Kritik Pedas 3 Guru Besar: Asta Cita Macet, Kabinet Tak Kompak, Kebijakan Tak Berbasis Data

11 hours ago 2
Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia, Prof. Dr. Dra. Sulistyowati Irianto, M.A. | ui.ac.id

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Satu tahun perjalanan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mendapat sorotan tajam dari kalangan akademisi. Tiga guru besar dari tiga universitas ternama menilai arah kebijakan pemerintahan saat ini berjalan tanpa fondasi riset yang kuat, cenderung populis, dan gagal menunaikan janji besar Asta Cita.

Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia, Prof. Sulistyowati Irianto, menyebut kebijakan yang dikeluarkan selama satu tahun terakhir lebih sering reaktif ketimbang berbasis data dan kajian mendalam. Ia menilai banyak keputusan pemerintah yang diambil hanya untuk memuaskan opini publik tanpa landasan ilmiah yang kokoh.

“Banyak kebijakan terlihat spontan dan populis. Tidak ada riset, tidak ada asesmen berbasis bukti. Akibatnya, muncul kebijakan kontroversial yang akhirnya dicabut karena tekanan publik,” ujar Sulistyowati dalam program Satu Meja The Forum, dikutip Kamis (16/10/2025).

Menurutnya, pola pengambilan keputusan yang serampangan itu juga tampak dalam strategi ekonomi makro yang masih bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam. Ia menilai pendekatan semacam ini merupakan kelanjutan dari paradigma lama yang tidak berorientasi pada penguatan kualitas sumber daya manusia.

“Seharusnya negara mempersiapkan generasi muda agar menjadi pencipta ilmu, teknologi, dan produk budaya. Tapi justru dunia kampus semakin terasing dari masyarakat, tidak lagi berfungsi membangun cara berpikir kritis dan rasional,” imbuhnya.

Sementara itu, Guru Besar Otonomi Daerah Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Prof. Ryaas Rasyid, menilai lemahnya koordinasi antarmenteri menjadi persoalan mendasar dalam kinerja kabinet Prabowo-Gibran.

“Sejauh ini kabinet belum menunjukkan kerja tim yang solid. Para menteri tampak berjalan sendiri-sendiri tanpa komunikasi dan integrasi kebijakan yang jelas,” ujarnya.

Menurut Ryaas, program masing-masing kementerian belum menunjukkan kesatuan arah menuju prioritas nasional yang konkret. Ia menyebut kerja kabinet masih bersifat individual, bukan kolektif. “Menteri A jalan sendiri, Menteri B punya program sendiri. Belum terlihat kesatuan visi yang memberi keyakinan bahwa pemerintahan ini bekerja secara terpadu,” tambahnya.

Di sisi lain, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Susi Dwi Harjanti, menilai capaian pemerintahan Prabowo-Gibran dalam satu tahun pertama belum mampu membuktikan janji besar Asta Cita. Ia menyoroti khususnya program andalan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang justru menimbulkan banyak polemik.

“Program unggulan yang dijanjikan tidak berjalan efektif. Kasus demi kasus dalam pelaksanaan MBG membuat masyarakat mempertanyakan relevansi dan kesiapan kebijakan tersebut,” kata Susi.

Lebih jauh, ia menyoroti makin merosotnya kualitas demokrasi dan penegakan HAM di bawah pemerintahan baru. Ia menilai pembuatan sejumlah undang-undang tampak diarahkan untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu, bukan kepentingan publik.

“Rakyat seharusnya menentukan bagaimana mereka ingin diperintah, bukan sebaliknya. Tapi kini undang-undang justru disusun untuk melayani kepentingan oligarki,” tegasnya.

Susi juga menyinggung lemahnya dasar hukum sejumlah kebijakan. Ia mencontohkan program MBG yang baru dibuatkan payung hukum setelah menuai masalah di lapangan. “Perpres baru muncul setelah terjadi polemik seperti kasus keracunan massal. Ini menandakan kebijakan dijalankan tanpa persiapan legal yang matang,” ujarnya.

Ia pun mengingatkan agar pemerintahan Prabowo-Gibran tidak terjebak dalam praktik rule by law — hukum dijadikan alat kekuasaan — alih-alih menegakkan rule of law atau prinsip negara hukum yang sesungguhnya.

“Pertanyaan besar kita sekarang: apakah pemerintah masih setia pada mandat konstitusi untuk menegakkan negara hukum, atau justru bergeser menjadi pemerintahan yang memerintah dengan hukum sebagai alat?” pungkasnya. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|