Ekonom Kritik Defisit APBN Membengkak: Pemerintah Ahli Tambah Utang, Tapi Gagal Eksekusi Program

6 hours ago 3
Ilustrasi defisit anggaran | pixabay

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menghadapi sorotan tajam di awal masa jabatannya, setelah proyeksi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 makin melebar. Sejumlah ekonom menilai kondisi ini tak lepas dari kebijakan belanja yang melaju lebih cepat ketimbang penerimaan negara, serta kebiasaan pemerintah yang dinilai “ahli menambah utang.”

Ekonom Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyebut lonjakan defisit tak bisa hanya dibenarkan atas alasan politik. Ia mengkritik program-program prioritas pemerintah, termasuk program makan bergizi gratis (MBG), yang justru belum berjalan maksimal tetapi sudah membebani fiskal.

“Di atas kertas, defisit masih di bawah 3 persen, tetapi realisasinya jauh dari ideal. Pemerintah ini ahli menambah utang, tapi gagal mengeksekusi belanja prioritas secara cepat dan tepat,” ujar Achmad dalam keterangan tertulis, Senin (7/7/2025).

Defisit Bisa Tembus Batas 3 Persen

Pemerintah sebelumnya mematok defisit APBN 2025 sebesar Rp 616 triliun atau 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun kini proyeksi itu direvisi naik menjadi Rp 662 triliun atau sekitar 2,78 persen dari PDB. Bahkan, menurut ekonom senior Bright Institute Awalil Rizky, angka tersebut bisa semakin mendekati batas 3 persen jika pertumbuhan ekonomi meleset dari target.

“Normalnya, pada tahun pertama pemerintahan, belanja prioritas belum gencar dilakukan. Tapi kini justru beban fiskal sudah berat,” ujar Awalil.

Ia menambahkan, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun depan hanya berada di kisaran 4,7 hingga 5 persen, lebih rendah dari target semula sebesar 5,2 persen. Jika target itu tak tercapai, rasio defisit terhadap PDB otomatis melebar.

Pendapatan Negara Tertekan

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengakui tekanan pada sisi pendapatan negara. Dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR awal Juli lalu, ia menjelaskan beberapa sumber penerimaan yang anjlok, mulai dari batalnya pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga setoran dividen BUMN yang tak masuk ke kas negara lantaran kini dikelola oleh Danantara.

“Kuartal pertama 2025 cukup berat dari sisi penerimaan negara,” kata Sri Mulyani dalam rapat di Senayan.

Hal senada disampaikan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Ia menyebut tekanan pada penerimaan pajak, bea cukai, serta hilangnya momentum windfall harga komoditas menjadi penyebab fundamental pelebaran defisit. Ditambah lagi, naiknya tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen ikut menekan konsumsi masyarakat.

“Ruang fiskal makin terbatas. Presiden Prabowo dan Gibran tidak akan merasakan kemewahan APBN, karena mereka harus bergulat dengan defisit yang cukup besar,” kata Bhima.

SAL Jadi Andalan Tutup Lubang

Untuk menutup lubang defisit, DPR sudah menyetujui penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp 85,6 triliun. Namun Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah, mengingatkan agar penggunaan SAL dilakukan secara selektif, terutama pada masa transisi pemerintahan. Ia meminta agar proyek-proyek yang tidak memberi dampak besar pada pertumbuhan ekonomi atau penciptaan lapangan kerja dievaluasi ulang.

“Jangan asal kejar tayang. Semua harus dihitung lagi, apalagi di tengah kondisi APBN yang makin berat,” kata Said.

Achmad Nur Hidayat menegaskan, jika pemerintah tidak segera melakukan rasionalisasi anggaran, termasuk untuk program makan siang gratis yang menghabiskan Rp 71 triliun, beban defisit bisa semakin sulit terkendali.

“Yang terjadi saat ini, utang terus bertambah, sementara belanja yang dijanjikan tidak kunjung dieksekusi. Ini risiko besar yang harus diwaspadai,” tandas Achmad. [*]  Berbagai sumber

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|