MAGELANG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kekerasan terhadap anak kembali mencoreng kemanusiaan. Di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, seorang bocah kelas tiga SD harus menanggung luka di tubuh dan batinnya hanya karena terlambat pulang dari mengaji.
Anak berinisial LA itu dipukuli oleh ayah angkatnya, BTW (43), warga Desa Bringin, Minggu malam, 26 Oktober 2025. Hanya karena pulang sedikit lebih lambat dari biasanya, sang ayah langsung melampiaskan kemarahan dengan selang hitam sepanjang satu meter—alat yang semestinya untuk menyalurkan bahan bakar, bukan menyakiti anak kecil.
Selang itu berubah menjadi cambuk. Pukulan demi pukulan menghantam wajah, kepala, tangan, lutut, dan dada LA. Tak hanya itu, pelaku juga melontarkan ancaman mengerikan.
“Kalau telat lagi, pilihannya cuma dua: dikubur atau dibakar,” demikian ancaman yang diingat korban.
Kekerasan itu baru terungkap ke publik setelah guru korban melihat luka lebam di wajah muridnya keesokan harinya. Guru tersebut segera melapor kepada kepala desa dan membawa korban ke Puskesmas Srumbung untuk mendapatkan perawatan. Dari situ, laporan diteruskan ke Dinas Sosial, dan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Magelang langsung bergerak cepat.
“Peristiwa terjadi pada Minggu malam pukul 21.00 WIB, dan pelaku kami amankan keesokan harinya,” kata Kanit PPA Polresta Magelang, Ipda Isti Wulandari, Kamis (30/10/2025).
Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa BTW bukan ayah kandung korban. Ia mengasuh LA sejak anak itu duduk di taman kanak-kanak, setelah kedua orang tuanya berpisah. Namun, kasih yang seharusnya menjadi sandaran justru berubah menjadi kekerasan berulang.
“Korban mengaku sudah beberapa kali mengalami pemukulan. Yang terakhir ini merupakan yang kelima kalinya,” ujar Isti.
Kini, LA sudah dievakuasi dan mendapatkan perlindungan di panti asuhan, di mana ia juga akan menjalani pendampingan psikologis. “Luka fisik mungkin bisa sembuh, tapi luka batin anak ini perlu waktu untuk pulih,” imbuhnya.
Polisi menjerat pelaku dengan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) serta Pasal 80 juncto Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kedua pasal itu menegaskan larangan dan sanksi tegas terhadap segala bentuk kekerasan fisik dalam rumah tangga, terutama terhadap anak. Pelaku diancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan ditambah sepertiga hukuman karena dilakukan oleh orang tua atau pengasuh terhadap anak di bawah umur.
Kasus itu menjadi pengingat bahwa kekerasan dalam bentuk apa pun tak pernah bisa dibenarkan, apalagi jika dilakukan oleh orang yang seharusnya memberi kasih sayang. Negara, melalui aparat hukum, memastikan perlindungan terhadap anak bukan sekadar janji, tetapi kewajiban moral dan hukum yang harus ditegakkan. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

 16 hours ago
                                6
                        16 hours ago
                                6
                    

















































