Patih Rojoniti: Ksatria Mangir yang Nyaris Terlupakan

6 hours ago 2
Makam Adik kandung Ki Ageng MangirMakam Patih Rojoniti, meski sangat sederhana, namun masih mendapat penghormatan dari masyarakat setempat di Gadingsari, Sanden, Bantul sebagai bagian dari kebesaran Tanah Perdikan Mangir | Yuliantoro

BANTUL, JOGLOSEMARNEWS.COM – Di sebuah sudut pedesaan selatan Yogyakarta, tepatnya di Jalan Samas Kuwaru No.16, Dusun Rojoniten, Cangkring, Gadingsari, Sanden, berdiri sebuah makam tua yang dijaga dengan penuh hormat oleh masyarakat sekitar. Di sinilah Patih Rojoniti, tokoh bangsawan karismatik dari Tanah Perdikan Mangir, dimakamkan.

Namanya memang tidak sepopuler Ki Ageng Mangir—sang kakak yang gugur akibat  muslihat Panembahan Senopati, pendiri Kesultanan Mataram Islam. Namun dalam cerita rakyat, nama Rojoniti tetap dikenang sebagai lambang keberanian, kesetiaan, dan perlawanan terhadap kekuasaan yang sewenang-wenang.

“Beliau bukan hanya patih, tetapi orang besar. Setelah Ki Ageng Mangir wafat, dialah yang melanjutkan perlawanan,” tutur Mbah Wondo, juru kunci makam yang telah lama merawat pusara sang patih, seperti dikutip dari rilis Yuliantoro ke Joglosemarnews.

 Bangsawan Pembela Rakyat

Patih Rojoniti lahir dan dibesarkan di lingkungan bangsawan Mangir. Ia adalah adik kandung Ki Ageng Mangir, tokoh yang mendirikan Perdikan Mangir sebagai wilayah mandiri di tengah ekspansi Mataram. Ketika Mataram di bawah Panembahan Senopati berusaha menaklukkan Mangir, Ki Ageng Mangir tewas secara tragis: dijebak lewat pernikahan politik dengan putri raja, lalu dibunuh saat bersujud di hadapan sang mertua.

Tragedi ini memicu amarah Rojoniti. Ia bangkit, bukan hanya sebagai adik yang kehilangan saudara, tetapi sebagai pemimpin yang ingin mengembalikan kehormatan Mangir. Dalam beberapa cerita rakyat, Patih Rojoniti disebut sebagai orang yang membunuh Raden Ronggo, putra Panembahan Senopati. Hal itu ia lakukan sebagai aksi balas dendam, dengan menggunakan tombak pusaka Kiai Baru Klinthing.

Namun, ada pula versi yang menyebut Rojoniti bukan asli Mangir, melainkan patih pelarian dari Majapahit yang kemudian membela rakyat di wilayah selatan. Kisah ini memunculkan dugaan bahwa Rojoniti hidup di masa peralihan Majapahit yang Hindu-Buddha ke Mataram Islam, menjadikan posisinya istimewa sebagai penjaga nilai-nilai lama di tengah munculnya kekuasaan baru.

 Religius dan Merakyat

Selain dikenal sebagai ksatria dan pemimpin, Rojoniti juga dikenal taat beribadah dan mendalami ilmu kanuragan serta kebatinan. Banyak yang meyakini ia telah memeluk Islam, mengingat kedekatan Mangir dengan pusat-pusat dakwah di sekitar Pajimatan Imogiri dan Kotagede.

Masyarakat setempat percaya Patih Rojoniti memiliki kelebihan spiritual. “Banyak yang datang ke sini minta kelancaran rezeki, keselamatan, atau sekadar berdoa agar kuat menghadapi hidup,” ujar Mbah Wondo.

Meski dihimpit tekanan politik dan militer dari Mataram, Patih Rojoniti tetap setia pada rakyat. Ia dikenal membela hak petani, menjaga ketenteraman desa, dan memastikan wilayah Mangir menjadi tempat aman bagi rakyat kecil.

“Beliau sangat membela wong cilik, tidak takut melawan orang-orang yang merampas hak rakyat,” kata Pak Slamet, tokoh masyarakat yang kerap menemani para peziarah.

Patih Rojoniti meninggalkan lebih dari sekadar makam dan kisah perlawanan. Ia mewariskan semangat bahwa kebenaran dan keadilan tak boleh tunduk pada kekuasaan.

Kini, makamnya menjadi salah satu tujuan ziarah yang selalu ramai dikunjungi. Meski tak semegah makam para raja, tempat ini tetap dijaga dan dihormati. Peziarah datang tak hanya dari Bantul, tetapi juga dari daerah lain, termasuk komunitas spiritual dan budaya yang tertarik menelusuri jejak perlawanan rakyat Jawa terhadap kekuasaan kolonial maupun feodal.

“Beliau adalah simbol orang yang tidak silau kekuasaan. Seperti Ki Ageng Mangir, beliau lebih memilih mati terhormat daripada hidup dalam tunduk,” pungkas Mbah Wondo.

Patih Rojoniti memang tidak tercatat resmi sebagai pahlawan dalam buku sejarah. Namun, di hati masyarakat Mangir dan sekitarnya, ia tetap dikenang sebagai pahlawan sejati—pemimpin yang berjuang bukan hanya dengan senjata, tetapi juga sebagai pelindung rakyat kecil yang tak punya kuasa.   [*]

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|