BATUBARA, SUMUTPOS.CO— Sebuah langkah kecil dengan semangat besar mewarnai akhir pekan di Desa Tanjung Gading, Kabupaten Batu Bara. Perkumpulan Jejak Langkah Pendidikan (Jalanin) Indonesia Wilayah Sumatera Utara kembali menegaskan komitmennya untuk menghadirkan pendidikan yang bermakna dan berakar pada nilai-nilai kehidupan melalui sebuah pelatihan intensif bertajuk Training Fasilitator Kehidupan.
Bertempat di Tomaco Inalum, pelatihan ini menjadi ruang bertumbuh bagi para guru dari tiga kabupaten, Batubara, Asahan, dan Tanjungbalai.
Sebanyak 40 peserta yang hadir bukan hanya datang sebagai pendidik, melainkan sebagai individu yang membawa harapan untuk menjadi agen perubahan nyata di tengah krisis makna dalam dunia pendidikan saat ini. Selama sehari penuh, mereka dibekali bukan sekadar teori, melainkan pendekatan pembelajaran yang membumi dan menyentuh sisi terdalam dari profesi seorang guru yakni menjadi fasilitator kehidupan.
Dalam suasana hangat dan reflektif, para peserta diajak untuk melihat kembali alasan mereka memilih jalan sunyi ini—menjadi guru yang hadir bukan hanya di ruang kelas, tetapi juga di ruang batin murid-murid mereka.
Kegiatan ini dipandu Ridho Erwinsyah, seorang pelatih yang dikenal luas dengan pendekatan yang humanis dan mendalam. Didampingi dua fasilitator pendamping, Ridho tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga membongkar sekat-sekat rutinitas yang selama ini menumpulkan daya hidup dalam pendidikan.
Para guru didorong untuk menyelami kembali makna peran mereka, belajar mendengar, berbicara dengan empati, dan merancang pengalaman belajar yang tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga menghidupkan jiwa.
Suasana pelatihan menjadi semakin istimewa dengan dilaksanakannya pelantikan tiga pengurus daerah Jalanin Indonesia. Prosesi ini menjadi simbol ekspansi dan penguatan jaringan Jalanin di daerah, yang diyakini sebagai titik strategis perubahan pendidikan.
Mukhlis, S.Pd.I resmi dikukuhkan sebagai Ketua Jalanin Batubara, Jiah Mila Kurnia Pane, SS memegang amanah sebagai Ketua Jalanin Asahan, dan Iswani Hayati dipercaya menahkodai Jalanin Tanjungbalai. Ketiganya adalah figur-figur yang telah membuktikan diri sebagai penggerak pendidikan di wilayah masing-masing.
Pelantikan dilakukan Ketua Wilayah Jalanin Sumatera Utara, Rahmadani Lubis, S.Si. Dalam sambutannya yang menggugah, Rahmadani menekankan bahwa pelatihan ini bukan semata-mata kegiatan peningkatan kapasitas, melainkan sebuah misi kolektif untuk menyiapkan pemimpin pendidikan masa depan—mereka yang mampu menghadirkan nilai-nilai kehidupan di tengah tekanan angka, kurikulum, dan standar formal. “Kita tidak hanya sedang melatih guru, tetapi sedang menyiapkan pemimpin pendidikan masa depan yang mampu membumikan nilai-nilai kehidupan di ruang kelas,” ungkapnya dengan penuh keyakinan.
Pelatihan ini menjadi titik tolak dari sebuah gerakan yang lebih besar: menjadikan pendidikan sebagai jalan pembebasan, menjadikan guru sebagai pelita, bukan sekadar pengantar materi. Di tengah dinamika dunia yang serba cepat dan dangkal, Jalanin hadir untuk mengingatkan bahwa akar dari pendidikan sejati ada pada hubungan manusia—pada keberanian untuk hadir sepenuhnya, mendengarkan sepenuh hati, dan mendidik dengan sepenuh jiwa.
Karena pada akhirnya, pendidikan bukan tentang siapa yang tercepat mencapai target, tetapi tentang siapa yang paling mampu menghidupkan kembali jiwa-jiwa yang nyaris padam. (adz)
BATUBARA, SUMUTPOS.CO— Sebuah langkah kecil dengan semangat besar mewarnai akhir pekan di Desa Tanjung Gading, Kabupaten Batu Bara. Perkumpulan Jejak Langkah Pendidikan (Jalanin) Indonesia Wilayah Sumatera Utara kembali menegaskan komitmennya untuk menghadirkan pendidikan yang bermakna dan berakar pada nilai-nilai kehidupan melalui sebuah pelatihan intensif bertajuk Training Fasilitator Kehidupan.
Bertempat di Tomaco Inalum, pelatihan ini menjadi ruang bertumbuh bagi para guru dari tiga kabupaten, Batubara, Asahan, dan Tanjungbalai.
Sebanyak 40 peserta yang hadir bukan hanya datang sebagai pendidik, melainkan sebagai individu yang membawa harapan untuk menjadi agen perubahan nyata di tengah krisis makna dalam dunia pendidikan saat ini. Selama sehari penuh, mereka dibekali bukan sekadar teori, melainkan pendekatan pembelajaran yang membumi dan menyentuh sisi terdalam dari profesi seorang guru yakni menjadi fasilitator kehidupan.
Dalam suasana hangat dan reflektif, para peserta diajak untuk melihat kembali alasan mereka memilih jalan sunyi ini—menjadi guru yang hadir bukan hanya di ruang kelas, tetapi juga di ruang batin murid-murid mereka.
Kegiatan ini dipandu Ridho Erwinsyah, seorang pelatih yang dikenal luas dengan pendekatan yang humanis dan mendalam. Didampingi dua fasilitator pendamping, Ridho tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga membongkar sekat-sekat rutinitas yang selama ini menumpulkan daya hidup dalam pendidikan.
Para guru didorong untuk menyelami kembali makna peran mereka, belajar mendengar, berbicara dengan empati, dan merancang pengalaman belajar yang tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga menghidupkan jiwa.
Suasana pelatihan menjadi semakin istimewa dengan dilaksanakannya pelantikan tiga pengurus daerah Jalanin Indonesia. Prosesi ini menjadi simbol ekspansi dan penguatan jaringan Jalanin di daerah, yang diyakini sebagai titik strategis perubahan pendidikan.
Mukhlis, S.Pd.I resmi dikukuhkan sebagai Ketua Jalanin Batubara, Jiah Mila Kurnia Pane, SS memegang amanah sebagai Ketua Jalanin Asahan, dan Iswani Hayati dipercaya menahkodai Jalanin Tanjungbalai. Ketiganya adalah figur-figur yang telah membuktikan diri sebagai penggerak pendidikan di wilayah masing-masing.
Pelantikan dilakukan Ketua Wilayah Jalanin Sumatera Utara, Rahmadani Lubis, S.Si. Dalam sambutannya yang menggugah, Rahmadani menekankan bahwa pelatihan ini bukan semata-mata kegiatan peningkatan kapasitas, melainkan sebuah misi kolektif untuk menyiapkan pemimpin pendidikan masa depan—mereka yang mampu menghadirkan nilai-nilai kehidupan di tengah tekanan angka, kurikulum, dan standar formal. “Kita tidak hanya sedang melatih guru, tetapi sedang menyiapkan pemimpin pendidikan masa depan yang mampu membumikan nilai-nilai kehidupan di ruang kelas,” ungkapnya dengan penuh keyakinan.
Pelatihan ini menjadi titik tolak dari sebuah gerakan yang lebih besar: menjadikan pendidikan sebagai jalan pembebasan, menjadikan guru sebagai pelita, bukan sekadar pengantar materi. Di tengah dinamika dunia yang serba cepat dan dangkal, Jalanin hadir untuk mengingatkan bahwa akar dari pendidikan sejati ada pada hubungan manusia—pada keberanian untuk hadir sepenuhnya, mendengarkan sepenuh hati, dan mendidik dengan sepenuh jiwa.
Karena pada akhirnya, pendidikan bukan tentang siapa yang tercepat mencapai target, tetapi tentang siapa yang paling mampu menghidupkan kembali jiwa-jiwa yang nyaris padam. (adz)