Ramai Kakek Nikahi Gadis Muda dengan Mas Kawin Cek Rp3 Miliar, Ternyata Begini Status Hukumnya: Tunai atau Tidak Tunai?

9 hours ago 1
MaharFoto pernikahan yang sempat viral lantaran memakai mahar cek Rp 3 miliar. Istimewa

WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Viral di media sosial, pernikahan antara seorang kakek berusia lanjut dengan gadis muda di Pacitan menyisakan persoalan hukum yang menarik perhatian publik. Bukan soal usia yang terpaut jauh, tapi soal mas kawin berupa cek senilai miliaran rupiah. Pertanyaannya, apakah mahar dengan bentuk cek ini tergolong tunai atau tidak tunai dalam hukum Islam dan hukum positif Indonesia?

Masalah ini bukan sekadar simbolik, karena berimplikasi pada hak dan kewajiban suami istri. Bahkan, jika istri menolak berhubungan suami istri sebelum cek dicairkan, secara hukum Islam suami bisa diwajibkan menunggu hingga mahar itu benar-benar diterima.

💠 Pengertian Mahar dan Ketentuan Hukumnya

Menurut penjelasan M. Ishom el Saha, Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, yang dikutip dari laman resmi Kementerian Agama (Kemenag), mahar atau mas kawin adalah salah satu rukun sah pernikahan. Dalam Islam, mahar bisa berupa uang, emas, barang, atau jasa, asalkan disepakati oleh kedua belah pihak dan tidak bertentangan dengan hukum maupun kesusilaan.

Namun, dalam praktik modern, muncul pertanyaan baru: apakah sah jika mas kawin diberikan dalam bentuk cek? Dan apakah itu termasuk mahar yang dibayar tunai (mu’ajjal) atau tidak tunai (muakkhar)?

💰 Cek dalam Perspektif Hukum Islam dan Nasional

Secara fiqh, tunai tidak harus berarti uang fisik. Artinya, mahar dinilai “tunai” apabila hak atas mahar diserahkan saat akad berlangsung. Namun, bila bentuknya cek, maka hak itu baru dianggap berpindah setelah cek dicairkan.

Sementara itu, menurut hukum perbankan Indonesia (KUH Dagang dan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan), cek adalah alat pembayaran tidak tunai. Ia merupakan surat berharga yang dapat diuangkan di bank, bukan uang itu sendiri. Dengan demikian, mahar berupa cek belum dianggap dibayar secara riil sebelum dicairkan.

⚖️ Konsekuensi Hukum dan Potensi Sengketa

Dari sudut pandang hukum positif, mahar berupa cek tetap dapat diterima oleh KUA, asalkan ada kesepakatan nilai dan penerimaan dari mempelai wanita. Namun, jika cek tersebut tidak bisa dicairkan atau kosong, maka hal itu dapat menimbulkan wanprestasi dan sengketa hukum.

Dalam situasi demikian, istri berhak menuntut hak mahar yang dijanjikan, bahkan dapat menempuh jalur perdata jika pihak suami gagal menepati janji. Bila terbukti ada unsur penipuan atau cek kosong, kasus ini bisa merambah ke ranah pidana.

🕌 Pandangan Fiqh: Sah Tapi Tidak Tunai

Secara fiqh, mahar dalam bentuk cek tetap sah, selama diserahkan dengan niat yang tulus dan diterima oleh pihak istri. Akan tetapi, statusnya bukan tunai secara substansi, sebab nilai riil mahar belum berpindah secara langsung. Istri baru benar-benar memiliki hak atas mahar itu setelah dana cek masuk ke rekeningnya.

Oleh sebab itu, dalam praktiknya, ulama dan pakar hukum Islam menyarankan agar pemberian mahar berupa cek dilakukan dengan kehati-hatian. Suami harus menjamin bahwa dana tersedia dan dapat dicairkan kapan pun istri menghendaki.

📜 Saran Hukum: Catat dengan Jelas dalam Akta Nikah

Untuk mencegah masalah di kemudian hari, para ahli menyarankan agar mahar berupa cek dicantumkan secara eksplisit dalam akta nikah, lengkap dengan nomor cek, nilai nominal, dan bank penerbit. Jika perlu, disertai pula surat pernyataan dari pihak suami bahwa dana dijamin tersedia.

Langkah ini penting untuk melindungi hak-hak istri apabila terjadi sengketa atau keterlambatan pencairan, sekaligus memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak.

🧩 Kesimpulan

Secara hukum mas kawin berupa cek adalah sah, namun tergolong tidak tunai, karena nilainya baru berpindah setelah pencairan dilakukan. Maka, sebelum menjadikan cek sebagai alat pembayaran mahar, penting bagi calon pengantin dan petugas KUA untuk memahami implikasi hukumnya.

Pernikahan adalah ikatan suci yang sebaiknya tidak diawali dengan ketidakpastian finansial. Karena itu, kehati-hatian lebih utama daripada simbol kemewahan. Aris Arianto

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|