Hari Pertama Masuk Sekolah, Giliran Emak-emak Ngomel Atas Kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi, Kenapa?

19 hours ago 4
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi | Instagram

BANDUNG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Hari pertama masuk sekolah, giliran emak-emak yang “ngomel-ngomel” terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Lho, kok bisa?

Pemicunya adalah aturan baru yang mewajibkan siswa SD, SMP, hingga SMA di Jawa Barat masuk sekolah pukul 06.30 WIB. Kebijakan ini resmi berlaku mulai Senin, 14 Juli 2025, dan langsung memantik protes, terutama dari kalangan ibu rumah tangga dan pekerja.

Sejak subuh, banyak orang tua kelabakan mengatur waktu demi memastikan anak-anaknya tiba di sekolah sebelum bel berbunyi. Anisa, seorang ibu dua anak di Karawang, mengaku “rungkad” alias kelelahan fisik dan mental lantaran harus menyelesaikan urusan rumah tangga lebih cepat dari biasanya.

“Baru juga subuh, sudah harus masak katering dan urus anak. Ini pagi jadi super sibuk. Capek sekali,” keluh Anisa, Senin (14/7/2025).

Masalah Hormonal Remaja

Kebijakan sekolah masuk pukul 06.30 WIB juga mendapat sorotan dari kalangan psikolog anak. Dr. Fitriani Yustikasari Lubis, M.Si., psikolog sekaligus dosen di Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, menilai jam masuk sekolah terlalu pagi berpotensi berbenturan dengan kondisi biologis remaja.

“Remaja punya pola tidur yang unik. Mereka cenderung susah tidur cepat, apalagi karena faktor hormon. Kalau harus bangun pagi sekali, mereka bisa sulit fokus saat pelajaran dimulai,” terang Fitriani saat dihubungi terpisah.

Menurutnya, meskipun budaya masyarakat Jawa Barat yang mayoritas Muslim cenderung terbiasa bangun pagi, anak-anak tetap butuh waktu untuk siap mental sebelum menerima pelajaran.

“Kalau setelah bel langsung disuguhi materi berat, justru kurang efektif. Lebih baik pagi-pagi dipakai aktivitas ringan dulu seperti olahraga, supaya anak siap belajar,” jelasnya.

Konflik di Dalam Keluarga

Selain soal kesiapan fisik anak, kebijakan ini juga memicu persoalan di dalam rumah tangga. Dr. Yunita Sari, M.Psi., dosen Psikologi Perkembangan Universitas Islam Bandung, menegaskan komunikasi dalam keluarga menjadi kunci penting menghadapi perubahan besar seperti ini.

“Kalau orang tua belum membiasakan pola tidur lebih cepat pada anak, pasti panik saat harus bangun lebih pagi. Akhirnya bisa ribut antara suami-istri karena belum kompak dalam mengasuh anak,” tutur Yunita.

Ia juga menyoroti situasi keluarga yang tidak memiliki support system memadai, misalnya keluarga dengan orang tua tunggal atau pasangan yang terpisah jarak. Kondisi itu, menurut Yunita, berpotensi membuat anak kesulitan menyesuaikan diri.

“Anak-anak SMP dan SMA lebih rentan karena aktivitas mereka banyak di malam hari, misalnya main game sampai larut. Kalau dipaksa bangun pagi sekali, risikonya anak mengantuk sepanjang hari di sekolah,” katanya.

Macet dan Bentrok Jam Kerja

Selain urusan psikologis anak, kebijakan masuk sekolah pukul 06.30 WIB turut memicu masalah lalu lintas. Banyak pekerja pabrik di wilayah industri Karawang mengeluh karena jadwal antar anak ke sekolah bentrok dengan jam berangkat kerja.

Yono, buruh di kawasan industri KIIC Karawang Barat, mengaku perjalanan ke pabrik jadi macet parah.

“Biasanya lancar, sekarang macet banget. Soalnya waktu antar anak sekolah sama persis sama jam kami berangkat kerja,” ujar Yono.

Deretan Kebijakan Kontroversial Dedi Mulyadi

Aturan jam masuk sekolah ini kian melengkapi deretan kebijakan kontroversial Gubernur Dedi Mulyadi sejak menjabat. Sebelumnya, ia sempat melarang study tour dan acara wisuda bagi siswa SMA/SMK, dengan alasan keselamatan.

Di bidang rekreasi, Dedi juga menuai protes setelah membongkar wahana Hibisc Fantasy milik BUMD Jaswita Jabar pada Maret 2025 karena masalah izin, meski kebijakan itu diklaim demi mengatasi banjir di kawasan Puncak.

Kontroversi lain muncul lewat kebijakan mengirim remaja yang dianggap nakal ke barak militer. Kebijakan ini mendapat kritik keras dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) karena dianggap intimidatif dan tanpa dasar asesmen psikologis yang jelas.

Tak kalah heboh, Dedi sempat menyarankan pria dari keluarga penerima bantuan sosial (bansos) mengikuti program vasektomi demi mengendalikan jumlah anak. Meskipun kemudian ia meluruskan bahwa vasektomi bukan syarat bansos, ucapannya terlanjur memicu penolakan keras dari berbagai pihak, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Kebijakan jam malam bagi pelajar serta wacana penghapusan pekerjaan rumah (PR) juga menambah daftar kebijakan Dedi yang menuai pro dan kontra.

Perlu Evaluasi

Menurut Yunita Sari, kebijakan masuk sekolah pukul 06.30 WIB sebaiknya dievaluasi secara menyeluruh setelah berjalan beberapa bulan.

“Perlu ada evaluasi satu semester. Jangan dipaksakan kalau memang banyak yang tidak sanggup. Terpenting, komunikasi antara orang tua, anak, dan pihak sekolah harus terjalin baik,” tegasnya.

Meski tujuannya agar anak terbiasa bangun pagi, banyak pihak menilai kebijakan ini belum mempertimbangkan realitas sosial masyarakat Jawa Barat. Bagi emak-emak, buruh pabrik, hingga siswa, kebijakan ini justru menjadi sumber stres baru di awal tahun ajaran. [*]  Berbagai sumber

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|