SURABAYA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Polisi akhirnya mengungkap dalang di balik kebakaran Gedung Negara Grahadi, Surabaya, yang terjadi saat kerusuhan usai aksi unjuk rasa akhir Agustus lalu. Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) menetapkan sembilan orang sebagai tersangka. Ironisnya, delapan di antaranya masih berstatus anak di bawah umur.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, menjelaskan bahwa unjuk rasa pada Sabtu (30/8/2025) awalnya berlangsung damai. Namun, situasi berubah kacau ketika sekelompok massa melakukan perusakan hingga berujung pelemparan bom molotov ke arah gedung bersejarah tersebut.
“Perlu kami tegaskan, yang sedang diproses ini adalah kelompok perusuh, bukan bagian dari peserta aksi penyampaian aspirasi,” ujar Jules, Sabtu (6/9/2025).
Dari sembilan tersangka, satu-satunya pelaku dewasa berinisial AEP (20), warga asal Maluku Tengah yang tinggal di Sidoarjo. AEP disebut sebagai otak sekaligus eksekutor pelemparan molotov. Bersama empat remaja lainnya, ia meracik sedikitnya lima botol berisi bahan bakar untuk digunakan dalam aksi.
Sementara itu, delapan tersangka lain adalah anak berhadapan dengan hukum (ABH) dengan rentang usia 16–17 tahun. Polisi menyebut, mereka memiliki peran berbeda-beda, mulai dari mengajak teman lewat grup WhatsApp, menyiapkan bahan bakar, membuat molotov, melempari batu, hingga menjarah material di area Grahadi.
“Kelompok ini sempat bertemu di kawasan Bumi Pecabean Asri, Candi, Sidoarjo, pada malam sebelum kejadian. Dari pertemuan itu, mereka sepakat menyiapkan enam bom molotov untuk dibawa saat demonstrasi,” jelas Jules.
Sekitar pukul 21.00 WIB pada Sabtu malam, AEP bersama delapan remaja itu datang ke lokasi. Mereka lalu melempar molotov ke arah sisi barat Grahadi hingga api membakar sebagian gedung.
Dalam pengungkapan kasus ini, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa tiga botol bir sisa molotov, satu kardus botol bir, pakaian yang digunakan tersangka saat aksi, tiga ponsel, dan satu sepeda motor.
Atas perbuatannya, AEP dijerat Pasal 187 KUHP tentang pembakaran dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. Sedangkan untuk delapan anak yang terlibat, proses hukum akan ditangani oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) sesuai ketentuan perlindungan anak.
Jules menegaskan kembali, aksi pelemparan molotov ke Gedung Grahadi murni tindak pidana. “Perusakan ini tidak ada kaitannya dengan penyampaian pendapat di muka umum. Yang kami tangani adalah kriminalitasnya,” tegasnya. [*] Berbagai sumber
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.