AKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Langkah kaki Ignasius Jonan sore itu memicu tanda tanya besar. Mantan Menteri Perhubungan yang pernah dicopot Presiden Joko Widodo pada 2016 itu kembali menapaki halaman Istana Kepresidenan, Senin (3/11/2025).
Mengenakan jas gelap dan membawa tas jinjing, Jonan tiba sekitar pukul 15.30 WIB. Ia hanya tersenyum singkat ketika ditanya wartawan soal tujuan kedatangannya.
“Enggak tahu, saya hanya diundang Pak Sekretaris Kabinet,” ujarnya singkat.
Pemanggilan Jonan bertepatan dengan memanasnya isu utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh, yang kini menjadi sorotan publik. Mantan Dirut KAI itu dikenal sebagai sosok yang dulu keras menolak proyek tersebut karena menilai belum memenuhi standar keselamatan dan kelayakan ekonomi.
Dalam catatan publik, Jonan pernah mengingatkan bahwa keselamatan transportasi tak boleh ditawar demi mengejar investasi. Ia juga menolak penggunaan dana APBN dan jaminan pemerintah untuk proyek tersebut—sikap yang belakangan membuatnya tersisih dari kabinet.
Menariknya, sebelum Jonan tiba, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), juga telah lebih dulu menemui Presiden Prabowo. Kepada wartawan, AHY menyebut kedatangannya untuk melaporkan sejumlah isu, termasuk soal restrukturisasi utang Whoosh.
“Banyak hal yang kami laporkan, salah satunya tentu soal kereta cepat,” ucap AHY.
Kabar pertemuan ini sontak memancing reaksi di media sosial. Pegiat media Jhon Sitorus lewat akun X-nya menyebut langkah Prabowo memanggil Jonan sebagai sinyal perubahan arah kebijakan besar di tubuh pemerintah.
“Solo ketar-ketir, yang dulu dipecat karena menolak Whoosh, kini justru dipanggil Presiden Prabowo,” tulis Jhon, Senin (3/11/2025).
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Mahfud MD dalam pernyataannya beberapa waktu lalu juga menyoroti lonjakan biaya proyek Whoosh yang mencapai tiga kali lipat dibandingkan proyek sejenis di China. Ia menilai keputusan memilih investor Tiongkok ketimbang Jepang menjadi salah satu akar persoalan.
“Jonan dulu sudah bilang proyek itu tidak layak secara ekonomi, tapi justru dipecat,” ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, beban bunga utang proyek kini mencapai Rp 2 triliun per tahun, sementara pendapatan tiket hanya sekitar Rp1,5 triliun. Kondisi ini berpotensi membuat negara terus menanggung kerugian.
“Kalau begini terus, rakyat yang nombok,” tegasnya.
Ia juga memperingatkan risiko gagal bayar kepada China bisa berdampak geopolitik serius, seperti yang pernah dialami Sri Lanka ketika harus menyerahkan pelabuhan strategis karena gagal melunasi pinjaman.
“Jangan sampai kedaulatan kita tergadai hanya karena proyek ini,” pungkas Mahfud.
Pertemuan Prabowo dan Jonan di tengah pusaran isu utang Whoosh kini menimbulkan banyak spekulasi: apakah ini awal dari audit besar proyek kereta cepat, atau justru langkah strategis mencari jalan keluar diplomatik. Yang jelas, publik menunggu apa langkah berikut dari Presiden Prabowo terhadap proyek warisan paling kontroversial di era Jokowi itu. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

11 hours ago
2

















































