
JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mendorong segera dibuatnya aturan khusus mengenai desain jalan tol, terutama di area menurun menjelang gerbang tol. Desakan ini muncul menyusul kecelakaan beruntun yang kembali terjadi di Gerbang Tol (GT) Ciawi 2, Kota Bogor, yang diduga disebabkan oleh rem blong pada truk kontainer.
Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono, mengatakan bahwa selama ini tidak ada regulasi yang mengatur tentang kemiringan atau kontur jalan tol sebelum memasuki gerbang. Padahal, kata dia, jalan yang menurun tanpa area datar dapat memperparah risiko kecelakaan, terutama jika kendaraan mengalami gangguan pada sistem pengereman.
“Di depan gerbang tol itu kan jalannya menurun. Nah itu salah satu yang kami rekomendasikan: harusnya dibuat datar dan cukup panjang agar kendaraan punya ruang untuk berhenti, apalagi kalau rem bermasalah,” ujar Soerjanto saat dihubungi, Senin (2/6/2025).
Ia menegaskan bahwa KNKT telah memberikan rekomendasi kepada pengelola jalan tol agar membuat bordes atau bidang datar di lokasi rawan. Meskipun belum ada aturan resmi, ia meminta operator tidak menunggu regulasi baru karena yang dipertaruhkan adalah keselamatan pengguna jalan.
Soerjanto mengungkapkan, investigasi terhadap berbagai kecelakaan menunjukkan bahwa persoalan rem blong kerap dipicu oleh kegagalan mekanik, buruknya perawatan kendaraan, hingga kelemahan dalam pengawasan regulasi.
Ia merinci empat persoalan mendasar yang menjadi akar masalah: pertama, sistem perawatan kendaraan yang tidak diwajibkan secara periodik. Berbeda dengan pesawat, kapal, atau kereta yang wajib menjalani overhaul berkala, kendaraan darat seringkali hanya diservis setelah mengalami kerusakan.
“Khusus sistem rem, mestinya di-overhaul setiap dua atau tiga tahun. Kalau dibiarkan tanpa perawatan, potensi rem blong di jalan menurun sangat tinggi,” ujarnya.
Kedua, ia menyoroti tidak adanya batas jam kerja bagi sopir angkutan umum. Kondisi ini, menurut Soerjanto, sangat berbeda dengan pengemudi moda transportasi lain seperti pilot atau masinis yang jam kerjanya diatur ketat.
“Jam kerja sopir bus dan truk ini enggak diawasi. Kalau mereka kelelahan dan mengantuk, risiko kecelakaannya meningkat tajam,” katanya.
Ketiga, aspek kesehatan pengemudi juga menjadi sorotan. Banyak pengemudi angkutan darat yang menderita penyakit kronis seperti diabetes, kolesterol, hingga gangguan ginjal yang memengaruhi konsentrasi dan refleks saat mengemudi. Sayangnya, tidak ada aturan yang mewajibkan pemeriksaan kesehatan berkala bagi mereka.
“Kalau pilot atau masinis tidak lolos tes kesehatan, langsung dilarang mengoperasikan. Tapi sopir darat? Enggak ada aturannya,” ungkap Soerjanto.
Keempat, lemahnya penegakan regulasi. Ia menyayangkan bahwa regulasi yang ada selama ini masih sebatas imbauan atau surat edaran, yang tidak memiliki kekuatan hukum. Menurutnya, harus ada peraturan menteri agar pengawasan dan penerapannya lebih kuat.
“Kami harap pemerintah serius membuat regulasi wajib, bukan hanya surat edaran. Enforcement itu penting,” tegasnya.
Sementara itu, kecelakaan yang menjadi perhatian KNKT terjadi pada Senin pagi (2/6/2025) di Gerbang Tol Ciawi 2. Sebuah truk kontainer jenis Fuso bernomor polisi F-9717-FE yang dikemudikan oleh Suherman diduga mengalami gangguan pengereman saat melaju dari arah Ciawi menuju Jakarta.
Truk tersebut tak mampu berhenti di turunan menjelang gerbang tol, hingga akhirnya menabrak dua mobil yang tengah mengantre di depan pintu masuk. Petugas Jasa Marga bersama aparat kepolisian segera melakukan proses evakuasi dan penanganan di lokasi kejadian.
KNKT berharap kecelakaan semacam ini tidak kembali terjadi. Karena itu, selain mendorong perubahan desain jalan, mereka juga meminta semua pihak—baik pengelola jalan tol, regulator, hingga perusahaan angkutan—untuk segera membenahi sistem keselamatan transportasi darat secara menyeluruh.
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.