Menggugat Lantak La: Malam Sastra yang Menyulut Energi Lintas Budaya di Karanganyar

14 hours ago 8
Novelis Han Gagas (pegang mic 2 dari kiri) tengah membedah novel Lantak La dalam acara bertajuk “Menggugat Lantak La”, novel karya Beri Hanna di Lens Kopi, Karanganyar, Minggu (26/10/2025) | Foto: Suhamdani

KARANGANYAR, JOGLOSEMARNEWS.COM –  Suasana malam di Lens Kopi Karanganyar berubah menjadi ruang penuh semangat literasi dan percakapan lintas budaya, pada Minggu (26/10/2025).

Di tempat itulah, para pecinta sastra, seniman, dan pegiat budaya berkumpul dalam acara bedah novel bertajuk “Menggugat Lantak La”, yang mengulas karya novel eksperimental karya Beri Hanna.

Acara yang diprakarsai oleh Surai Sastra Surakarta, dengan dukungan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia itu menghadirkan atmosfer hangat dan penuh energi. Ruang kopi yang biasanya teduh, malam itu dipadati peserta yang antusias berdiskusi, memberi tepuk tangan, dan larut dalam perbincangan interaktif seputar sastra dan kehidupan.

Dua pembicara, Han Gagas dan Yuditeha,  menggugat struktur dramatik dan simbolisme  dalam novel Lantak La. Beri Hanna, penulis karya turut memberikan argumentasi seputar proses pembuatan karyanya. Rudi Agus Hartanto, moderator acara berhasil menjaga alur diskusi tetap hidup dan cair.

Suasana kian semarak dengan hadirnya berbagai penampilan lintas seni. Band Pancuran menghadirkan musik akustik yang lembut dan puitik. Jumirin dari Komunitas Sraddha memvisualkan makna filosofis novel melalui adaptasi naskah Jawa kuna dengan penuh ekspresif.

Kelompok Bermain Bakat, yang diwakili Suro Aji turut memeriahkan acara dengan pembacaan sebuah puisi, sementara Enggar membacakan nukilan novel dengan penghayatan yang menggugah emosi penonton.

Acara tersebut di hadiri banyak peserta dari berbagai komunitas dan elemen. salah satunya Indra Agusta, pegiat kebudayaan dari Surakarta. Dalam wawancara yang dilakukan selepas acara, Indra menegaskan pentingnya penguatan komunitas sastra di daerah-daerah sebagai bagian dari upaya menjaga denyut kehidupan budaya di tingkat akar rumput.

“Keterlibatan langsung terhadap komunitas di berbagai wilayah penting agar suara dari pinggiran ikut terdengar dan diakui. Komunitas sastra juga perlu membuka diri terhadap kolaborasi lintas bidang—seperti seni rupa, musik, teater, dan film—agar karya yang lahir menjadi lebih hidup dan kontekstual,” ujarnya.

Indra juga merasakan acara yang digagas Surai Sastra malam itu bisa menjadi bukti keterlibatan negara terhadap keberadaan komunitas sastra di wilayah, yang menjadi salah satu objek kemajuan kebudayaan. Dengan program penguatan komunitas sastra, diharapkan bisa terjalin jejaring antarkomunitas, dan karya sastra dapat beralih wahana menjadi bentuk-bentuk lain, sehingga karya sastra tidak sekadar menjadi karya sastra alih-alih lebih berdampak bagi masyarakat luas.

Senada dengan itu, Beri Hanna, pembicara dalam acara diskusi juga menyoroti makna kerja komunitas sastra di daerah pinggiran.

“Produk yang lahir dari pinggiran sering kali jauh lebih bermakna dibanding hasil dari pusat. Mereka hidup berdampingan dengan ekosistemnya, memahami dampak dari setiap gerak, dan membangun dari bawah. Dari sanalah lahir inovasi yang berakar kuat pada kehidupan masyarakat,” tuturnya.

Audiens tampak serius menyimak paparan materi dalam bedah novel Lantak La di Lens Kopi, Karanganyar, Minggu (26/10/2025) | Foto: Suhamdani

Sementara itu, Panji Sukma, perwakilan dari penyelenggara diskusi menilai geliat sastra di berbagai daerah mulai menampakkan hasil yang positif.

“Kantong-kantong sastra di sejumlah daerah mulai tumbuh, tinggal bagaimana terus didorong agar memberi dampak yang lebih luas dan berkelanjutan. Dari ruang kecil inilah kehidupan sastra Indonesia bisa tumbuh kembali, dekat dengan masyarakat dan berakar pada realitas lokal,” ungkapnya.

Dengan kolaborasi lintas komunitas dan semangat yang membara, Menggugat Lantak La tak sekadar menjadi forum bedah karya, melainkan perayaan ide dan refleksi kebudayaan. Malam itu, sastra kembali membuktikan dirinya sebagai medium penting dalam merawat kesadaran budaya dan kemanusiaan. Di akhir acara, Panji Sukma, Direktur Surai Sastra, menyampaikan rasa bahagianya atas keberhasilan kegiatan yang menghidupkan semangat bersastra di tengah masyarakat. [*]

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|