
JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Secara hitung-hitungan kursi di DPR, akan sulit menggolkan usulan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari jabatannya sebagai Wakil Presiden RI. Ganjalan pertama datang dari Fraksi Partai Golkar.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, menyatakan bahwa desakan pemakzulan terhadap Gibran tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Menurutnya, pemakzulan hanya dapat dilakukan apabila pejabat yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran hukum tertentu sebagaimana diatur dalam konstitusi.
“Syarat yang diatur konstitusi itu kalau melakukan pelanggaran hukum, itupun dalam hal-hal tertentu yang sudah secara spesifik disebutkan,” ujar Sarmuji saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Pernyataan itu disampaikannya untuk merespons surat dari Forum Purnawirawan TNI yang mendesak DPR dan MPR segera memproses pemakzulan Gibran dari kursi wapres. Namun, Sarmuji menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada pelanggaran hukum yang dilakukan Gibran sesuai kriteria konstitusi untuk dimakzulkan.
“Kalau yang khusus Mas Wapres, sampai sekarang belum ada pelanggaran hukum apapun sebagaimana yang tertera dalam konstitusi, dalam aturan perundangan kita yang bisa menyebabkan Mas Gibran untuk dimakzulkan,” tegas Ketua Fraksi Golkar DPR RI itu.
Ia juga menekankan bahwa DPR bekerja berdasarkan hukum dan aturan yang berlaku. “DPR itu pembuat undang-undang. Jadi, segala tindakannya harus mengacu pada aturan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Forum Purnawirawan TNI menyampaikan usulan pemakzulan Gibran dalam surat tertanggal 26 Mei 2025 yang ditujukan kepada Ketua MPR Ahmad Muzani dan Ketua DPR Puan Maharani. Dalam surat itu, Forum meminta agar DPR dan MPR segera memulai proses pemakzulan berdasarkan landasan hukum yang berlaku.
Mereka merujuk pada sejumlah dasar hukum seperti UUD 1945 Amandemen Ketiga, TAP MPR Nomor XI/MPR/1998, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, serta Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Forum menilai pencalonan Gibran sebagai wakil presiden sarat dengan pelanggaran hukum. Salah satu sorotan utama adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dinilai cacat hukum karena melibatkan konflik kepentingan antara Ketua MK saat itu, Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran.
“Keputusan itu tidak independen karena adanya intervensi melalui relasi keluarga langsung, paman dan keponakan,” tulis Forum dalam surat tersebut.
Tak hanya dari aspek hukum, Forum juga menyoroti aspek kepatutan, kelayakan, serta integritas moral dan etika Gibran sebagai pemimpin. Mereka mempertanyakan kapasitas Gibran untuk memimpin bangsa sebesar Indonesia, mengingat pengalaman politiknya yang dinilai masih minim.
“Naif bagi bangsa ini jika memiliki wakil presiden yang tidak cukup kapasitas dan kepantasannya untuk memimpin rakyat Indonesia,” lanjut Forum.
Isu dugaan keterlibatan Gibran dalam pengelolaan akun media sosial “Fufufafa” yang memuat hinaan terhadap sejumlah tokoh nasional juga ikut diangkat. Akun tersebut diduga dikendalikan langsung oleh Gibran, dan sempat memicu kegaduhan publik.
Forum juga mengingatkan kembali laporan akademisi Ubedilah Badrun pada 2022 yang menyebut adanya dugaan korupsi terkait relasi bisnis antara Gibran dan Kaesang Pangarep. Laporan itu mengungkap dugaan suntikan dana dari perusahaan modal ventura ke startup milik keduanya.
“Berdasarkan uraian tersebut, kami mendesak agar DPR RI segera memproses pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka,” demikian salah satu kutipan dari surat Forum.
Surat tersebut ditandatangani oleh empat tokoh senior militer, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.