BANTUL, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sebuah warung bakso di wilayah Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Bantul, tiba-tiba jadi perbincangan hangat warganet. Bukan karena rasanya yang lezat, melainkan karena spanduk bertuliskan “Bakso Babi” lengkap dengan logo Dewan Masjid Indonesia (DMI) Ngestiharjo terpampang di depan warung itu.
Sekretaris DMI Ngestiharjo, Ahmad Bukhori, mengungkapkan, pemasangan spanduk tersebut bukan tanpa alasan. Langkah itu diambil untuk memberi kejelasan kepada masyarakat bahwa bakso yang dijual di tempat tersebut merupakan produk nonhalal.
Menurut Bukhori, penjual bakso babi itu bukan pemain baru. Usahanya sudah berjalan sejak era 1990-an dengan cara berkeliling kampung, sebelum akhirnya menetap dan membuka lapak tetap di kawasan Ngestiharjo sekitar tahun 2016.
“Selama ini, penjual itu tidak pernah memasang keterangan bahwa produknya nonhalal. Padahal, pelanggan yang datang banyak dari kalangan muslim, bahkan ada yang berhijab,” ujarnya, Senin (27/10/2025).
Kondisi itu menimbulkan keresahan warga sekitar. Sebagian sudah mengetahui bahan dasar bakso tersebut, tapi sebagian lain tidak, terutama pembeli dari luar wilayah. Menurut Bukhori, kekhawatiran itulah yang kemudian dibahas dalam rapat DMI Ngestiharjo pada akhir 2024.
Melalui koordinasi dengan dukuh dan RT setempat, DMI sempat meminta penjual untuk menempelkan tulisan “nonhalal” di tempat usahanya. Namun, permintaan itu tidak dijalankan secara konsisten.
“Pernah ditulis di kertas HVS dengan tulisan ‘B2’, tapi kadang dipasang, kadang tidak. Mungkin karena khawatir pembelinya berkurang,” kata Bukhori.
Melihat hal itu, DMI Ngestiharjo akhirnya mengambil langkah tegas dengan membuat dan memasang spanduk bertuliskan “Bakso Babi”. Spanduk tersebut dipasang atas izin dari pemilik warung, yang bersikap kooperatif saat diberi penjelasan.
Namun, ketika spanduk itu beredar di media sosial akhir Oktober ini, muncul salah paham di kalangan publik. Beberapa warganet mengira DMI justru mendukung penjualan bakso babi.
“Padahal, tujuan kami justru untuk mengedukasi masyarakat, agar tahu bahwa produk tersebut tidak halal. Hanya saja karena ada logo DMI di spanduk, orang luar mengira lain,” jelasnya.
Bukhori menambahkan, spanduk pertama dipasang pada Februari 2025. Setelah ramai viral, DMI mengganti dengan versi baru yang juga memuat logo MUI Ngestiharjo, agar pesan yang disampaikan lebih jelas dan tidak menimbulkan tafsir ganda.
Ia menegaskan, pemasangan spanduk tersebut juga merujuk pada Pasal 93 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang mewajibkan pelaku usaha mencantumkan informasi “tidak halal” jika produknya mengandung bahan yang diharamkan.
“Kalau hanya diketahui warga sekitar mungkin tidak masalah, tapi yang datang dari luar daerah bisa keliru. Jadi ini bentuk tanggung jawab moral dan sosial kami,” tandas Bukhori. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

20 hours ago
6


















































