Ribuan Calon Dokter Terancam Gagal Praktik, Dekan FKUI Soroti Sikap Kolegium yang Dinilai Mengancam

9 hours ago 1
Ilustrasi dokter. Pexels

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – DI tengah besarnya kebutuhan akan tenaga kesehatan dewasa ini, ancaman serius justru tengah membayangi sekitar 4.000 calon dokter dan tenaga kesehatan yang akan mengikuti uji kompetensi nasional pada Agustus 2025.

Pasalnya, sejumlah kolegium menyatakan tidak akan menerbitkan sertifikat kompetensi apabila pelaksanaan uji kompetensi tak sesuai dengan ketentuan baru dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.

Pernyataan tegas itu disampaikan dalam surat bersama yang ditandatangani oleh empat kolegium: Kolegium Dokter, Keperawatan, Kebidanan, dan Farmasi. Dalam surat tertanggal 14 Juli 2025, mereka menolak skema uji kompetensi dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) yang dinilai tidak sejalan dengan regulasi terbaru. Kolegium juga menegaskan bahwa setelah 8 Agustus 2025, mereka tidak akan mengakui hasil uji kompetensi yang tidak melibatkan kolegium secara penuh dalam seluruh prosesnya.

Langkah kolegium ini memicu kekhawatiran di lingkungan pendidikan kedokteran. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Ari Fahrial Syam, menyampaikan keprihatinannya atas sikap kolegium yang dinilai arogan dan kontraproduktif. Ia menyebut, pernyataan kolegium yang bernada ultimatum itu justru menambah tekanan psikologis terhadap ribuan mahasiswa yang tengah bersiap menghadapi ujian.

“Pernyataan itu sangat mengganggu. Ribuan calon dokter terancam tidak mendapatkan sertifikat kompetensi, yang berarti mereka juga tak bisa memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR). Ini berdampak langsung pada izin praktik mereka,” ujar Ari saat dikonfirmasi, Rabu (16/7/2025).

Menurut Ari, proses transisi dari sistem lama ke sistem baru masih belum sepenuhnya berjalan, karena Standar Prosedur Operasional (SPO) uji kompetensi nasional yang seharusnya disusun bersama oleh Kementerian Kesehatan dan Kemendiktisaintek hingga kini belum ditetapkan secara resmi. Hal ini membuat sejumlah perguruan tinggi masih menggunakan pola lama dalam pelaksanaan uji kompetensi.

Sementara itu, Ketua Kolegium Dokter Efmansyah Iken Lubis menegaskan bahwa keterlibatan kolegium adalah mandat undang-undang. Menurutnya, sesuai Pasal 213 UU Kesehatan 2023, uji kompetensi wajib melibatkan kolegium sejak tahap perencanaan hingga evaluasi. Ia pun menyayangkan masih adanya pelaksanaan uji kompetensi yang tidak melibatkan kolegium secara menyeluruh.

“Kalau kami tidak dilibatkan, maka kami tidak akan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Dan karena itu, kami tidak akan menerbitkan sertifikat kompetensi,” kata Efmansyah saat dihubungi, Selasa (15/7/2025).

Ia menambahkan bahwa Kemenkes sebenarnya telah menyusun draft SPO final sejak 28 Mei 2025, namun belum mendapatkan pengesahan bersama dari kedua kementerian. Hal inilah yang membuat situasi menjadi tidak pasti.

Lebih jauh, Efmansyah menyebut skema uji kompetensi yang masih menjadikan ujian nasional sebagai satu-satunya acuan dinilai bertentangan dengan prinsip akuntabilitas dan otonomi pendidikan tinggi. Ia menggarisbawahi bahwa landasan hukum Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) juga sudah tidak berlaku.

Dari sisi kesehatan mental, Ari Fahrial Syam mengingatkan bahwa situasi ini memperburuk kondisi psikologis mahasiswa. Ia merujuk hasil skrining Kementerian Kesehatan pada Maret 2024 terhadap peserta program pendidikan dokter spesialis di 28 rumah sakit vertikal, yang menemukan bahwa 22,4 persen mengalami gejala depresi dan 3,3 persen di antaranya memiliki kecenderungan untuk melukai diri.

“Ini bukan hanya soal legalitas administratif, tapi juga berhubungan langsung dengan tekanan mental mahasiswa. Pemerintah harus segera hadir dan menyelesaikan konflik ini,” tegasnya.

Merespons polemik ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa hingga SPO yang baru disahkan, pelaksanaan uji kompetensi tetap akan menggunakan prosedur yang lama. Ia memastikan sertifikasi kompetensi masih bisa diterbitkan dalam masa transisi.

“Selama belum ada SPO yang baru, kita tetap pakai SOP lama. Sertifikasi tetap bisa keluar dan sudah ada beberapa yang diterbitkan,” ujar Budi usai rapat kerja dengan Komisi IX DPR.

Dengan waktu yang kian mepet menuju pelaksanaan ujian kompetensi Agustus mendatang, berbagai pihak berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret demi melindungi masa depan ribuan tenaga kesehatan Indonesia yang tengah menanti kepastian. [*] Berbagai sumber

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|