Prof. Pujiyono: Jaksa Idealnya Harus Terlibat Sejak Awal dalam Proses Hukum

5 hours ago 2
SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Jaksa idealnya harus terlibat sejak awal dalam proses hukum suatu kasus, untuk memastikan orang yang dihukum benar-benar bersalah. Hal itu disampaikan oleh Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) RI, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, S.H.,M.H dalam Seminar Nasional Penyelarasan KUHAP dengan KUHP dalam Integrated Criminal Justice System di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jumat (14/3/2025). Menurut Pujiyono, keterlibatan jaksa sejak tahap penyidikan sangat penting agar konstruksi hukum dapat dibangun dengan baik sejak awal. "Penyidik tugasnya mengkonstruksikan alat bukti dan peristiwa hukum, sedangkan jaksa mengkonstruksi deliknya. Dengan begitu, sejak awal ada koordinasi. Jika dalam jangka waktu tertentu tidak diperoleh alat bukti yang cukup, maka kasus bisa dihentikan lebih awal," ujarnya. Ia menambahkan bahwa dalam sistem hukum saat ini, jaksa sering kali tidak dilibatkan dalam proses pengumpulan alat bukti, tetapi justru bertanggung jawab untuk membuktikannya di persidangan. Hal ini berisiko menyebabkan putusan yang tidak sesuai dengan tuntutan atau bahkan vonis bebas bagi terdakwa karena kurangnya alat bukti. "Dari data yang saya peroleh di Mahkamah Agung pada tahun 2024, sekitar 3 persen dari terdakwa dinyatakan bebas. Ini menunjukkan ada persoalan, bisa di penyidik, bisa di jaksa dalam melakukan penuntutan," kata Pujiyono. Dalam konteks reformasi hukum, Pujiyono menegaskan bahwa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) harus mengakomodasi prinsip due process of law yang lebih kuat. Ia mencontohkan bahwa penahanan terhadap seorang tersangka harus berdasarkan penetapan pengadilan untuk menghindari tindakan sewenang-wenang. "Misalnya ada laporan seseorang melakukan penggelapan atau penipuan, kemudian dipanggil sebagai saksi dan berubah status menjadi tersangka hingga langsung ditahan. Bagi saya, penahanan seperti itu tidak bisa sewenang-wenang. Harus ada izin dari pengadilan agar due process of law berjalan," tegasnya. Ia juga menyoroti pentingnya penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) dalam sistem peradilan pidana. Menurutnya, ada banyak kasus di mana seseorang dituduh mencuri atau membunuh, lalu ditahan dan mengalami kekerasan, tetapi pada akhirnya divonis bebas karena tidak terbukti bersalah. "Kalau ternyata salah tangkap dan orang itu sudah dipenjara, lalu dinyatakan tidak bersalah, siapa yang bertanggung jawab? Hal seperti ini harus diatur dalam KUHAP agar sistem peradilan kita benar-benar terpadu dan melindungi hak warga negara," jelasnya. Lebih lanjut, Pujiyono juga menekankan bahwa KUHAP yang baru harus menganut konsep diferensial fungsional, yakni pembagian tugas yang jelas antara penyidik, jaksa, dan pengadilan. Menurutnya, proses hukum tidak boleh berjalan secara terpisah, tetapi harus saling terintegrasi dalam satu sistem peradilan yang menyeluruh. Sementara itu, Ketua Laboratorium Ilmu Hukum FH UNS, Andina Elok Puri Maharani, mengatakan bahwa seminar nasional tersebut  bertujuan untuk menguatkan iklim akademik dan menumbuhkan jiwa kritis mahasiswa terhadap persoalan hukum yang aktual. Seminar menghadirkan sejumlah pakar hukum sebagai pembicara, di antaranya Prof. Topo Santosa (pakar Hukum Pidana FH UI), Prof. Hartiwiningsih (pakar Hukum Pidana FH UNS), Bambang Santoso (pakar Hukum Acara Pidana FH UNS), serta Dekan FH UNS Muhammad Rustamaji. Acara ini merupakan implementasi kerja sama antara FH UNS dengan Komisi Kejaksaan RI dalam upaya mendorong sistem peradilan pidana yang lebih baik dan berkeadilan.  Suhamdani

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Jaksa idealnya harus terlibat sejak awal dalam proses hukum suatu kasus, untuk memastikan orang yang dihukum benar-benar bersalah.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) RI, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, S.H.,M.H dalam Seminar Nasional Penyelarasan KUHAP dengan KUHP dalam Integrated Criminal Justice System di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jumat (14/3/2025).

Menurut Pujiyono, keterlibatan jaksa sejak tahap penyidikan sangat penting agar konstruksi hukum dapat dibangun dengan baik sejak awal.

“Penyidik tugasnya mengkonstruksikan alat bukti dan peristiwa hukum, sedangkan jaksa mengkonstruksi deliknya. Dengan begitu, sejak awal ada koordinasi. Jika dalam jangka waktu tertentu tidak diperoleh alat bukti yang cukup, maka kasus bisa dihentikan lebih awal,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa dalam sistem hukum saat ini, jaksa sering kali tidak dilibatkan dalam proses pengumpulan alat bukti, tetapi justru bertanggung jawab untuk membuktikannya di persidangan. Hal ini berisiko menyebabkan putusan yang tidak sesuai dengan tuntutan atau bahkan vonis bebas bagi terdakwa karena kurangnya alat bukti.

“Dari data yang saya peroleh di Mahkamah Agung pada tahun 2024, sekitar 3 persen dari terdakwa dinyatakan bebas. Ini menunjukkan ada persoalan, bisa di penyidik, bisa di jaksa dalam melakukan penuntutan,” kata Pujiyono.

Dalam konteks reformasi hukum, Pujiyono menegaskan bahwa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) harus mengakomodasi prinsip due process of law yang lebih kuat. Ia mencontohkan bahwa penahanan terhadap seorang tersangka harus berdasarkan penetapan pengadilan untuk menghindari tindakan sewenang-wenang.

“Misalnya ada laporan seseorang melakukan penggelapan atau penipuan, kemudian dipanggil sebagai saksi dan berubah status menjadi tersangka hingga langsung ditahan. Bagi saya, penahanan seperti itu tidak bisa sewenang-wenang. Harus ada izin dari pengadilan agar due process of law berjalan,” tegasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) dalam sistem peradilan pidana. Menurutnya, ada banyak kasus di mana seseorang dituduh mencuri atau membunuh, lalu ditahan dan mengalami kekerasan, tetapi pada akhirnya divonis bebas karena tidak terbukti bersalah.

“Kalau ternyata salah tangkap dan orang itu sudah dipenjara, lalu dinyatakan tidak bersalah, siapa yang bertanggung jawab? Hal seperti ini harus diatur dalam KUHAP agar sistem peradilan kita benar-benar terpadu dan melindungi hak warga negara,” jelasnya.

Lebih lanjut, Pujiyono juga menekankan bahwa KUHAP yang baru harus menganut konsep diferensial fungsional, yakni pembagian tugas yang jelas antara penyidik, jaksa, dan pengadilan. Menurutnya, proses hukum tidak boleh berjalan secara terpisah, tetapi harus saling terintegrasi dalam satu sistem peradilan yang menyeluruh.

Sementara itu, Ketua Laboratorium Ilmu Hukum FH UNS, Andina Elok Puri Maharani, mengatakan bahwa seminar nasional tersebut  bertujuan untuk menguatkan iklim akademik dan menumbuhkan jiwa kritis mahasiswa terhadap persoalan hukum yang aktual.

Seminar menghadirkan sejumlah pakar hukum sebagai pembicara, di antaranya Prof. Topo Santosa (pakar Hukum Pidana FH UI), Prof. Hartiwiningsih (pakar Hukum Pidana FH UNS), Bambang Santoso (pakar Hukum Acara Pidana FH UNS), serta Dekan FH UNS Muhammad Rustamaji.

Acara ini merupakan implementasi kerja sama antara FH UNS dengan Komisi Kejaksaan RI dalam upaya mendorong sistem peradilan pidana yang lebih baik dan berkeadilan.  Suhamdani

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|