Ratusan Siswa di Gunungkidul Keracunan MBG, Sri Sultan HB X Minta Evaluasi Lapangan

13 hours ago 4
Gubernur DIY Sri Sultan HB X | Wikipedia

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) lagi-lagi menunjukkan lemahnya pengawasan di lapangan. Fenomena ini yang mengakibatkan terjadinya kasus keracunan massal di banyak tempat, termasuk yang terjadi di Gunungkidul.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyoroti langsung persoalan itu. Ia menilai pelaksanaan program MBG masih sering diwarnai kelalaian teknis yang justru membahayakan keselamatan anak-anak penerima manfaat.

“Pelaksana di lapangan kadang abai terhadap hal-hal mendasar, seperti suhu penyimpanan daging atau waktu pengolahan makanan,” ujar Sri Sultan di Yogyakarta, Kamis (30/10/2025).

Kasus terbaru terjadi di Kapanewon Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, ketika 695 siswa mengalami gejala keracunan setelah menyantap menu MBG yang disiapkan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Planjan Saptosari, Selasa (28/10/2025).

Ratusan siswa dari SMP Negeri 1 Saptosari dan SMK Saptosari itu mengeluhkan mual, pusing, dan muntah beberapa jam setelah makan siang. Insiden tersebut sontak memicu kekhawatiran masyarakat terhadap keamanan pangan dalam program MBG yang menyasar jutaan pelajar di seluruh Indonesia.

Menanggapi hal ini, Sri Sultan menegaskan bahwa masalah utamanya terletak pada pengawasan teknis di dapur pengolahan. Menurutnya, kasus keracunan sering terjadi bukan karena bahan yang buruk, tetapi karena ketidaktahuan pelaksana dalam menjaga kualitas makanan saat disiapkan dalam jumlah besar.

“Oh iya, soal keracunan itu saya tidak tahu pasti penyebabnya. Mungkin karena dimasak terlalu pagi atau malam, saya tidak tahu persis,” ucap Sultan. “Tapi kalau jumlahnya banyak dan dimasak untuk ratusan orang, mestinya ada cara khusus, misalnya pendinginan dengan es batu atau freezer.”

Sultan menjelaskan bahwa memasak dalam skala besar membutuhkan pengelolaan suhu dan waktu yang ketat. Daging atau sayuran yang dibiarkan di suhu ruang terlalu lama, kata dia, bisa mengalami perubahan warna dan menimbulkan racun jika tetap diolah.

“Kalau untuk 40 atau 50 orang saja, berapa kilo daging itu? Kalau tidak didinginkan, lima jam saja bisa berubah biru. Kalau masih digoreng dan dimakan, bisa bikin mabuk, bisa menyebabkan keracunan. Itu logika sederhana, tak perlu dokter untuk tahu,” ujarnya menegaskan.

Menurut Sultan, pengawasan administratif saja tidak cukup. Ia menilai harus ada pengawasan langsung oleh orang yang memahami cara memasak yang aman, terutama soal penyimpanan bahan mentah dan pengolahan makanan matang.

“Kadang yang mengawasi itu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di dapur. Mungkin dokter, tapi tidak paham cara penyimpanan bahan makanan. Justru ibu-ibu yang terbiasa memasak mungkin lebih mengerti soal ini,” katanya dengan nada tegas namun reflektif.

Sri Sultan meminta agar tim pengawasan MBG di setiap daerah melakukan evaluasi lapangan secara menyeluruh, bukan hanya memeriksa laporan administrasi. Ia menekankan pentingnya pelatihan teknis bagi para petugas dapur agar memahami risiko pangan dan pencegahannya.

“Kalau yang di dapur tidak pernah diberi pengetahuan dasar tentang keamanan bahan makanan, maka kejadian seperti ini akan terus berulang. Padahal ini sebenarnya bisa dicegah,” tuturnya.

Sultan pun berharap kasus di Gunungkidul menjadi pelajaran penting agar penyelenggaraan MBG di masa depan lebih aman, higienis, dan profesional. “Selama dapur tidak dipantau dengan pemahaman yang benar, keracunan semacam ini bisa terjadi kapan pun,” pungkasnya. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|