Mediasi Tidak Temu Titik Terang, Pekan Depan Gugatan Bank Lanjut Persidangan

1 day ago 6

BINJAI, SUMUTPOS.CO- Mediasi yang dilakukan hakim mediator dalam gugatan bank tidak menemukan titik terang di Pengadilan Negeri Binjai. Alhasil, hakim memutuskan untuk lanjut ke persidangan pada pekan depan, Selasa (29/4/2025).

Gugatan dimaksud adalah dengan penggugat ahli waris almarhum Kelana Sitepu terhadap tergugat salah satu bank swasta dengan registrasi perkara nomor: 8/Pdt.G/2025/PN Bnj. Kuasa hukum penggugat, Darman Yosef Sagala menjelaskan, tergugat bank swasta telah melakukan pengalihan utang debitur kepada PT MAM selaku kreditur baru.

Itu terungkap dalam mediasi ketiga di PN Binjai. Pengalihan utang debitur kepada PT MAM disebut dilakukan secara sepihak.

Bahkan, terjadinya pengalihan itu pada tahun 2022. Sementara debitur Almarhum Kelana Sitepu tutup usia pada 2017.

“Dari pengakuan pihak bank, Cessie (pengalihan utang debitur) dilakukan pada tahun 2022. Sementara debitur atau orang tua dari ahli waris sudah meninggal pada tahun 2017,” kata Yosef.

Dia menegaskan, pengalihan utang debitur yang dilakukan tergugat tanpa diketahui ahli waris. “Bank memang berhak melakukan Cessie, tetapi harus diketahui debitur atau ahli waris apabila debitur sudah meninggal dunia. Tapi fakta dalam mediasi tadi, ahli waris tidak pernah diberitahu soal Cessie,” bebernya.

Dalam hal ini, lanjut Yosef, tergugat bank swasta itu tidak dapat menunjukkan bukti pengalihan utang debitur kepada ahli waris. “Kata pihak bank, mereka memberitahukan soal Cessie langsung kepada debitur. Tapi kami tanya buktinya, mereka tidak bisa tunjukkan. Kalau pun mereka bisa tunjukkan, siapa yang tanda tangani Cessie itu. Karena debitur sudah meninggal di tahun 2017 sedangkan Cessie dilakukan di 2022. Apa bisa orang meninggal menandatangani,” tegas Yosef.

Selain persoalan pengalihan utang debitur, Yosef menyebut, tergugat juga dinilai melakukan penipuan terhadap debitur. Sebab, bank melakukan restrukturisasi atau perubahan kredit ketika debitur sedang jatuh sakit.

“Saat debitur jatuh sakit, pihak bank datang dan menyampaikan soal keringanan. Ketika itu, pihak bank meminta bayaran Rp1 juta dengan alasan akan memberi dispensasi terhadap tunggakan cicilan 3 bulan. Alhasil, debitur membayar Rp1 juta dan menandatangani semua dokumen yang diberikan,” urainya.

Namun belakangan, sambung Yosef, dokumen yang ditandatangani ternyata memperpanjang tenor dari 3 tahun menjadi 4 tahun. “Situasi ini membuat debitur merasa tertipu dan memperparah penyakitnya. Hingga akhirnya debitur meninggal dunia,” kata dia.

Persoalan berikutnya, tambah Yosef, bank tidak pernah memanggil dan menerangkan kepada ahli waris soal utang piutang orang mereka. Terlebih, bank tidak melakukan klaim terhadap asuransi jiwa debitur.

“Utang tentu harus dibayar. Tapi bank tidak pernah memberi penjelasan. Kalau dari awal dijelaskan, mungkin ahli waris akan terima,” katanya.

“Dari persoalan yang saya sebutkan tadi, jelas ahli waris debitur dirugikan. Piutang yang tadinya hanya tinggal sekitar Rp100-an juta lebih dari pokok Rp300-an juta, sekarang sudah bertambah lagi menjadi Rp500-an juta,” sambungnya.

Karenanya, hal itu memberatkan. Sebab, Yosef menilai, bank tidak melakukan tindakan yang sesuai prosedur.

“Mulai dari pengalihan utang tanpa pemberitahuan, perubahan kredit saat debitur sedang sakit, hingga asuransi jiwa yang tidak pernah diklaim. Kami berharap, apa yang menjadi gugatan kami dapat dikabulkan majelis hakim,” serunya.

Sementara, perwakilan bank selaku tergugat, Feri saat dikonfirmasi tidak bersedia memberi komentar.

“Kami menghormati persidangan. Kami belum bisa memberikan keterangan. Semua akan kami sampaikan di persidangan. Yang pasti, semua hubungan hukum sudah sesuai dengan perjanjian kredit,” tukasnya. (ted/han)

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|