FITRA dan Mahasiswa Sepakat: Tunjangan Rumah DPRD Terlalu Fantastis, Saatnya Dibatalkan

1 week ago 7
gajiIlustrasi tunjangan anggota DPR

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Gelombang kritik terhadap fasilitas mewah anggota dewan tampaknya belum surut. Setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mencabut tunjangan rumah senilai Rp 50 juta per bulan akibat desakan publik, kini giliran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang menjadi sorotan.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai, standar yang dipakai untuk membatalkan tunjangan DPR seharusnya berlaku juga bagi DPRD. Peneliti FITRA, Bernard Allvitro, menegaskan bahwa DPR maupun DPRD sama-sama memiliki fungsi representasi politik, sehingga tidak pantas jika DPRD tetap menikmati tunjangan besar yang tidak berhubungan langsung dengan fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran.

“Kalau DPR RI dianggap tidak layak menerima tunjangan itu, DPRD pun harusnya dinilai dengan kacamata yang sama. Apalagi kapasitas fiskal daerah terbatas, tunjangan rumah ini jelas jadi beban berat,” ujar Bernard, Minggu (7/9/2025).

Bernard menambahkan, selain membebani APBD, pemberian tunjangan perumahan juga tidak sejalan dengan kualitas kinerja DPRD. Dalam banyak kasus, DPRD lebih disibukkan dengan belanja rutin ketimbang memperjuangkan layanan publik yang mendesak. Belum lagi catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menempatkan anggota DPR maupun DPRD sebagai salah satu profesi paling sering terjerat kasus rasuah.

Di sisi lain, kritik juga mengalir deras dari kalangan mahasiswa. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa Universitas Padjajaran menyoroti tunjangan rumah DPRD Jawa Barat yang mencapai Rp 70 juta per bulan. Angka itu bahkan lebih besar dibanding fasilitas serupa yang sebelumnya diterima anggota DPR sebelum akhirnya dibatalkan.

“Tunjangan rumah sebesar itu adalah bentuk nyata ketidakpekaan. Di saat rakyat kesulitan, anggota dewan malah berpesta dengan anggaran publik,” tegas Wakil Ketua BEM Kema Unpad, Ezra Al Barra.

Menurut Ezra, anggaran fantastis tersebut seharusnya bisa dialihkan untuk kebutuhan masyarakat luas, bukan justru menguntungkan segelintir pejabat. Ia juga mendesak agar penggunaan anggaran DPRD diaudit secara terbuka bersama masyarakat sipil.

Desakan mahasiswa semakin menguat lantaran dasar hukum tunjangan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 189 Tahun 2021. Regulasi tersebut mengatur bahwa Ketua DPRD berhak atas tunjangan rumah Rp70 juta, Wakil Ketua Rp 65 juta, dan anggota Rp 62 juta per bulan. Semua dibebankan pada APBD.

Selain tunjangan rumah, anggota DPRD Jawa Barat juga masih mendapatkan sederet fasilitas lain seperti tunjangan komunikasi intensif, tunjangan reses, transportasi, hingga dana operasional bulanan.

FITRA dan BEM Unpad sama-sama menilai, deretan fasilitas itu menunjukkan bahwa DPRD masih jauh dari semangat melayani rakyat. “Sudah saatnya DPRD berhenti menghisap anggaran. Politik harus dikembalikan ke akarnya: mengabdi pada masyarakat, bukan memperkaya diri,” tegas Ezra. [*] Berbagai sumber

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|