JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli memilih tidak mengungkap secara terbuka jumlah korban pemutusan hubungan kerja (PHK) selama satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran.
Dalam forum media briefing bertajuk “Refleksi Satu Tahun Asta Cita Bidang Ketenagakerjaan” di Jakarta, Selasa (28/10/2025), Yassierli hanya menyebut pihaknya masih melakukan pemantauan.
“Sedang kami monitor,” ujar Yassierli singkat, sembari meminta awak media menyoroti capaian positif pemerintah. “Yang baik-baik, ya,” tambahnya.
Sikap diam itu bukan tanpa alasan. Yassierli menilai penyebaran data PHK secara berkala dapat menimbulkan kesan pesimistis di tengah upaya pemerintah mendorong kepercayaan publik terhadap pemulihan ekonomi nasional. Ia menegaskan, fokus utama saat ini adalah menciptakan optimisme dan membuka peluang kerja baru.
“Kalau setiap bulan yang disorot hanya PHK, masyarakat bisa kehilangan optimisme. Kita perlu menumbuhkan semangat positif, apalagi pemerintah sedang berupaya memperluas lapangan kerja,” tegasnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senin (7/7/2025).
Fokus pada Lapangan Kerja dan Sinergi Antarkementerian
Menaker menjelaskan, kementeriannya kini tengah menggandeng sejumlah instansi untuk memperluas lapangan kerja, mulai dari Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, hingga Kementerian Pertanian. Menurutnya, program hilirisasi dan penguatan sektor pangan dapat membuka ratusan ribu peluang kerja baru.
“Kami ingin yang diviralkan adalah kabar baik tentang pembukaan lapangan kerja baru, bukan hanya data PHK. Misalnya dari hilirisasi ESDM, sektor koperasi, dan industri pangan,” jelas Yassierli.
Kendati demikian, data semester I 2025 menunjukkan tren PHK masih meningkat. Berdasarkan laporan Kemnaker, sebanyak 42.385 pekerja terdampak PHK, naik 32,18 persen dibanding tahun sebelumnya. Sebagian besar terjadi di wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten.
Yassierli mengakui sebagian industri tengah mengalami tekanan pasar dan penyesuaian model bisnis. “Ada sektor yang pasarnya turun, ada pula yang melakukan restrukturisasi internal,” katanya, dikutip dari Antara.
Sementara itu, Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan memperkirakan jumlah korban PHK sepanjang tahun ini bisa mencapai 280 ribu orang. Hingga April 2025, tercatat 24.360 pekerja telah mengajukan klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Untuk menjaga akurasi, Yassierli mengatakan pemerintah tengah menyinkronkan data PHK antara Kemnaker dan BPJS Ketenagakerjaan. Data dari BPJS dianggap penting karena mencakup klaim JKP dan Jaminan Hari Tua (JHT) yang diajukan korban PHK.
“Kami ingin data yang benar-benar valid. Karena ada benefit JKP, perusahaan juga memanfaatkan itu sebagai jaring pengaman bagi pekerja,” ujarnya.
Waspadai Dampak Perang Iran–Israel
Yassierli juga menyoroti potensi ancaman PHK massal akibat dampak ekonomi global, terutama perang Iran–Israel. Konflik tersebut, kata dia, berpotensi menekan industri ekspor nasional yang berorientasi pasar luar negeri.
“Kami terus memantau dampak geopolitik ini. Jika ekspor melemah, tentu sektor industri berpotensi terdampak. Karena itu kami sudah siapkan grand design mitigasi lewat JKP, pelatihan kerja, hingga informasi lowongan kerja baru,” tuturnya.
Kemnaker juga mengintensifkan koordinasi dengan dinas ketenagakerjaan daerah serta kementerian terkait agar program perlindungan pekerja berjalan efektif.
“Yang penting saat ini bukan sekadar menghitung korban PHK, tetapi memastikan setiap korban mendapatkan perlindungan, pelatihan, dan kesempatan kerja baru,” tandas Yassierli. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

7 hours ago
2


















































