BEM SI Sebut, Kalau Menghormati Demokrasi, Presiden Prabowo Mestinya Undang Mahasiswa, Bukan Rektor

8 hours ago 7
Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Herianto ketika ditemui di kompleks DPR Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024) | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM  Pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan para rektor di Istana Kepresidenan beberapa hari lalu, dinilai sebagai sikap yang tidak menghormati demokrasi. Penilaian itu dilontarkan oleh Ketua Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Herianto.

Herianto mengkritik langkah Prabowo yang lebih memilih berdialog dengan para rektor ketimbang mahasiswa. Ia menilai, pertemuan semacam itu dapat berujung pada pembungkaman suara kritis mahasiswa melalui kebijakan kampus yang lebih represif. “Jika pemerintah benar-benar menghormati kebebasan akademik dan demokrasi, seharusnya Prabowo berdialog langsung dengan mahasiswa, bukan hanya dengan rektor,” tegasnya, Ahad, 16 Maret 2025.

Menurutnya, gerakan mahasiswa selalu berangkat dari keresahan masyarakat. Demonstrasi yang digelar bukan sekadar aksi spontan, melainkan bentuk kepedulian terhadap kondisi bangsa. Ia khawatir, dalam pertemuan dengan rektor, Presiden Prabowo mengarahkan agar pihak kampus membatasi ruang gerak mahasiswa, baik dalam diskusi maupun aksi unjuk rasa.

“Ada kekhawatiran kami bahwa para rektor bisa diminta untuk ‘menjinakkan’ mahasiswa, baik melalui kebijakan kampus yang represif maupun dengan membatasi ruang diskusi dan aksi,” ungkap mahasiswa Universitas Mataram tersebut.

Sejarah mencatat bahwa relasi antara pemerintah dan rektorat tidak selalu berpihak pada kebebasan akademik. Dalam berbagai rezim, rektor sering kali dijadikan alat kontrol untuk membatasi gerakan mahasiswa. Oleh karena itu, Herianto berharap pertemuan Prabowo dengan rektor tidak sampai menutup ruang bagi mahasiswa dalam menyampaikan kritik dan aspirasi.

“Bila pertemuan itu hanya menjadi alat politik untuk meredam kritik, maka gerakan mahasiswa justru harus semakin waspada dan memperkuat barisan, bukan mundur karena tekanan struktural,” ujarnya.

Sebelumnya, pada 13 Maret 2025, Presiden Prabowo mengundang ratusan rektor perguruan tinggi negeri dan swasta ke Istana Negara. Pertemuan yang berlangsung selama empat jam itu diisi dengan sesi tanya jawab antara Prabowo dan para rektor.

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fathul Wahid, menyoroti bahwa diskusi tersebut tidak banyak membahas isu fundamental seperti kemerosotan demokrasi dan maraknya korupsi. Ia menyayangkan kurangnya perhatian terhadap dua hal tersebut dalam dialog bersama Presiden.

Sementara itu, Rektor IPB University, Arif Satria, mengungkapkan bahwa Prabowo menyinggung gerakan “Indonesia Gelap” dan meminta semua pihak tetap optimistis menghadapi tantangan nasional. Prabowo bahkan membandingkan situasi Indonesia dengan Jepang, yang menurutnya mengalami krisis pangan lebih parah dibanding Indonesia.

Di sisi lain, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Brian Yuliarto, mengatakan bahwa Prabowo menekankan pentingnya penguasaan sains dan teknologi sebagai kunci kemajuan bangsa. Prabowo juga menyampaikan harapannya agar perguruan tinggi memainkan peran strategis dalam mendukung Badan Pengelola Investasi Danantara sebagai motor penggerak industri nasional.

Menurut Brian, Prabowo ingin kampus berkontribusi dalam riset, inovasi, serta pengembangan sumber daya manusia guna mempercepat pertumbuhan industri strategis di Indonesia. “Di situ peran perguruan tinggi menjadi tulang punggung dalam menyiapkan SDM dan inovasi bagi industri masa depan,” katanya.

www.tempo.co

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|