SERGAI, SUMUTPOS.CO – Aktivitas galian C di bantaran Sungai Ular, Kelurahan Simpang Tiga Pekanpasiran, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), kembali menjadi sorotan. Meski sebelumnya sempat dilakukan penertiban dan pemeriksaan oleh aparat penegak hukum, aktivitas penambangan tanah dan pasir di kawasan tersebut diduga kembali beroperasi bebas.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat terkait dampak kerusakan lingkungan serta potensi bencana yang dapat ditimbulkan. Seorang warga mengungkapkan bahwa penutupan yang dilakukan aparat sebelumnya hanya bersifat sementara. Setelah satu hingga dua pekan, aktivitas galian kembali berjalan seperti sediakala tanpa penindakan lanjutan yang jelas.
“Memang sempat ditutup, tapi tidak lama. Sekarang aktivitasnya diduga sudah berjalan lagi hingga sekarang,” ujar warga yang enggan disebutkan namanya.
Dari pantauan awak media di lokasi, terlihat truk-truk pengangkut pasir dan tanah lalu lalang hingga malam hari. Selain berpotensi merusak ekosistem sungai dan daerah aliran sungai (DAS), kegiatan ini dikhawatirkan memperparah erosi bantaran, mempersempit alur sungai, serta meningkatkan risiko banjir, terlebih di tengah cuaca ekstrem yang belakangan melanda sejumlah wilayah di Sumatera Utara.
Terkait kewenangan pengelolaan dan pengawasan sungai, Junaidi dari Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II menjelaskan bahwa Sungai Ular berada dalam wilayah kerja BWS Sumatera II. Namun demikian, untuk penindakan hukum di lapangan, kewenangan tersebut berada pada aparat penegak hukum sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
“Untuk penindakan hukum, kewenangannya ada pada Satpol PP dan kepolisian. BWS tidak bisa bertindak sendiri,” ujar Junaidi saat dikonfirmasi, Rabu (23/12).
Ia juga menegaskan bahwa secara dampak, aktivitas galian di bantaran sungai lebih banyak menimbulkan kerugian dibandingkan manfaat. Potensi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, menurutnya, dapat berdampak langsung terhadap wilayah Sungai Ular, termasuk kawasan Pematangterap.
“Manfaatnya lebih kecil dibandingkan dampak kerusakannya. Lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya,” tegasnya.
Menanggapi informasi bahwa aktivitas galian sempat ditertibkan namun kembali beroperasi, Junaidi menyebut pihaknya telah mengambil langkah administratif dengan menyampaikan laporan serta surat resmi kepada aparat penegak hukum di berbagai tingkatan.
“BWS sudah menyurati Kapolres, Kapolda, hingga kepolisian di tingkat kabupaten. Semua sudah disurati. Selanjutnya, aparat berwenang yang menindaklanjuti berdasarkan laporan tersebut,” jelasnya.
Sebelumnya, Polres Sergai bersama instansi terkait diketahui telah melaksanakan Kegiatan Rutin Yang Ditingkatkan (KRYD) serta penertiban di bantaran Sungai Ular. Saat pemeriksaan lapangan dilakukan, aparat tidak menemukan aktivitas penambangan.
Namun masyarakat menduga aktivitas tersebut hanya berhenti sementara dan kembali beroperasi setelah pengawasan berkurang.
Untuk memperoleh keterangan resmi terbaru, awak media telah melakukan konfirmasi kepada Kasat Reskrim Polres Sergai, Iptu Binrod Situngkir, terkait dugaan kembali beroperasinya galian C di bantaran Sungai Ular. Namun hingga berita ini diturunkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan atas konfirmasi yang disampaikan melalui pesan WhatsApp.
Masyarakat berharap adanya koordinasi tegas dan pengawasan berkelanjutan antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, serta BWS Sumatera II agar aktivitas galian yang berpotensi merusak lingkungan tersebut dapat ditertibkan secara menyeluruh dan tidak terus berulang di kemudian hari.(fad/azw)
SERGAI, SUMUTPOS.CO – Aktivitas galian C di bantaran Sungai Ular, Kelurahan Simpang Tiga Pekanpasiran, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), kembali menjadi sorotan. Meski sebelumnya sempat dilakukan penertiban dan pemeriksaan oleh aparat penegak hukum, aktivitas penambangan tanah dan pasir di kawasan tersebut diduga kembali beroperasi bebas.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat terkait dampak kerusakan lingkungan serta potensi bencana yang dapat ditimbulkan. Seorang warga mengungkapkan bahwa penutupan yang dilakukan aparat sebelumnya hanya bersifat sementara. Setelah satu hingga dua pekan, aktivitas galian kembali berjalan seperti sediakala tanpa penindakan lanjutan yang jelas.
“Memang sempat ditutup, tapi tidak lama. Sekarang aktivitasnya diduga sudah berjalan lagi hingga sekarang,” ujar warga yang enggan disebutkan namanya.
Dari pantauan awak media di lokasi, terlihat truk-truk pengangkut pasir dan tanah lalu lalang hingga malam hari. Selain berpotensi merusak ekosistem sungai dan daerah aliran sungai (DAS), kegiatan ini dikhawatirkan memperparah erosi bantaran, mempersempit alur sungai, serta meningkatkan risiko banjir, terlebih di tengah cuaca ekstrem yang belakangan melanda sejumlah wilayah di Sumatera Utara.
Terkait kewenangan pengelolaan dan pengawasan sungai, Junaidi dari Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II menjelaskan bahwa Sungai Ular berada dalam wilayah kerja BWS Sumatera II. Namun demikian, untuk penindakan hukum di lapangan, kewenangan tersebut berada pada aparat penegak hukum sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
“Untuk penindakan hukum, kewenangannya ada pada Satpol PP dan kepolisian. BWS tidak bisa bertindak sendiri,” ujar Junaidi saat dikonfirmasi, Rabu (23/12).
Ia juga menegaskan bahwa secara dampak, aktivitas galian di bantaran sungai lebih banyak menimbulkan kerugian dibandingkan manfaat. Potensi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, menurutnya, dapat berdampak langsung terhadap wilayah Sungai Ular, termasuk kawasan Pematangterap.
“Manfaatnya lebih kecil dibandingkan dampak kerusakannya. Lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya,” tegasnya.
Menanggapi informasi bahwa aktivitas galian sempat ditertibkan namun kembali beroperasi, Junaidi menyebut pihaknya telah mengambil langkah administratif dengan menyampaikan laporan serta surat resmi kepada aparat penegak hukum di berbagai tingkatan.
“BWS sudah menyurati Kapolres, Kapolda, hingga kepolisian di tingkat kabupaten. Semua sudah disurati. Selanjutnya, aparat berwenang yang menindaklanjuti berdasarkan laporan tersebut,” jelasnya.
Sebelumnya, Polres Sergai bersama instansi terkait diketahui telah melaksanakan Kegiatan Rutin Yang Ditingkatkan (KRYD) serta penertiban di bantaran Sungai Ular. Saat pemeriksaan lapangan dilakukan, aparat tidak menemukan aktivitas penambangan.
Namun masyarakat menduga aktivitas tersebut hanya berhenti sementara dan kembali beroperasi setelah pengawasan berkurang.
Untuk memperoleh keterangan resmi terbaru, awak media telah melakukan konfirmasi kepada Kasat Reskrim Polres Sergai, Iptu Binrod Situngkir, terkait dugaan kembali beroperasinya galian C di bantaran Sungai Ular. Namun hingga berita ini diturunkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan atas konfirmasi yang disampaikan melalui pesan WhatsApp.
Masyarakat berharap adanya koordinasi tegas dan pengawasan berkelanjutan antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, serta BWS Sumatera II agar aktivitas galian yang berpotensi merusak lingkungan tersebut dapat ditertibkan secara menyeluruh dan tidak terus berulang di kemudian hari.(fad/azw)

7 hours ago
3

















































