BINJAI, SUMUTPOS.CO – Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah Kota Binjai yang dituding sebagai sumber masalah dalam pengalihan dana pengentasan kemiskanan untuk pembayaran utang proyek diduga atas restu dari Inspektorat selaku perangkat pengawasan internal. Karenanya, muncul dugaan pengalihan dana insentif fiskal yang sejatinya untuk pengentasan kemiskanan dan belakangan dialihkan ke pembayaran utang proyek tersebut disinyalir atas restu Inspektorat Binjai.
Praktisi Hukum, Ferdinand Sembiring pun sepakat dengan dugaan tersebut. Dia menduga, ada kongkalikong antara Inspektorat dengan BPKPAD Binjai.
Pasalnya, kedua organisasi perangkat daerah itu tergabung dalam tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) yang bekerja menyusun hingga merumuskan perencanaan pembangunan Kota Binjai. Atas dugaan kongkalikong dan skandal ini, Ferdinan juga mencium adanya pemufakatan jahat yang terus perilaku koruptif hingga merugikan keuangan negara.
Sejatinya, kata Ferdinand, Inspektorat Binjai menjadi garda terdepan dalam pembinaan hingga pengawas tata kelola pemerintahan. Sebab, perannya yang strategis itu seharusnya dapat mencegah berbagai potensi pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang jabatan.
Namun sebaliknya, justru Inspektorat Binjai diduga mengamini hingga merestuinya. Dia juga menguraikan kronologi dan alur anggaran yang semestinya melewati pembahasan oleh TAPD.
Dalam tim itu, Sekda bertindak sebagai ketua, didampingi oleh BPKAD, Bappeda, dan Inspektorat. Setiap pos anggaran, termasuk uang segar dari pusat seperti dana insentif fiskal, harus dikaji secara rinci dalam forum TAPD sebelum disalurkan ke dinas terkait.
“Di sinilah dugaan pemufakatan jahat mulai mencuat. Wewenang besar di tangan TAPD justru jadi celah untuk memperkaya diri,” tegas Ferdinan, Rabu (4/6/2025).
Ia juga menduga, Inspektorat tidak hanya tau. Namun, diduga turut memberi restu atas pengaturan permufakatan jahat ini.
Terlebih jika melihat bagaimana anggaran tersebut seolah-olah hilang dari daftar resmi APBD. Tapi diduga secara diam-diam tetap dialokasikan.
Permainan anggaran yang disinyalir melibatkan BPKPAD disebut cukup rapi. Ferdinan menyebut, kode rekening dana insentif fiskal diduga sengaja dihilangkan dari daftar APBD dengan cara menumpang-namakan anggaran ke pos DAU dan DAK.
Tujuannya, agar tak terdeteksi dalam pengawasan publik maupun auditor. Dalam buku APBD juga ditemukan keberadaan anggaran dana insentif fiskal.
Hal itu menguatkan dugaan bahwa para oknum sengaja menyamarkan data demi melancarkan aksi penjarahan uang negara. “Dengan perannya masing-masing, jelas mereka mengincar keuntungan pribadi. Negara sudah jelas dirugikan dan harus ada tindakan hukum,” seru Ferdinan.
Menanggapi dugaan restu pengalihan dana pengentasan kemiskanan untuk pembayaran utang proyek, Kepala Inspektorat Binjai, Eka Edi Saputra justru berdalih, pihaknya tak dapat bergerak tanpa adanya laporan resmi dalam bentuk pengaduan masyarakat (dumas). Jawaban Eka seolah buang tanggung jawab selaku pengawas pada internal Pemko Binjai yang termasuk dalam Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
“Kami hanya menunggu laporan. Tanpa dumas, kami tak punya kewenangan untuk audit,” ujar Eka.
Dugaan pengalihan dana pengentasan kemiskanan untuk pembayaran utang proyek tengah dalam penyelidikan Kejaksaan Negeri Binjai. “Inikan sedang dalam penyelidikan kejaksaan, kita tunggu sajalah. Saya pun sudah diperiksa (Kejari Binjai),” tukasnya.
Tudingan BPKPAD Binjai menjadi sumber masalah terjadi karena dugaan tumpang tindih dalam realisasi dana insentif fiskal yang sejatinya untuk pengentasan kemiskinan. Bahkan, langkah pengalihan dana insentif fiskal untuk pembayaran utang proyek kepada rekanan itu juga menabrak petunjuk teknis dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91 Tahun 2024.
Pun demikian, pembayaran utang yang disetujui oleh Kementerian Keuangan dengan menggunakan dana insentif fiskal disebut-sebut sebesar Rp5 miliar saja. Namun dalam praktiknya, BPKPAD Binjai malah membayarkan lebih dari Rp5 miliar.
Bahkan disebut juga lebih dari separuh anggaran yang diturunkan Kementerian Keuangan sebesar Rp20,8 miliar. Artinya, ada Rp10 miliar lebih dana insentif fiskal untuk pengentasan kemiskanan yang dibayarkan untuk utang proyek kepada rekanan.
Dugaan tumpang tindih dimaksud yakni, dana insentif fiskal digunakan organisasi perangkat daerah untuk membayar gaji dan biaya rutinitas. Hal itu terjadi diduga karena BPKPAD Binjai tidak menyampaikan hal tersebut secara terang benderang kepada OPD.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Binjai, Ridho Indah Purnama yang dikonfirmasi belum lama ini mengakui, hanya menjalankan kewajiban yang diperintahkan BPKPAD Binjai saja.
Artinya, BPKPAD Binjai memberi perintah untuk membayar utang dan kegiatan lain sesuai dengan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang digunakan bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU). “Awal pelaksanaan DPA bersumber dari dana DAU 2023, terbawa menjadi utang di DPA Tahun 2024 yang bersumber dari DIF,” jelasnya.
Disoal utang proyek mana saja yang dibayarkan, Ridho memilih jawab tidak tau. “Gak tau, tanyakan saja ke TAPD (tim anggaran pemerintah daerah) dan BPKPAD, mereka yang lebih tau,” tegasnya.
Pernyataan Ridho menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang jabatan oleh Kepala BPKPAD Binjai. Bahkan hal tersebut dinilai menabrak UU Tipikor No 20/2001.
Dalam pasal 2 dan pasal 3 disebutkan, tindak pidana korupsi dapat berupa penyalahgunaan wewenang dan jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain. Diketahui, Kejaksaan Negeri Binjai melakukan penyelidikan dalam rangka mendalami adanya pengalihan dana insentif fiskal yang sejatinya untuk pengentasan kemiskanan, malah digeser untuk pembayaran utang proyek.
Sejauh ini, penyelidik tindak pidana khusus juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah kepala OPD, termasuk sekretaris daerah. Pemeriksaan yang dilakukan penyelidik usai Kajari Binjai, Jufri menerbitkan surat perintah penyelidikan bernomor: Prin-05/L.2.11/Fd.1/05/2025 pada 8 Mei 2025.
Dalam dokumen sepotong surat dengan nomor: 900.I.11-0728 tentang pengajuan dana insentif fiskal yang ditandatangani Wali Kota Binjai, Amir Hamzah, pemko mengajukan permohonan kucuran uang dari pemerintah pusat itu pada 12 Januari 2023 lalu. (ted/han)