Usai Sebut Pengemis Hanya Berpura-pura, Menteri Kuba Ini Mundur Sebelum Dimakzulkan

23 hours ago 6
Ilustrasi | kreasi AI

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Hanya karena pernyataannya yang membikin heboh publik, Menteri Tenaga Kerja dan Jaminan Sosial Kuba, Marta Elena Feito Cabrera mengundurkan diri dari jabatannya.

Dalam sebuah pernyataannya yang kontroversial, dia mengatakan bahwa para pengemis yang ada di Kuba, sebenarnya hanyalah orang yang berpura-pura miskin dengan pakaian yang menyamar sebagai pengemis.

Pernyataan tersebut memicu kemarahan publik dan kritik pedas, termasuk dari Presiden Kuba, Miguel Diaz-Canel. Melalui akun media sosial X, Diaz-Canel menilai ucapan Feito sebagai bentuk kurangnya kepekaan terhadap penderitaan rakyat.

“Revolusi tidak boleh meninggalkan siapa pun. Tidak ada tempat untuk sikap arogan yang menafikan realitas sosial,” tegas Diaz-Canel, meski tanpa langsung menyebut nama Feito.

Pengunduran diri Feito diumumkan oleh Kepresidenan Kuba pada Rabu (16/7/2025), setelah sang menteri mengakui pernyataannya tidak objektif dan kurang peka terhadap kondisi sosial di negaranya.

Sebelumnya, dalam rapat komite Majelis Nasional pada Senin (14/7/2025), Feito menyatakan bahwa pengemis di Kuba hanyalah orang-orang yang berdandan seolah-olah miskin. Ia bahkan menuding mereka yang membersihkan kaca mobil atau mengais sampah sebenarnya hidup nyaman dan menggunakan penghasilan mereka untuk membeli minuman keras.

“Orang-orang yang Anda lihat tampak seperti pengemis, jika diperhatikan tangan dan pakaian mereka, sebenarnya menyamar. Mereka bukan pengemis. Di Kuba tidak ada pengemis,” kata Feito dalam pernyataan yang disiarkan televisi nasional.

Pernyataan itu cepat viral di media sosial. Warganet Kuba ramai-ramai membagikan foto-foto orang yang terpaksa makan dari tong sampah, membantah klaim Feito.  Muncul juga seruan untu memakzulkan Feito dari jabatannya lantaran pernyataan itu.

Bahkan, ekonom Kuba Pedro Monreal menyindir bahwa di Kuba pun ada “orang-orang yang menyamar sebagai menteri.”

Fenomena pengemis atau orang mengais sampah memang kian marak di Havana, ibu kota Kuba, seiring memburuknya kondisi ekonomi negara itu. Krisis ekonomi terburuk dalam tiga dekade terakhir melanda Kuba, dipicu kombinasi embargo Amerika Serikat, salah kelola ekonomi, hingga dampak pandemi Covid-19 yang memukul sektor pariwisata.

Data pemerintah menyebut sekitar 189.000 keluarga, atau 350.000 individu, hidup dalam kondisi rentan dari total populasi 9,7 juta jiwa. Mereka kini bergantung pada bantuan sosial untuk bertahan hidup.

Selain kekurangan pangan, Kuba juga menghadapi inflasi tinggi, kelangkaan bahan bakar, dan pemadaman listrik hampir setiap hari.

Amerika Serikat, yang masih mempertahankan embargo ekonomi sejak era Perang Dingin, belakangan kembali memperketat sanksi di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump. Padahal, Presiden Barack Obama sempat berupaya memperbaiki hubungan bilateral, termasuk melakukan kunjungan bersejarah ke Kuba pada 2016 — kunjungan presiden AS pertama dalam hampir satu abad.

Pengunduran diri Feito menambah daftar masalah politik di negara yang kini terhimpit kesulitan ekonomi dan gejolak sosial.

Jika di Kuba pejabat yang merasa diri bersalah rela mengudurkan diri jabatannya sekalipun seruan pemakzulan belum dilakukan secara legal, bagaimana dengan Indonesia. Apakah sikap legawa seperti ini sudah tumbuh dalam jiwa para pemimpin di negeri ini?  [*]  Berbagai sumber

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|