
SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sebuah antologi Cerkak (cerita cekak atau cerita berbahasa Jawa) bertajuk Rembulan Sumunar resmi diluncurkan di Rumah Banjarsari, Solo, Jumat (5/9/2025). Buku ini menghimpun 43 karya perempuan penulis dari berbagai daerah di Indonesia, dan menjadi penanda kuat hadirnya suara-suara perempuan dalam sastra Jawa kontemporer.
Antologi yang diterbitkan oleh Interlude, Yogyakarta tersebut lahir dari Lomba Menulis Cerkak Kinanthi Pawestri 2025 yang digelar Rumah Sastra Sragen (RSS). Sebanyak 40 penulis perempuan ikut serta, dengan latar belakang beragam, mulai ibu rumah tangga, guru, dosen, hingga praktisi.
Buku ini merupakan kumpulan hasil karya dari para perempuan penulis dari berbagai daerah di Indonesia, seperti dari Malang, Banjarnegara, Solo, Semarang,Yogyakarta dan lain-lain. Bertindak selaku kurator Krishna Mihardja dan diulas dalam pengantar oleh Dhanu Priyo Wibowo.
Dari ajang ini, tiga karya dinobatkan sebagai juara, yakni Nafkah Dudu Utang karya Ngatinah sebagai Juara I, Rejeki Sakwise Ditalak karya Fadmi Sustiwi (Juara II), dan Layar Ponsel lan Laku Urip karya Ajeng Tri Nursanti (Juara III). Keseluruhan karya pemenang maupun peserta lain kemudian disatukan dalam buku Rembulan Sumunar.

Peluncuran buku sekaligus bedah antologi ini menghadirkan Ucik Fudhiyah, dosen Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang (Unnes), sebagai pembedah, dengan moderator Dr. Sawitri dari Univet Sukoharjo. Jalannya acara dipandu MC Serunie.
Ucik Fudhiyah memberi catatan khusus atas semangat para peserta perempuan yang tetap menulis di sela-sela kesibukan rumah tangga dan pekerjaan. “Justru dari situ karya mereka menjadi istimewa. Mereka mampu meluangkan waktu untuk menyalurkan imajinasi ke dalam karya sastra yang bernas,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Koordinator Rumah Sastra Sragen sebagai pihak penyelenggara, Sus S Hardjono mengatakan, tujuan utama kegiatan tersebut adalah memotivasi para penulis perempuan untuk terus berkarya, memperkuat diri, serta tidak berhenti menulis meskipun dihadapkan pada berbagai kesibukan.
“Kami berharap para perempuan tetap berdaya melalui karya sastra yang bisa memberi inspirasi bagi banyak orang,” ujarnya.
Sementara itu, pegiat Omah Tulis Sukoharjo, Bambang Hermanto, yang juga hadir dalam acara tersebut, menyampaikan dukungannya kepada para penulis perempuan. Ia menekankan bahwa penting bagi semua pihak untuk memberi ruang dan semangat agar perempuan dapat terus menulis. Menurutnya, karya-karya perempuan tidak hanya berarti bagi perkembangan sastra Jawa, tetapi juga memiliki peran penting dalam memperkuat literasi masyarakat.
Ia mengatakan, lomba penulisan Cerita Cekak (Cerkak) yg diikuti 40 perempuan lintas kota di Jawa tersebut merupakan warna kreasi kiprah di jagad sastra Jawa.
“Ini menarik, karena para peserta sangat variatif dalam provesi, di antaranya ibu rumah tangga, guru, dosen, karyawan dan juga praktisi,” ujarnya kepada Joglosemarnews.
Terlebih dalam acara bedah buku tersebut, para peserta tampil dengan busana yang njawani. Hal itu, menurut penulis naskah lakon, Cerpenis dan Novelis ini menjadi sangat istimewa. Selanjutnya ia berharap kegiatan serupa akan digelar di berbagai kota di Jawa khususnya, dan di segenap penjuru kota di Indonesia pada umumnya.
Suasana acara semakin istimewa dengan tampilnya para peserta dalam busana bernuansa Jawa. Diskusi berlangsung hangat, menegaskan bahwa sastra Jawa tetap hidup di tengah arus modernitas.
Fadmi Sustiwi, seorang sastrawan perempuan dan juga Redaktur senior Kedaulatan Rakyat mengaku kaget ketika dinyatakan lolos sebagai Juara II. Pasalnya, ia mengaku kadangkala dirinya kesulitan menulis dengan tema-tema tertentu. Namun demikian, tema terkait literasi di tengah era digital ini sangat mengulik perhatiannya untuk menggerakkan pikirannya untuk berkarya.
“Masalahnya, masih adakah yang membaca buku, koran atau majalah sekarang ini? Ini yang selalu menjadi pertanyaan. Sementara untuk mengubah nulis Bahasa Jawa di media digital juga tidak mudah,” bebernya.
Karena itulah, Fadmi Sustiwi mengapresiasi adanya kegiatan tersebut. Ia berharap kegiatan serupa bisa terus dilaksanakan oleh banyak komunitas, lembaga atau organisasi.
“Jangan sampai ‘kekayaan’ seperti ini hilang tersapu oleh zaman,” ujarnya berharap.
Sedangkan Ajeng Tri Nursanti, perempuan warga Bantul sebagai peraih Juara III, mengatakan dirinya merasa sangat bersyukur bisa mendapatkan kesempatan tersebut. “Saya masih penulis pemula, dan sangat beruntung bisa bersanding dengan para senior. Ini menjadi pengalaman berharga dan motivasi besar bagi saya untuk terus belajar dan berkarya,” ungkap Ajeng.
Rembulan Sumunar bukan sekadar sebuah kumpulan Cerkak, melainkan merupakan wujud nyata semangat perempuan meneguhkan eksistensi di jagad sastra Jawa. Semoga semangat literasi Jawa masih akan terus bertahan di tengah gempuran peradaban. [Hamdani MW]
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.