
JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengalokasikan anggaran jumbo untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai menyalahi arah konstitusi. Pasalnya, hampir separuh dari pos pendidikan dalam RAPBN 2026 disedot untuk membiayai MBG, sementara kewajiban negara menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sekolah tanpa pungutan biaya justru terabaikan.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menegaskan pemerintah terkesan sengaja mengalihkan perhatian publik. Menurutnya, putusan MK nomor 3/PUU-XXII/2024 dan 111/PUU-XXIII/2025 sudah sangat jelas: negara wajib memastikan pendidikan dasar bebas biaya, baik di sekolah negeri maupun swasta.
“Konstitusi kita tidak pernah memerintahkan makan gratis. Yang diwajibkan adalah pendidikan dasar gratis. Namun yang terjadi, 44 persen anggaran pendidikan justru dialokasikan untuk MBG. Ini jelas menabrak konstitusi,” kritik Ubaid, Senin (25/8/2025).
Meski pemerintah kemudian mengoreksi angka itu—dari Rp335 triliun menjadi Rp223,6 triliun—tetap saja porsi tersebut dianggap terlalu besar. Ubaid menyebut, justru karena sudah dilegitimasi masuk dalam pos pendidikan, program MBG berpotensi merusak sistem pembiayaan pendidikan Indonesia.
Pandangan serupa disampaikan Kepala Bidang Advokasi Guru Persatuan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri. Ia menilai, alokasi MBG telah menggerus anggaran yang seharusnya dipakai untuk memperbaiki mutu guru, fasilitas sekolah, hingga mengurangi kesenjangan pendidikan di wilayah 3T.
“Di lapangan, anak-anak kesulitan memahami pelajaran, guru non-ASN masih jauh dari sejahtera, angka putus sekolah meningkat. Ini yang mestinya dibiayai, bukan justru dipinggirkan oleh program makan gratis,” ujarnya.
Kritik juga datang dari Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti. Menurutnya, tidak semua daerah membutuhkan MBG dalam skala besar. Kota-kota besar dengan akses pangan relatif baik seharusnya tidak lagi menjadi prioritas.
“Anggaran ratusan triliun itu lebih mendesak jika diarahkan untuk menutupi pembiayaan sekolah gratis sesuai mandat MK. Kalau di wilayah tertentu butuh MBG, boleh diprioritaskan, tapi jangan sampai merampas pos pendidikan,” kata Retno.
Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Surabaya, Achmad Hidayatullah, menambahkan bahwa MBG memang berdampak positif terhadap gizi peserta didik dan penciptaan lapangan kerja. Namun sumber pendanaan program seharusnya tidak semata mengandalkan pos pendidikan.
“Kalau benar diambil dari anggaran pendidikan, otomatis ruang untuk beasiswa, riset, kesejahteraan guru dan dosen, hingga perbaikan sekolah menjadi semakin kecil. Pemerintah perlu mencari skema pembiayaan lain,” tegasnya.
Sementara itu, pemerintah tetap menegaskan anggaran pendidikan tahun depan mencapai Rp757,8 triliun atau meningkat 9,8 persen dari tahun sebelumnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, anggaran itu masih sesuai aturan mandatory spending minimal 20 persen APBN.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, juga memastikan bahwa program-program rutin, mulai BOS, PIP, hingga insentif guru non-ASN tetap berjalan. Bahkan, kata dia, ada tambahan subsidi upah untuk guru PAUD non-formal dan insentif kuliah S1 bagi 12.500 guru.
Namun, bagi kalangan pemerhati pendidikan, peningkatan angka besar tersebut masih sekadar formalitas angka di atas kertas. Yang dinanti adalah keberanian pemerintah untuk mengeksekusi perintah MK agar sekolah dasar betul-betul gratis, bukan sekadar menghadirkan program populis yang tidak memiliki pijakan konstitusi. [*] Berbagai sumber
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.