JOGLOSEMARNEWS.COM — Mengonsumsi obat antibiotik dalam jangka panjang, meskipun terkadang diperlukan untuk kondisi medis tertentu, dapat membawa berbagai risiko dan efek samping yang perlu dipertimbangkan dengan hati-hati.
Mengonsumsi obat antibiotik dalam jangka panjang, terutama pada masa kanak-kanak dapat menimbulkan konsekuensi masalah kesehatan seperti memicu alergi atau asma.
Berdasar laporan Medical Daily, para peneliti menemukan bahwa sering mengonsumsi antibiotik, terutama bagi anak-anak dapat mengganggu keseimbangan mikroba usus yang rapuh, yang menjadi pemicu berbagai kondisi alergi di kemudian hari, termasuk asma, alergi makanan, dan demam serbuk sari.
“Antibiotik memainkan peran penting dalam memerangi infeksi bakteri, tetapi dokter harus berhati-hati saat meresepkan antibiotik kepada anak di bawah usia 2 tahun, karena penggunaan yang sering dapat memengaruhi hasil kesehatan jangka panjang,” kata Daniel Horton, penulis utama studi tersbut sebagaimana dilansir Antara pada Jumat, 18 April 2025.
Selain itu, menurut studi tersebut, ada hubungan antara penggunaan antibiotik dan risiko cacat intelektual. Kendati demikian, para peneliti menegaskan bahwa diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengonfirmasi hubungan ini.
Namun tidak semua kondisi kesehatan anak terkait dengan penggunaan antibiotik, misalnya tidak ada hubungan yang signifikan antara antibiotik dan risiko timbulnya penyakit autoimun seperti penyakit celiac, radang usus, atau juvenile idiopathic arthritis.
Para peneliti juga tidak menemukan hubungan yang kuat dengan kondisi perkembangan saraf seperti attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) atau autism spectrum disorder (ASD).
Adapun hubungan penggunaan antibiotik dan risiko kesehatan juga bergantung pada jenis antibiotiknya, semakin sering dikonsumsi maka semakin tinggi risikonya.
“Tidak semua infeksi pada anak kecil perlu diobati dengan antibiotik. Orang tua harus terus berkonsultasi dengan dokter anak mereka tentang perawatan terbaik,” kata Horton, yang juga merupakan profesor madya pediatri dan epidemiologi di Rutgers Robert Wood Johnson Medical School dan Rutgers School of Public Health.
Sebelumnya, Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga mewanti-wanti agar konsumsi antibiotik harus berdasarkan resep dokter untuk mencegah resistensi antimikroba.
“(Penggunaan) antibiotik harus ada resep dokter,” kata Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi Penyakit Tropik IDAI Edi Hartoyo, saat diskusi daring yang diikuti di Jakarta, Selasa, 10 Desember 2024.
Menurutnya, penggunaan antibiotik yang tidak tepat bisa menyebabkan bakteri resisten atau kebal sehingga pasien membutuhkan dosis obat yang lebih banyak atau waktu lebih lama untuk sembuh dari penyakit.