JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Dugaan adanya seorang pengamat yang bakal menghadapi proses hukum dan dipenjara karena pandangannya terhadap program pemerintah menuai sorotan tajam. Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman dalam pidato resminya, dan kini dinilai sebagai bentuk sikap yang mencerminkan kecenderungan otoritarian.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menilai ucapan Amran sebagai hal yang berbahaya bagi demokrasi. Ia menilai, pernyataan Amran mengandung konotasi sewenang-wenang dan melampaui batas kewenangannya sebagai pejabat publik.
“Ini merupakan ciri-ciri otoritarian. Ciri aparat negara yang melampaui kewenangannya. Berbahaya buat demokrasi, buat republik, dan berbahaya buat kedaulatan rakyat,” ujar Isnur dalam pesan suara yang dikirimkan kepada Tempo, Senin (21/4/2025).
Menurut Isnur, pejabat publik harus lebih berhati-hati dalam melabeli seseorang dengan istilah “musuh negara”. Jika memang ada dugaan pelanggaran hukum, kata dia, maka yang berwenang untuk menanganinya adalah aparat penegak hukum, bukan melalui pernyataan sepihak.
“Kalau ada seseorang yang diduga melakukan tindak kejahatan, maka tugas kepolisian adalah melakukan penyelidikan. Musuh negara itu dasarnya apa? Dalam KUHP, kalau ada seseorang melakukan kejahatan, itu tindak kriminal. Bukan sekadar label,” jelas Isnur.
Pernyataan kontroversial Amran disampaikan dalam Sidang Terbuka Senat Akademik Dies Natalis ke-49 Universitas Sebelas Maret (UNS), yang videonya diunggah di kanal YouTube resmi UNS pada Rabu (12/3/2025). Dalam kesempatan itu, Amran awalnya menyoroti keberhasilan program cetak sawah rakyat di Merauke, Papua Selatan, dan menyampaikan target pencetakan tiga juta hektare lahan selama tiga tahun.
Namun di tengah pidatonya, ia melontarkan pernyataan yang mengarah pada ancaman terhadap seorang pengamat. “Maaf karena ada juga pengamat ternyata adalah musuh negara. Sebentar lagi, maaf Pak Rektor dan Guru Besar, tapi sebentar lagi kemungkinan besar dipenjara. Dia bagian dari masalah di republik ini,” ujar Amran seperti dipantau dari unggahan video tersebut.
Tempo telah mencoba menghubungi Amran melalui aplikasi WhatsApp, namun pesan yang dikirim belum mendapat balasan.
Sebelumnya, Amran juga menyebut bahwa proses hukum terhadap pengamat yang dimaksud sedang berjalan. Ia menyatakan pengamat itu adalah seorang guru besar dari perguruan tinggi ternama, dan menyebut kritik yang dilontarkan bersifat tidak membangun serta dituding memiliki motif pribadi.
“Pengamat ini juga mengkritik target swasembada pangan, menyebutnya tidak jelas. Bahkan terakhir, ia menuding program makan siang dan susu gratis rawan korupsi,” ungkap Amran dalam keterangan tertulis pada Kamis (17/4/2025).