SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Batik bukanlah sekadar kain yang memiliki corak tertentu. Di balik setiap motifnya, tersimpan makna, nilai, dan filosofi yang mencerminkan budaya serta harapan hidup masyarakat yang menggunakannya. Salah satunya adalah batik Sidomukti dari Solo, yang menjadi simbol harapan akan kehidupan rumah tangga yang bahagia, sejahtera, dan penuh berkah.
Motif klasik yang berasal dari lingkungan Keraton Surakarta ini dulunya hanya dikenakan dalam upacara adat pernikahan Jawa, terutama saat prosesi lamaran dan panggih.
Nama “Sidomukti” sendiri mengandung doa dan harapan: sido berarti jadi atau berkelanjutan, sedangkan mukti berarti hidup sejahtera, terhormat, dan penuh berkah. Batik ini biasanya dikenakan dalam prosesi penting seperti lamaran dan panggih, sebagai penanda harapan bagi pasangan pengantin agar menjalani bahtera rumah tangga yang harmonis dan diberkahi.
Motif batik Sidomukti tidak dirancang sembarangan. Ia sarat akan ornamen simbolik yang masing-masing mengandung filosofi kehidupan. Ornamen kupu-kupu misalnya, melambangkan transformasi dan pencerahan, seperti metamorfosis dari kepompong menjadi makhluk yang indah dan bebas. Sayap burung garuda melambangkan kebebasan, cita-cita tinggi, dan nilai keadilan.
Motif gunungan adalah lambang keteguhan dan kesabaran, mencerminkan kekuatan dalam menghadapi berbagai cobaan hidup. Ornamen bunga mencerminkan keindahan dan awal kehidupan baru, karena bunga menghasilkan serbuk dan biji yang melanjutkan kehidupan.
Selain itu, ornamen isen-isen seperti sawut (garis lembut), cecekan (titik-titik), ukel (ornamen rambut keriting), dan cecak pitu (tujuh titik kecil) berfungsi mengisi ruang kosong sekaligus memperkaya dimensi estetika dan makna.
Pada masa lalu, pembatik yang menggambar motif Sidomukti bahkan melakukan ritual puasa terlebih dahulu. Ini bukan semata-mata proses produksi kain, tapi sebuah peristiwa spiritual. Kain yang dihasilkan mengandung doa-doa yang secara kultural dipercaya dapat menyatu dengan si pemakai.
Namun, di tengah arus modernisasi dan perkembangan mode dewasa ini, makna filosofis dari Batik Sidomukti perlahan-lahan mulai tergerus. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Koni Meindrasari dan Lestari Nurhayati menunjukkan adanya pola pergeseran tersebut.
Mereka mencoba menggali makna batik Sidomukti menggunakan pendekatan semiotika sosial dari Theo van Leeuwen. Teori ini menekankan pentingnya konteks sosial dalam memahami tanda-tanda dan simbol.
Lewat penelitian kualitatif yang melibatkan perias pengantin, pengelola Museum Batik Danar Hadi, pedagang, dan masyarakat pengguna batik, ditemukan adanya pergeseran fungsi batik Sidomukti.
Motif yang dulunya sakral kini mulai ditemui dalam bentuk souvenir seperti tas, dompet, bahkan celana santai. Padahal, ornamen batik Sidomukti sarat makna: kupu-kupu sebagai simbol pembebasan dan perubahan, sayap garuda sebagai lambang harapan dan cita-cita tinggi, bunga sebagai simbol kehidupan baru, serta gunungan sebagai keteguhan dalam menjalani hidup.
Menurut Asti dari Museum Batik Danar Hadi, seperti dikutip dalam laporan tersebut, batik Sidomukti memiliki filosofi mendalam yang seharusnya tetap dijaga. Namun, banyak masyarakat tidak lagi memahami makna di balik motif tersebut. Sebaliknya, yang terjadi justru adalah transaksi jual beli tanpa ada pertukaran makna atau pemahaman budaya yang menyertainya.
Kondisi tersebut menjadi sebuah keprihatinan, salah satunya bagi perias pengantin Solo, Amitya. Ia menyayangkan berkurangnya penggunaan batik Sidomukti dalam pernikahan adat Jawa.
Fakta yang terjadi, bahwa tradisi mulai tergantikan oleh konsep pesta modern yang lebih ringkas dan serba praktis. Padahal, dalam adat Jawa, penggunaan batik bukan semata urusan estetika, melainkan juga spiritual dan kultural.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penggunaan batik Sidomukti seharusnya disesuaikan dengan maknanya. Menggunakannya dalam konteks yang tidak tepat justru mengaburkan nilai-nilai budaya yang selama ini dijunjung tinggi. Penelitian ini juga menjadi seruan penting untuk melestarikan batik sebagai artefak budaya, tidak hanya sebagai produk fashion.
Batik Sidomukti bukan sekadar motif yang cantik—ia adalah narasi hidup masyarakat Jawa. Menjaga maknanya berarti menjaga warisan budaya agar tidak kehilangan ruhnya di tengah derasnya arus zaman. Suhamdani
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.