintah jangan memperlakukan pekerja hanya sebagai sumber iuran, tetapi tidak diberi ruang dalam merumuskan layanan kesehatan yang menjadi haknya,” ujarnya.

FSP Kerah Biru Sumut menegaskan bahwa mereka mendukung peningkatan mutu layanan JKN, tetapi KRIS tidak boleh dipaksakan tanpa kesiapan menyeluruh. Mereka meminta agar pemerintah menunda implementasi KRIS sampai:

1.Permenkes diterbitkan secara resmi, adil, dan dapat diimplementasikan secara nyata.

2.Rumah sakit benar-benar siap memenuhi 12 kriteria standar, termasuk kesiapan infrastruktur, terutama soal ruang rawat inap satu tempat tidur.

3.Tarif layanan dan dampaknya terhadap iuran dan keuangan BPJS Kesehatan jelas dan terbuka.

4 Dilakukannya konsultasi publik yang melibatkan serikat pekerja dan masyarakat sipil sebelum kebijakan dijalankan.

Seruan ini ditujukan kepada pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan Kementerian Keuangan agar menunda pelaksanaan KRIS JKN sampai semua perangkat hukum dan teknis siap, serta masyarakat mendapat penjelasan yang memadai.

“Kesehatan adalah hak rakyat. Jangan terburu-buru, jangan abaikan suara pekerja,” pungkas Salahuddin. (ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO — Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru – SPSI Provinsi Sumatera Utara menyuarakan penolakan terhadap rencana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 59 Tahun 2024.

Mereka menilai kebijakan tersebut terburu-buru, belum transparan, dan rawan memicu kebingungan di tingkat pelayanan kesehatan maupun peserta JKN, khususnya para pekerja.

Ketua FSP Kerah Biru Sumut, Salahuddin Lubis, menyatakan bahwa hingga saat ini, regulasi teknis berupa Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang menjadi dasar pelaksanaan KRIS belum diterbitkan.

Padahal, Permenkes tersebut sangat krusial untuk menjelaskan bentuk, kriteria, dan mekanisme pelaksanaan KRIS di lapangan.

“Bagaimana mungkin kita bisa melaksanakan kebijakan perubahan besar yang menyangkut nasib jutaan rakyat, jika aturan mainnya saja belum tersedia?” tegas Salahuddin.

Ia menyoroti bahwa belum ada kejelasan mengenai jenis layanan, bentuk fasilitas rawat inap, dan bagaimana sistem KRIS akan dijalankan. Bahkan, tidak ada informasi yang transparan mengenai apakah kebijakan ini akan memengaruhi tarif layanan, besaran iuran BPJS Kesehatan, atau beban keuangan bagi pekerja dan pemberi kerja.

Lebih lanjut, FSP Kerah Biru mempertanyakan apakah hasil monitoring dan evaluasi yang dimandatkan Perpres telah dilakukan dan digunakan sebagai dasar kebijakan. Ketidakterbukaan ini dinilai merugikan peserta JKN yang selama ini patuh membayar iuran namun tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.

“Pemerintah jangan memperlakukan pekerja hanya sebagai sumber iuran, tetapi tidak diberi ruang dalam merumuskan layanan kesehatan yang menjadi haknya,” ujarnya.

FSP Kerah Biru Sumut menegaskan bahwa mereka mendukung peningkatan mutu layanan JKN, tetapi KRIS tidak boleh dipaksakan tanpa kesiapan menyeluruh. Mereka meminta agar pemerintah menunda implementasi KRIS sampai:

1.Permenkes diterbitkan secara resmi, adil, dan dapat diimplementasikan secara nyata.

2.Rumah sakit benar-benar siap memenuhi 12 kriteria standar, termasuk kesiapan infrastruktur, terutama soal ruang rawat inap satu tempat tidur.

3.Tarif layanan dan dampaknya terhadap iuran dan keuangan BPJS Kesehatan jelas dan terbuka.

4 Dilakukannya konsultasi publik yang melibatkan serikat pekerja dan masyarakat sipil sebelum kebijakan dijalankan.

Seruan ini ditujukan kepada pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan Kementerian Keuangan agar menunda pelaksanaan KRIS JKN sampai semua perangkat hukum dan teknis siap, serta masyarakat mendapat penjelasan yang memadai.

“Kesehatan adalah hak rakyat. Jangan terburu-buru, jangan abaikan suara pekerja,” pungkas Salahuddin. (ila)

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|