JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Berita mengenai kasus keracunan akibat mengonsumsi menu Makan Bergizi Gratis (MBG), seolah tak pernah reda sejak awal pemberlakuan program andalan pemerintah ini, sampai dengan sekarang.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mencatat, sepanjang delapan bulan terakhir sudah lebih dari 4.000 siswa menjadi korban keracunan makanan dari program MBG. Catatan ini membuat Indef mendesak pemerintah melakukan moratorium program dengan anggaran jumbo yang mencapai Rp 335 triliun dalam RAPBN 2026.
“Kita tidak bisa melihat kasus keracunan hanya sebatas angka. Korban yang terus berjatuhan menunjukkan rapuhnya perencanaan dan lemahnya sistem pengawasan,” tegas Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UMKM Indef, Izzudin Al Farras dalam diskusi publik bertema Menakar RAPBN 2026: Arah Kebijakan UMKM, Koperasi, dan Ekonomi Digital, Kamis (4/9/2025).
Menurutnya, publik wajar mempertanyakan efektivitas MBG. Selama hampir setahun berjalan, masalah yang muncul bukan hanya keracunan massal, tetapi juga distribusi makanan yang carut-marut, kualitas gizi yang dipertanyakan, hingga kurangnya koordinasi antarinstansi.
Indef menilai, sebelum memperluas cakupan program secara nasional, pemerintah perlu melakukan evaluasi total. Skema uji coba terbatas di sejumlah daerah dinilai lebih realistis agar pengawasan lebih mudah dilakukan. “Kalau dipaksakan langsung menyeluruh, anggaran negara bisa terkuras habis hanya untuk satu program, sementara efektivitasnya belum terjamin. Banyak negara seperti Brasil bisa menjalankan skema serupa dengan biaya lebih murah dan hasil lebih baik,” tambah Izzudin.
Sorotan lain datang dari ekonom senior Indef, Aviliani. Ia menilai MBG juga gagal melibatkan usaha kecil. Persyaratan yang mewajibkan penyedia makanan memiliki dapur dan tenaga pengolah justru membuat UMKM kesulitan ikut serta. “Kalau UMKM dilibatkan, dampaknya bisa besar bagi ekonomi lokal. Tapi dengan aturan yang ada, justru mereka tersisih,” ujarnya.
Kasus keracunan terbaru tercatat di Kabupaten Lebong, Bengkulu, pada Rabu (27/8/2025). Sebanyak 150 siswa PAUD hingga SD terpaksa dilarikan ke RSUD setempat setelah menyantap menu MBG. Plt Direktur RSUD Lebong, Eni Efriyani, menyebut para siswa ditangani intensif oleh dokter spesialis anak. Namun, hingga kini penyebab pasti keracunan belum dapat dipastikan.
Dinas Pendidikan dan Polsek Lebong langsung turun tangan memantau kondisi lapangan. Bahkan, Polres setempat telah menyiapkan aula sebagai ruang darurat apabila kapasitas rumah sakit tidak mencukupi.
Sementara itu, pemerintah melalui Menko Pangan Zulkifli Hasan sebelumnya menilai sebagian kasus dipicu kondisi siswa yang memiliki alergi atau tidak terbiasa mengonsumsi jenis makanan tertentu. “Berarti bukan karena kesalahan dapur, tapi karena ada faktor kebiasaan makan juga,” katanya saat meninjau dapur MBG di Surabaya, Kamis (21/8/2025).
Meski demikian, Indef tetap menegaskan perlunya langkah konkret pemerintah. Dengan lonjakan anggaran MBG dari Rp 71 triliun di 2025 menjadi Rp 335 triliun di RAPBN 2026, dikhawatirkan jumlah korban justru ikut melonjak jika tata kelola tidak segera diperbaiki.
Indef juga mengusulkan agar pelaksanaan program difokuskan lebih dulu pada wilayah yang benar-benar mendesak, yakni daerah dengan prevalensi stunting dan angka kemiskinan tinggi. Ada lima provinsi yang disebut paling membutuhkan intervensi, yakni Aceh, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua Selatan, dan Papua Barat Daya.
“Dengan fokus di wilayah prioritas, proses evaluasi bisa lebih terkendali. Baru setelah sistem pengawasan berjalan baik, program bisa diperluas,” pungkas Izzudin. [*] Berbagai sumber
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.